BAB 6 - Rumah Nomer 5

129 18 5
                                    

Acara tasyakuran itu berakhir dengan meninggalkan tanda tanya besar di benak para warga. Setelah semua tamu pulang, barulah ustad Fikri membuka fakta yang sebenarnya. Baik Rani, Dika dan Rasti mendengarkan dengan seksama. Saat itu, Toni masih tinggal karna merasa penasaran. 

                  "Ada apa pak ustad ?" tanya Dika tanpa basa-basi.

                  "Makanan-makanan tadi darimana asalnya ?"

Reflek Dika menatap Rani, Rani terhenyak lalu segera memberikan jawaban.

"Dari tetangga saya yang rumahnya dibelakang rumah kami ini. Mayang namanya, tadi siang kami membuat kue-kue itu bersama-sama".

                  Pak Ustad manggut-manggut lalu meminta Rani untuk melihat kembali kue hasil buatan mereka. Rani menurut meski ada sedikit keraguan dalam hatinya. Makanan yang telah masuk kedalam kantong plastik hitam itu kembali Rani buka dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati isinya berupa potongan bangkai binatang dan ada banyak sekali belatung yang berukuran lumayan besar. Parahnya, belatung-belatung itu mengeliat dalam keadaan hidup. Rani berteriak seraya menutup hidung karna bau tak sedap yang menyengat. Segera Dani tutup kembali kresek hitam itu dan membuangnya ke belakang rumah.

                     "Bakar saja !"

Toni lekas bergegas membantu Dika membakar bangkai-bangkai binatang tersebut. Sebenarnya Toni mulai ketakutan tapi  batinnya masih penasaran ingin melihat semuanya, apa yang akan terjadi selanjutnya dan siapa sebenarnya Mayang yang Rani kenal. Bangkai telah terbakar habis ketika tiba-tiba Dika berdiri mematung, menajamkan penglihatannya sembari bergumam.

                     "Apa yang kulihat ini benar ?"

                     "Benar mas Dika, disanalah Mayang bersemayam" 

Ucapan ustad Fikri membuat semua orang bergidik takut. Terutama Rani, antara percaya dan tidak. Menurutnya, Mayang terlihat sangat normal, layaknya manusia biasa. Rani terduduk mengingat semua pertemuan mereka, coba mencari celah keanehan disana.

                     "Mbak Rani masih syok ya tapi saya yakin mbak Rani tahu bahwa yang mengikuti acara tasyakuran tadi juga bukan semuanya manusia ?"

Sekali lagi ustad Fikri mengejutkan semua orang dan kini semua mata menatap Rani. Tak lama Rani tersadar, otaknya mengingat kembali bahwa ia sempat melihat bapaknya Mayang turut hadir dalam acara tasyakuran tadi.

                     "Salah satu jin yang mungkin mbak Rani kenal sebagai bapaknya Mayang ada disana. Apa kalian pernah bertemu atau berbincang secara langsung ?"

Rani menggeleng,  "Enggak pak Ustad, saya hanya mengenali wajah bapaknya Mayang melalui foto usang yang tergantung di dinding rumah mereka"

                     "Ini baru awalnya, jika dibiarkan bisa mengancam jiwa"

                     "Semua tampak normal pak Ustad, mereka memperlakukan saya dengan sangat baik selama ini"

                     "Berhati-hatilah dengan tipu muslihat, mereka bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa kita lakukan sebagai manusia. Terus berdoa, memohon perlindungan yang kuasa. Saya akan memagari rumah ini agar Mayang tidak bisa lagi kemari, tapi saya tidak yakin ini akan bertahan. Jika apa yang saya lakukan nanti tidak berhasil maka kalian harus mencari orang lain yang lebih mampu mengatasi masalah kalian ini".

                     Dika menelan ludahnya kasar sembari menatap ke arah Rani dan Rasti. Rencananya berantakan, dia yang semula ingin menyembunyikan fakta tentang rumah berhantu ini malah jadi tak karuan. Kini tak ada lagi yang bisa disembunyikan. Dika takut tapi keadaan yang memaksanya untuk terus bertahan dan sebisa mungkin akan ia bujuk Rani dan Rasti agar tidak meminta pindah kontrakan dalam waktu dekat.

                     Ustad Fikri memejamkan mata untuk waktu yang lumayan lama sebelum kemudian berjalan mengitari rumah sembari menaburkan sesuatu sedangkan yang lain masih berkumpul di halaman belakang menunggu ustad Fikri menyelesaikan kegiatannya. Tepat ketika ustad Fikri kembali, saat itu juga Mayang beserta keluarganya terlihat. Semua yang ada disana bisa melihat mereka. Mayang beserta keluarganya tengah berdiri di depan rumahnya sembari mengulas senyum dan melambaikan tangan. Rasti berteriak sembari mendekap erat kakaknya.

                        "Kenapa begini ?" benak Rani.

                       Malam itu berakhir, ustad Fikri dan Toni pamit pulang. Toni menepuk pundak temannya seolah-olah turut merasakan beban dan ketakutan Dika. Dika mengangguk sembari mengulas senyum yang dipaksakan. Tak ada lagi yang bisa Dika lakukan selain meyakinkan Rani dan Rasti bahwa semuanya sudah baik-baik saja. Pak ustad sudah memagari rumah mereka sehingga tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Ucapan Dika cukup berhasil, terutama menenangkan hati Rasti yang sudah sangat ketakutan. Perlahan rasa takut memudar dan kemudian Rasti masuk ke kamarnya untuk beristirahat.

                          "Bagaimana ini ?"

Tampaknya, Rani belum sepenuhnya menerima kenyataan yang ia alami karna sepanjang usianya baru kali ini mengalami hal ghaib diluar nalar. Sudut hatinya yang lain menolak bahwa Mayang bukanlah manusia tapi apa yang ia lihat sungguh sulit diterima akal sehat. Dika memeluk istrinya, menenangkannya dan memintanya untuk kuat.

                        "Sabar ya, hal ini tidak akan terjadi lagi. Tidak akan ada yang mengganggumu lagi"

Sejak kejadian semalam, Dika benar-benar tak bisa tenang meninggalkan Rani sendirian. Setiap saat menanyakan keadaannya dan lekas panik ketika Rani tak menjawab untuk waktu yang lama. Siang hari suasana rumah terasa mencekam hingga akhirnya Rani putuskan untuk mengunjungi bu Yuni dan mengobrol di rumahnya.

                          "Jadi, semalam itu ada apa mbak Rani, apa yang terjadi ?"

Tentu saja pertanyaan itu akan terlontar. Sudah kepalang tanggung, pada akhirnya Rani menceritakannya. Bu Yuni tak terkejut karna menurutnya rumah itu memang berhantu dan memiliki aura negatif untuk menarik hal-hal mistis di sekitarnya. Rani menunduk lemas, dia tak memiliki pilihan selain bertahan selama yang ia bisa. Dika sudah menceritakan semuanya tentang keuangan mereka yang jelas Rani sudah mengetahuinya.

                          "Apa bu Yuni punya saran ?"

                      Bu Yuni menghembuskan nafas dalam dan mulai bercerita bahwa dulu jauh sebelum keluarga Rani datang, orang yang juga menyewa rumah disana pernah meminta bantuannya tapi ternyata kyai yang memagari rumah bu Yuni tak mampu membasmi jin yang berada di kontrakan mbak Rani. Katanya, energinya terlalu kuat dan semakin dilawan semakin banyak yang berdatangan. Bu Yuni meminta Rani untuk lebih khusuk beribadah, entah akan berhasil atau tidak tapi hal itu patut untuk dicoba.

                       Rani memilih berdiam di rumah bu Yuni sampai Rasti pulang. Sekitar pukul tiga sore barulah ia kembali ke rumah. Membereskan semua pekerjaan sembari menunggu kepulangan Dika. Hari itu Mayang tidak datang tapi entah untuk hari-hari berikutnya. Toni memberikan beberapa saran kepada Dika, mulai dari meminta saudaranya turut menginap disana agar Rani memiliki teman di rumah hingga memasang cctv untuk memantau keadaan. Dengan begitu Dika bisa memantau Rani setiap saat dan lekas mengetahui jika terjadi hal yang mencurigakan termasuk jika jin-jin usil kembali datang. Setelah saran dimusyawarahkan, diputuskan untuk memasang cctv saja karna tak ada satupun saudara mereka yang memiliki waktu luang, semuanya bekerja dan percuma saja meminta mereka tinggal jika ujung-ujungnya Rani tetap sendirian ketika siang.

BAB 6 SELESAI
Terjawab sudah Ya kalau sebenarnya Mayang itu Bukan Manusia.

RUMAH NOMER 5 [END] Sdh TERBIT E-BOOK Nya.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang