Dua Puluh Tujuh: Jealous?

121 46 2
                                    

"Aku tidak pernah memilih untuk mencintaimu. Tiba-tiba saja terjadi."

****

Malam itu, pikiran Rayna terganggu. Dia menatap langit kamarnya seraya teringat pertemuannya dengan Airin tadi. Gadis itu ramah, tipikal orang yang mudah untuk disukai. Dalam dirinya seolah punya energi positif yang bisa menular, bahkan tanpa ia tersenyum bisa membuat orang-orang ikut tersenyum cerah. Paling penting dia juga cantik. Pantas saja menjadi putri sekolah.

Fakta bahwa Egi dekat dengan Airin dahulu, membuatnya rendah diri. Tak ada hal yang pantas di samakan antara dirinya dengan Airin. Kalau tawa gadis itu lembut, tawa Rayna bisa membuat pendengarnya merasa pusing kepala. Rayna juga bukan tipikal orang yang ramah, dia lebih sering memasang wajah datar kadang membuat beberapa orang salah paham. Menganggap Rayna sedang dalam kondisi marah, meskipun tidak sama sekali.

Lantas kenapa Egi bisa menyukainya? Walau di kelas Egi lebih seing dikenal sebagai cowok loyo yang hanya semangat ketika membahas korea, pemuda itu punya sisi lain di luar kelas. Rayna tak bisa menampik kalau fans Egi cukup banyak. Sikap tegasnya dan wajah yang bisa dibilang lumayan, tentu saja membuat orang menyukainya. Berbanding terbalik dengan Rayna yang hanya dikenal oleh teman satu ekskulnya, selain teman sekelas.

"Woy, makan yuk!"

Suara tersebut, sukses membuat Rayna menoleh. Di ambang pintu kamarnya yang terbuka, ada Illio yang sudah berdiri di sana dengan kaos oblongnya dan celana pendek bergambar spongebob. Tak lupa ia membawa sebuah panci kecil dan beberapa garpu dan sendok. "Nih gue buatin mie."

Rayna bangkit dari posisi rebahannya, menatap Illio yang sudah duduk lesehan di atas ubin yang tak tertutup karpet. Ia menyerahkan sendok dan garpu kearah Rayna, sebelum membuka tutup panci. Membiarkan bau mi menguar ke penjuru kamar Rayna, membuat perut gadis itu konser mendadak.

"Gak bisa ditaruh ke piring dulu apa?" tanya Rayna ikut mendudukkan diri di samping Illio. Pemuda itu menghentikan kunyahannya, menatap panci sesaat sebelum memberikan gelengan polos ke arah sang kembaran. Kembali menyuapkan sesuap besar mie rebus di depannya.

Kedua saudara itu memang sering melakukan hal ini. Apalagi kedua orangtua mereka sedang pergi, sehingga Illio leluasa membawa panci tersebut ke dalam kamar. Kalau tidak, mungkin dia sudah dimarahi sang Mama, karena terlalu malas membagi mie yang ia buat menjadi 2 bagian. 3 bungkus mie, dengan tambahan telur dan sosis. Resep andalan keduanya.

"Yo,"panggil Rayna mengalihkan tatapan Illio dari ponselnya. Pemuda itu berdeham singkat, memberi respon atas panggilan kembarannya itu.

"Apa?"

"Airin sama Egi emang sedekat apa dulu?"

Pertanyaan Rayna sontak membuat jemari Illio yang sibuk mengetik sesuatu terhenti. Ia mendongak, menatap Rayna yang sekarang sedikit menunduk untuk melahap mie di depannya. Tak sadar, bahwa sudut bibir Illio sempat terangkat sedikit sebelum kembali memasang wajah datar. "Kenapa? Cemburu?"

"Cuman penasaran," jawab Rayna tenang, menyembunyikan secara rapi perasaan tak nyamannya. "Kayaknya lo lumayan dekat sama Airin."

"Gue juga baru tau mereka saling kenal tadi kok." Illio meletakkan ponselnya ke ubin, kini memeluk lutut dan fokus kearah pembicaraan. "Cuman sedikit yang gue tau,"

"Apa?"

"Yah, dulu pas mereka SMP emang sempat 'dekat'. Sama-sama anggota paduan suara katanya, tapi lo taulah maksud dari 'dekat' yang gue bilang," ucap Illio mencoba mengingat-ingat cerita singkat Airin tadi, kini melirik kembarannya yang masih menunjukkan ekspresi tenang. Membuat pemuda itu gregetan sendiri, tau bahwa Rayna menahan keras perasaannya untuk muncul.

Anam Cara [Republish] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang