[7.] Satu Hal Ganjil

168 38 0
                                    

Welcome and thank you for joining me to the new story About Us.

Don't forget to tap the star (⭐) before or after you read this chapter.

Now let's start!

“Jungwoo, kamu nggak bosen apa ngerjain tugas mulu depan laptop? Nggak pusing?” tanyamu, di taman dengan fasilitas meja dan wifi gratis dengan kecepatan luar biasa, tidak mungkin aku sia-siakan. Aku tersenyum, lantas menghadapmu yang menidurkan kepalamu di atas meja.

“Capek. Tapi lebih cepat lebih baik kan, banyak waktu yang bisa aku habiskan buat santai nantinya. Ngeluh boleh, tapi jangan banyak-banyak, semuanya pasti balik ke kamu lagi kok. Usaha kamu, pasti kebayar.”

Kamu mendengus pelan, lantas melepas kacamata yang kamu pakai dan duduk tegap menghadapku. Aku tetap menatapmu, menunggumu untuk bicara padaku. Tapi bukan ucapan, melainkan uluran tangan yang menyuruhku mendekat padamu.

Tanpa bertanya aku mendekat, dan kacamatamu pun beralih untuk bertengger di telingaku.

“Pakai aja. Kamu lebih butuh, itu bisa ngurangin radiasi layar laptop ke mata.” aku rasa setiap didekatmu senyumku akan terus mengembang. Seperti sekarang yang entah sudah berapa lama ekspresi bahagiaku bersemayam di wajahku.

“Makasih,” ucapku. Kamu mengangguk dan kembali meletakkan kepalamu di atas meja. Matamu terpejam beberapa saat lalu kembali terbuka, menguap hampir setiap menit. Matamu sampai berair, dan aku tak tega.

“Ayo pulang. Kamu ngantuk banget, tugas aku tinggal dikit kok.”

Kamu seketika menggumam dan duduk tegap, menatapku dengan pandangan sayu. “Ya kalau tinggal dikit selesaiin aja. Kayak kata kamu, biar waktu santainya sama aku banyak.”

“Sama kamu? Emang aku bilang gitu?”

“Ih, udah selesaiin aja. Nanti kamu ikut aku dulu soalnya. Oke, nanti kalau udah selesai bangunin.”

Ya, aku menurut saja. Toh, melihatmu terlelap adalah hobi baruku saat ini. Wajah tenang yang indah.

“Kita ke mana?”

Kamu menjawab dengan senyuman, “Jemput Zia! Hehe, suka nggak? Kakak ada rapat katanya.”

Aku tergelak, lantas mengangguk beberapa kali. Menyakinkan bahwa aku suka, dan bus pun telah berhenti di sekitar tempat yang katamu adalah tempat penitipannya Zia. Si gadis mungil yang cantik.

“Kamu mau tunggu sini aja apa ikut masuk? Aku mau jemput langsung soalnya,” tawaranmu aku balas dengan gelengan. Lalu kamu pun masuk tanpa aku yang lebih memilih menunggu di ruang tunggu.

Hingga satu siluet gadis yang rasanya aku kenal mendekat, dan ketika lambaian serta senyuman yang dia patri tertangkap mataku, aku menyerukan namanya.

“Apa kabar?”

“Baik.” dia duduk disampingku, dan kami berbincang cukup lama.

“Yuta gimana?” tanyaku padanya. Lantas dia mengangguk.

“Yaa.. baik. Kayaknya kamu harusnya yang lebih tahu dia gimana. Sering kumpul bareng kan?”

“Haha, engga sih. Kalau sama aku udah jarang. Aku tanya kamu soalnya kamu sama dia kan, serumah. Terus kamu di sini ngapain?”

“Lamar kerja. Dan kamu tahu apa? Aku diterima! Haha. Ini aku mau ambil baju buat besok, kamu ngapain juga di sini?”

Pertanyaannya membuatku ragu untuk menjawab, tapi tak begitu aneh juga bukan? “Jemput adik.” dia hanya mengangguk dan menggumam sebelum segera berdiri dan tersenyum canggung.

“Oh, maaf ya Woo. Aku mau ambil bajunya, lupa kalau Yuta mau pulang cepet hari ini. Daah! Kapan-kapan ngobrol lagi!”

Dengan anggukan aku membiarkannya pergi masuk ke salah satu ruangan, dan ketika mataku bergulir ke arah berlawanan, aku melihatmu berdiri dengan Zia di sampingmu yang tengah berusaha memanggil namamu yang sayangnya tak kamu gubris.

Hingga aku pun menghampiri dan jentikan jari tepat di wajahmu membuatmu tersentak. “Ngelamun apa? Zia panggilin kamu dari tadi loh,”

“Oh, enggak. Gapapa. Ayo pulang.”

Untuk pertama kalinya, aku rasa.. kamu mulai menyembunyikan sesuatu dariku.

---

To be continued.

Saturday, 21 november 2020

regard, Day
28 december 2020

[3] Asphyxia • K. JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang