Aira mendongakkan kepalanya dari buku, sambil menatap Enrico dengan terkejut. Sebabnya, Aira sudah tahu kalau Enrico pernah selingkuh. Tapi kalau Enrico yang sombong, Aira sama sekali belum tahu.
Michael berdiri persis di depan Enrico dengan mata yang berkilat tajam. Wajahnya dingin dan tanpa ekspresi.
"Mending jadi pelayan daripada kerjanya cuma gangguin cewek lagi kerja! Nggak mutu!"
Aira menatap kedua lelaki itu dengan waswas, apalagi sekarang mereka berdua semakin beradu pandang dan sebelum Aira memperingatkan mereka agar tidak bikin huru-hara.....
"Sialannnnnn!!"
Buakkkkk!! Kepalan tangan Enrico sudah melayang ke pipi Michael. Yang tentu saja, langsung dibalas olehnya. Mereka berdua berguling-gulingan di lantai, saling mencengkeram dan menendang. Tidak peduli dengan gelas, vas yang jatuh dari meja, dan jeritan Aira. Juga orang-orang yang ikut menonton.
"Sudah!! Sudah! Hentikan kalian berdua!" jerit Aira sambil menarik bahu Michael dari belakang, yang tidak berhasil karena badannya berat sekali. Aira jadi kelelahan. Syukurlah dia dibantu seorang pelanggan laki-laki yang menengahi mereka. Dia menarik Enrico menjauhi Michael, sambil ikut mengomel.
"Kalau berantem jangan di dalam kafe dong! Ganggu 'tau! Berantem tuh di luar!" katanya panjang lebar lalu menunjuk ke arah Aira. "Tuh kasihan kakaknya' yang kerja di sini. Mesti beberes gelas-gelas yang pecah!"
Mereka berdua seperti mendadak tersadar dan berdiam diri dengan nafas agak tersengal-sengal. Michael duduk di kursi dengan mata terpejam sambil menenangkan dirinya. Sementara Enrico jadi merasa tidak enak karena baru menyadari dirinya jadi pusat perhatian orang lain. Dan tambah tidak enak lagi setelah melihat beberapa piring, gelas yang pecah karena mejanya tertabrak oleh mereka.
"Maafkan aku, Aira!" katanya dengan wajah memelas.
Bajunya lusuh, badan dan pipinya terasa nyeri karena pukulan dan tendangan Michael. Begitu juga lawannya yang sedang duduk di kursi. Malah tangan Michael sedikit berdarah, mungkin tergores pinggiran kursi yang tajam.
"Biar aku membantu membereskan barang-barang di sini!" Enrico menatap Aira dengan pandangan mata memohon. Dia bangkit berdiri dan menatap barang-barang yang berantakan karena ulahnya. Merasa menyesal lagi karena kemampuan mengontrol dirinya yang jelek.
Bah! Nasi sudah jadi bubur baru menyesal! pikir Aira kesal. Dia baru tahu lagi kalau Enrico yang sekarang sungguh amat labil.
"Yang ada malah tambah kacau!" sindir Michael dengan nada sarkasme.
"Sudah...sudah!!" seru Aira jengkel, berusaha menengahi sebelum keduanya bertengkar lagi. "Enrico, kamu pulang saja! Aku nggak mau nanti malah tambah berantakan!!"
"Tapi, Aira....."
"Nggak ada tapi-tapian......! Aku di sini kerja, Enrico, jangan ganggu aku!" bentak Aira dengan nada semakin tinggi. Dia mengambil sapu dan pengki dan berusaha tidak mempedulikan pelanggan-pelanggan yang masih penasaran dengan apa yang terjadi.
Betul-betul keterlaluan mereka itu!
Aira mulai membersihkan barang pecah belah di lantai sambil mendengus kesal.
"Maaf Aira! Kalau ada kerugian yang mesti diganti, kabari aku saja ya...."
Enrico menuliskan nomor teleponnya di selembar kertas, lalu mengangsurkannya ke Aira. Namun Aira tidak mengacuhkannya, maka dia hanya menaruh di atas meja. Kertas dengan nomor teleponnya itu. Dia berjalan ke arah pintu sambil beradu pandang lagi dengan Michael. Mereka hanya saling menatap dengan jengkel, sebelum Enrico mendengus kesal, membuka pintu kafe dan keluar dari sana.
"Biar aku aja, Aira! Aku yang salah!" kata Michael sambil berdiri, namun sedikit mendesis kesakitan memegang tangan kirinya.
Aira menghampiri Michael dengan khawatir dan melihat luka di lengannya. "Aku ambilkan obat merah dan perban ya....Untung ada kotak P3K di belakang." Katanya sambil masuk ke dapur sebentar dan keluar lagi dengan kotak obat yang dimaksudkan.
Michael duduk dengan tenang sembari tangannya diobati oleh Aira dengan obat merah. Aira jadi agak grogi karena merasa dirinya berjarak sangat dekat dengan Michael. Ditambah Michael hanya berdiam diri dan menatapnya dengan intens. Bukan Michael dulu yang sering menggodanya dan suka melontarkan guyonannya.
Michael yang sekarang sangat cool.
Aira mengambil sedikit salep sambil mengoleskannya pada bagian pipi dan bawah mata Michael yang sedikit lebam. Jarinya menyentuh setiap bagian wajah Michael yang sedikit merah kebiruan. Namun tiba-tiba tangannya dipegang Michael....cukup lama.
Aira memandang Michael dengan bingung sambil jantungnya berdegup semakin kencang. Dari jarak dekat begini, Aira seperti semakin masuk ke dalam bola mata Michael yang berwarna hitam kecoklatan. Mata itu seperti menyerapnya semakin dalam. Hingga Aira jadi tersadar kembali dan melepaskan tangannya.
Aira menunduk malu dan membereskan obat-obatan di kotak. "Jangan memegangku seperti itu....Nanti pacarmu marah..." katanya berusaha menetralkan suasana.
"Pacarku?" Michael malah bertanya balik, lalu hening sejenak. "Kamu cemburu?"
Aira terhenyak kaget, namun dia cepat menggelengkan kepalanya. "Nggak......" katanya berbohong, walaupun mukanya bersemu merah. "Aku nggak cemburu."
Michael hanya terdiam, suasana hatinya tak bisa ditebak dari wajahnya. Namun tiba-tiba suara handphonenya berdering dan Michael mengangkat telepon untuknya.
"Ya? ......Oh ya.....kamu di sana?" katanya lalu mendengarkan. Ada suara perempuan jauh di seberang sana yang Aira juga bisa ikut mendengarnya.
"................ Nanti siang kakak jemput ya, kamu tunggu aja. Jangan ke mana-mana!"
Dia mematikan telepon dengan wajah datar. "Ini dari dia, nanti aku pulang agak cepat ya Aira! Sebentar lagi kan Nona datang...."
Michael menatap keadaan sekelilingnya dan mendadak tersadar , "Oh iya, tentu saja aku harus membereskan ini dulu."
Aira hanya mengangguk dengan gugup, dadanya serasa panas terbakar. Namun cepat-cepat dia berjalan ke belakang dapur sebelum air matanya merebak. Nyeri hati di dadanya serasa mencekik lehernya. Dan dia juga kesal kenapa hobinya sekarang adalah membohongi dirinya sendiri. Membohongi semua orang kalau dia baik-baik saja.
Kamu maunya apa sih, Aira?! katanya marah pada dirinya sendiri dalam cermin yang ditatapnya. Lupakanlah Michael...dia hanya menyakitimu! Tapi.....Tapi.....
Aku nggak bisa, makin berusaha melupakan. Aku makin sakit.
Setiap tetesan air mata yang jatuh mengingatkan padanya, tiap kenangan yang ada mengarah padanya, dan bagaimana aku bisa makan, minum bila lidahku pun menjadi asam dan tawar. Pahit semua yang kurasa sehingga semua makanan itu terasa hambar.
Arghhhhh.....kesal!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan Tiga Bersaudara (OnGoing)
RomanceNovel ini terbagi menjadi 3 bagian, si sulung Aira, anak ke dua Maura dan si bungsu Ariel. Kisah ini tentang perjuangan kakak beradik setelah ditinggal ayahnya pergi menikah dengan wanita lain. Kehidupan romansa, fitnah dan perjalanan mereka mencari...