[3/10]

2.8K 379 62
                                    

Aku sudah menduganya..

=====

[Name] melangkahkan kakinya memasuki kelas. Dengan malas dia duduk di kursinya. Menelungkupkan wajahnya dengan tas yang masih menempel di punggungnya.

Moodnya sedang tidak baik hari ini, ditambah lagi dengan Halilintar yang tidak ada kabar.

Yaya duduk di sampingnya, sedikit heran dengan sikap [Name] yang tidak seperti biasanya, "Kau kenapa, [Name]?"

Sang empu hanya menggeleng. Menatap lurus ke arah bangku yang diduduki Halilintar.

"Kau sedang mode, ya?" tanya Yaya lagi, dijawab anggukan oleh [Name].

"Lili kemana, ya?" gumam [Name]. Yaya yang mendengar itupun menatap [Name] dengan tatapan bingung.

"Lili siapa?"

"Halilintar," [Name] pun melepas tasnya, lalu mengambil ponselnya yang ada di dalam tas, "Aku memanggilnya Lili, dia juga memperbolehkan itu."

Yaya membentuk mulutnya seperti huruf O, "Kata Taufan, dia sedang sakit, entah kenapa ia tiba-tiba sakit."

"Hum? Darimana kau tau?"

"T-tadi Taufan yang bilang sendiri, kok." [Name] mengangguk sebagai balasan dan kembali menelungkupkan kepalanya.

"Pulang sekolah aku mau pergi ke rumah Boboiboy, kau mau ikut?" tanya Yaya sembari mengeluarkan buku pelajarannya.

"Ngapain?"

Yaya terkekeh, "Taufan mengajakku membuat biskuit bersama. Daripada aku sendirian, lebih baik aku mengajakmu,"

"Ying tidak ikut?"

"Dia ingin berkencan dengan landak ungu itu," decak Yaya sebal.

"Hahah, kalau landak itu dengar, pasti dia akan mengamuk."

"Biarkan saja! Aku kesal sama dia!"

[Name] terkekeh, "Baiklah, aku juga ingin bertemu Hali."

=====

"Assalamualaikum," [Name] membuka pintu kamar Halilintar dengan pelan. Ia melihat seorang lelaki sedang tidur membelakangi arah pintu dengan lapisan selimut tebal.

Perlahan ia menuju ranjang itu. Tangannya mengecek suhu badan lelaki itu.

"Sedikit panas," gumamnya dan lalu mengompres kepala lelaki itu.

"Kenapa kamu bisa sakit, sih? Perasaan kemarin kau baik-baik saja," tukas [Name] sembari mengelus puncak kepala Halilintar.

"Khawatir, ya?" [Name] terkejut. Ia pun menoleh pada Halilintar yang sedang menyeringai dengan mata terpejam.

"Ish! Kau sudah bangun?!"

"Daritadi." balas singkat Halilintar sembari memutar tubuhnya dan memeluk [Name] dengan erat.

"Lili, lepass!"

"Diamlah, aku kangen."

"T-tapi lepas dulu!"

"Nggak."

"Li–"

"Diam atau kututup mulutmu dengan bibirku." ancam Halilintar membuat [Name] mengatup bibirnya dengan rapat.

"Kenapa diam?"

"Sialan, lepa–" Seketika ucapan [Name] terpotong karena secara tiba-tiba Halilintar menempelkan bibirnya pada bibir [Name].

"Hukuman untuk berkata kasar dan tidak bisa diam."

F-first kiss ku, batin [Name].

>|< BONUS >|<

"Aduh! [Name] hentikan!"

"Kau menyebalkan!!"

Halilintar tertawa, "Kau menggemaskan!"

"Diamlah! Jangan menggodaku!"

"Aku tidak menggodamu,"

[Name] berdecak, lalu mengusap bibirnya, "Kenapa kau mengambil first kiss ku?" gumamnya.

"Karena kau tidak bisa diam?"

"Ish!" [Name] hendak memukul Halilintar tapi ia kembali terdiam saat Halilintar mengatakan,

"Kalau kau memukulku, aku tak segan untuk mengambil second kiss mu!"

[Name] pun diam dan sedikit menjauh dari Halilintar. Sang empu kembali tertawa.

"Kenapa kau diam?" godanya.

"LILII!!"

=====

... dia pasti mengkhawatirkanku, walaupun aku terkena pukulannya.

Mine [Halilintar]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang