Tiga Puluh Empat: Can I?

115 49 5
                                    

"Kuharap waktu bisa berjalan lebih lambat, untuk sekali saja."

****

"Hai, masih inget gue kan?"

Rayna mengernyitkan dahi, menatap bingung Airin yang mendadak muncul di depan kamarnya. Perempuan itu masih mengenakan seragam sekolahnya, nampak meringis kecil ketika Rayna hanya diam saja. "Gue mau bicara sama lo boleh?"

"Ah, iya boleh. Masuk dulu yuk," ajak Rayna mempersilahkan Airin masuk. Ia memberikan kursi di depan meja belajarnya membiarkan Airin duduk di sana sementara ia duduk bersila di atas kasur. "Mau bicara apa?"

"Kemarin lomba lo gimana? Kata Illio menang ya, selamat ya." Airin sudah berseru riang sendiri, dia nampak membuka tasnya sebentar lantas mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna marun. "Tadi sebelum gue kesini, Illio beliin ini buat lo tapi dia malu ngasih langsung ke lo. Selamat ya."

Tangan Rayna terulur mengambil kotak tersebut, sedikit kaget melihat Airin yang begitu leluasa berbicara dengannya meski sempat bertemu beberapa kali. Ia membuka kotak tersebut, lantas tersenyum kecil melihat 2 jepitan rambut di sana. Nampaknya itu buatan tangan, karena dia bisa melihat namanya tertera di jepitan itu.

Namun hanya sebentar saja, karena berikutnya Rayna melunturkan senyum meletakkan kotak tersebut ke samping badannya. "Gue di diskualifikasi jadi jangan kasih selamat ke gue," ucap Rayna memaksakan untuk tetap tersenyum.

"Gue udah dengar dari Illio juga," balas Airin tersenyum maklum. "Akan ada saatnya lo bisa buktiin bakat lo ke dia."

"Gak papa, lagian cuman nulis-"

Ucapan Rayna terhenti ketika Airin sudah bersiul kencang sebelum meletakkan jari telunjuknya ke depan bibirnya sendiri. "Jangan pernah merasa rendah sama diri lo sendiri, semua orang punya kelebihan dan kelemahan."

Setelah ucapan Airin, hening menyeruak di dalam kamar Rayna. Tak ada yang membuka pembicaraan lagi. Airin yang tiba-tiba lupa tujuan kedatangannya, kini fokus ke arah televisi di kamar yang sedang menampilkan drama korea yang memang sedang ia ikuti. Rayna sendiri memilih sibuk akan pikirannya.

"Gak ada yang pengen lo tanyain soal gue sama Egi?"

Tawa kecil meluncur keluar dari bibir Airin, ketika Rayna menatapnya tepat dengan alis bertaut. "Lo masih ngira gue sama Egi ada perasaan lebih ya?" Melihat Rayna yang hanya diam, seolah ucapannya terpanah tepat membuat Airin semakin tertawa kencang. "You wrong princess, i never fall in love with your prince."

"Tapi, bunga-"

"Oke, gue harus meluruskan ini." Airin beranjak kini duduk di samping Rayna, menatap gadis itu serius. "Malam itu Egi mau ngasih bunga itu ke lo, tapi sayangnya keduluan sama cowok yang namanya Ibra. Dia saat itu marah, mau buang aja bunga itu tapi gue maksa dia buat kasih gue aja kan sayang kalau di buang."

"Lagian gue sukanya sama orang lain kok. Egi terlalu abu-abu untuk gue yang berwarna."

Perumpamaan Airin sukses membuat sudut bibir Rayna terangkat. "Not my twins right?" ucap Rayna memastikan. Namun dia jadi membulatkan mata melihat wajah Airin yang jadi memerah. "Really?Illio?You like him?"

"Jangan keras-keras," gumam Airin mengerucutkan bibirnya lucu. "Emangnya keliatan banget ya kakak ipar?"

Tawa Rayna pecah seketika. Ia tak pernah menyangka Airin yang ia kira adalah perempuan elegan, bisa bertingkah selucu ini. Dan itu hanya karena kembarannya yang tengil minta ampun, Illio. Cowok datar yang bahkan nggak bisa nunjukkin perasaannya secara jelas kecuali pada keluarganya. Apa pula panggilan 'kakak ipar' tadi, membuat dia merinding saja.

Anam Cara [Republish] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang