Hari berikutnya dimulai, Dika pergi bekerja dan Rasti pergi ke sekolah. Seperti biasa Rani sendirian. Usai membersihkan rumah, ia putuskan duduk di teras sembari menunggu tukang sayur keliling datang. Penuturan buk Neng benar, pukul tujuh lewat, penjual sayur yang ditunggupun tiba dan segera dikerumuni para ibu-ibu yang hendak belanja. Rani mendekat, memberikan senyuman isyarat menyapa orang-orang di sekitar. Beberapa sayuran mulai dipilah ketika seseorang mengajaknya berbicara.
"Penghuni baru rumah itu ya ?"
"Iya Buk, saya Rani"
Mendadak orang-orang mulai memperhatikan percakapan mereka.
"Saya Yuni yang tinggal di sebelah kanan rumah mbak Rani"
"Oh iya, maaf buk belum sempat berkunjung"
"Gak apa-apa mbak, santai saja tapi ngomong-ngomong gimana rasanya tinggal dua malam disana ?"
"Rasa bagaimana ya maksudnya ?"
"Ya.. betah atau ada gangguan gitu ?"
"Apa ya... rasanya betah-betah saja kok buk"
"Aman ?"
"Iya aman"
"Syukur alhamdulillah kalau gitu, semoga kita bisa bertetangga lama" aku tersenyum lalu mengangguk.
Perhatian yang tadi tertuju padaku kini buyar tapi masih kulihat beberapa orang saling berbisik. Tak bisa kudengar apa yang tengah mereka bicarakan namun batinku menerka, akulah yang sedang mereka bahas.
"Kenapa sih, ada apa ?" tanya Rani dalam hati.
Setelah membayar belanjaan, sekali lagi Rani menyapa orang-orang kemudian melangkah kembali ke rumah. Percakapan tadi tak begitu ia hiraukan, tugasnya sekarang adalah memasak untuk dirinya dan keluarga. Sayuran telah di potong dan semua bumbu sudah siap. Kompor mulai dinyalakan disusul sedikit minyak yang dituang. Satu persatu bahan ditumis hingga tibalah saat sayuran harus dimasukkan. Tangannya meraba tapi baskom sayur sudah tak berada di tempatnya. Pandangan Rani berpaling, mengamati meja tempatnya meletakkan sayuran dan memang benar, sayur itu hilang.
"Kok gak ada ?" gumamnya.
Matanya berpendar mecoba mencari di kolong meja. Berjalan kesana kemari sembari mengingat, mungkin saja dia lupa. Tak lama kemudian, terdengar suara cekikikan yang ternyata itu suara Mayang. Entah kapan dia datang, dia sudah berada di ruang tengah. Rani melihatnya berdiri membawa baskom sayuran. Baskom miliknya berserta sayur hasil belanjaan. Tiga detik kemudian, Rani tersenyum.
"Mbak Mayang suka jail ternyata"
Mayang mendekat lalu memasukkan sayuran ke dalam wajan. Melanjutkan agenda memasak Rani. Rani membiarkannya sembari duduk mengamati dan perbincangan ringanpun dimulai. Mayang masih disana sampai agenda masak selesai. Terus berbincang hingga adzan ashar berkumandang. Setelah itu barulah ia pamit untuk pulang. Rani menahannya, mengambilkan semangkuk sayuran untuk diberikan kepada Mayang. Mayang menerimanya dengan senang, mengucapkan terimakasih dan kemudian berjalan keluar untuk kembali pulang.
******
Malam menjelang dan seperti biasa Rani mengobrol bersama Dika di ruang tengah. Rani menceritakan bahwa Mayang datang lagi ke rumah, membantunya memasak dan mengobrol lama bersamanya. Saat itulah Rani menyadari sesuatu, baru sekarang dia merasa aneh atas sikap Mayang. Dia bingung tentang kapan Mayang datang karna Rani yakin tak melihat siapapun yang lewat. Selain itu, kenapa Mayang berani masuk ke ruang tengah. Untuk seseorang yang baru kenal, itu bukanlah hal yang lumrah. Seharusnya masih ada rasa sungkan. Dika manggut-manggut sepakat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH NOMER 5 [END] Sdh TERBIT E-BOOK Nya.
HorrorBerawal dari mutasi kerja suami, membuat kami harus pindah ke desa Dlangu dan mengontrak rumah disana. Sejujurnya aku suka dan merasa nyaman dengan rumah tersebut tapi pertanyaan-pertanyaan tetangga seringkali meninggalkan tanda tanya besar di otakk...