Tiga Puluh: Congratulations

117 47 8
                                    

"Tak ada yang lebih menyenangkan dari diakui akan kerja keras yang dilakukan."

****

"Terima kasih."

Ibra mengangguk, tak bisa menahan diri untuk tersenyum lebar. Baginya Rayna tetap sama, seseorang yang berhasil membuatnya seperti orang gila hanya karena tingkahnya. Dari mencintai pemuda itu hanya satu yang ia sesalkan, tindakannya yang sampai menyakiti gadis itu dan tak melihat senyumnya di masa akhir putih biru mereka.

Awalnya Ibra pikir, dia sudah diberi kesempatan. Namun dia salah, ketika Rayna memberikan kembali padanya satu mawar berwarna peach. Membuatnya mengernyitkan dahi, tak mengerti akan tindakan perempuan di depannya. Tapi, tangannya tetap menerima mawar itu.

"Gue menghargai pemberian lo, dan gue paham apa maksud dari bunga ini." Rayna tersenyum tenang, menatap mawar merah di tangannya dengan tatapan tak terbaca. "Bunga ini gue terima, karena gue nggak mau ada orang lain yang ngerasain gimana ia memberikan hatinya pada orang lain lantas dipatahkan begitu saja."

Ucapan Rayna kembali membuat Ibra terdiam, paham betul akan sindiran halus dari perempuan lucu itu. Tatapan Rayna beralih menatap kedua manik kehitaman Ibra dengan lembut, kemudian menunjuk mawar peach yang kini ada di tangan Ibra. "Mawar Peach bisa berarti persahabatan. Gue nggak bisa nawarin lo lagi hubungan yang lebih dari teman. Tapi gue bisa nawarin hubungan pertemanan buat lo, karena hati gue udah beralih rumah. Bukan lagi ke lo."

"Teman? Seperti lo dan Vina?" gumam Ibra mengulas senyum tipis. Menyembunyikan fakta bahwa ia sudah patah hati akan ucapan perempuan tersebut. "Kalau itu artinya lo nggak akan ngehindar dari gue lagi, baiklah. Ayo kita temanan."

"Mau ulang dari awal?" tawar Rayna tersenyum lebar, menjulurkan tangannya ke depan Ibra. Kembali mengulang perkenalan mereka saat MOS SMP dulu. Kali ini bukan suara omelan riuh dari para seniornya, melainkan suara musik yang mengalun di udara menjadi latar perkenalan mereka kembali. "Gue Rayna, salam kenal."

"Ibra, senang bisa kenalan dengan lo."

"Ray!"

Rayna menolehkan kepalanya, tersenyum lebar kearah Illio yang berdiri tak jauh darinya. Matanya menatap Ibra waspada, namun tak berniat untuk mendekat. Dari raut wajahnya, sepertinya ia mendengarkan pembicaraan mereka tadi.

"Ayo, cari es krim!" seru Illio kembali memberi tanda agar kembarannya mendekat.

Kembaran Illio melangkahkan kakinya, setelah melambai singkat kearah Ibra. Lantas mengamit lengan Illio walau pemuda itu sempat mengeluh risih namun akhirnya membiarkannya saja. Mengajak kembarannya untuk menjauh dari sana. Meninggalkan Ibra yang hanya geleng-geleng kepala melihat sifat protektif Illio yang tak berubah.

Di tempat lain, Airin tak berhenti mengekori Egi sejak pemuda itu kembali dengan wajah tertekuk. Sampai-sampai Egi harus mendorong sedikit perempuan tersebut karena menghalangi jalannya. "Berhenti ngikutin gue, Rin!" sentak Egi lelah sendiri.

"Gak, lo harus jelasin dulu." Airin sudah berseru heboh, menunjukkan mawar merah yang di bawa Egi tadi. "Kenapa lo nggak ngasih ini ke dia?"

"Udah ada yang ngasih," ketus Egi melanjutkan langkahnya dan mulai mengaktifkan HT nya lagi. Tanda bahwa dia akan bergabung kembali dalam acara. "Rin, pikiran gue lagi kacau sekarang. Jadi biarin gue selesaiin acara ini dulu, gue pasti bakal bilang ke lo apa yang terjadi. Bunga itu buat lo sekarang."

Ucapan Egi membuat Airin menyerah, berhenti mengikuti pemuda itu yang sudah sibuk berkomunikasi dengan HT nya seraya berjalan cepat. Ia menatap mawar merah di tangannya, lantas tersenyum geli melihat bunga itu.

Anam Cara [Republish] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang