[8.] Aku Yang Tak Mengerti, Atau Kamu Yang Tak Jujur?

180 36 0
                                    

Welcome and thank you for joining me to the new story About Us.

Don't forget to tap the star (⭐) before or after you read this chapter.

Now let's start!

Hari ini, kita bahkan tak bertemu. Padahal biasanya, kamu yang selalu datang lebih awal untuk kita bisa pergi bersama ke Kantin. Tapi sekarang, aku bahkan belum sempat melihatmu sejak aku datang ke Kampus.

Namun akhirnya, ketika pulang sudah tiba aku menemukanmu di Halte tengah bersandar pada tiang dengan pandangan lurus ke jalanan. Entah kenapa, sorot cerah yang biasa kamu pancarkan, menghilang.

“Y/n?”

Senyummu mengembang, “Oh, Jungwoo. Hai, nunggu bus ya? Kalau aku nunggu si Pria Tua. Duduk sini Woo.” namun hanya bertahan sepersekian menit, wajah tanpa ekspresimu itu pun kembali hadir. Meskipun nada bicaramu terkesan layaknya biasanya, tapi aku tahu itu hanya kamu buat-buat.

“Y/n,” kamu menjawab dengan gumaman pelan, helaan napasku mengudara sebelum dengan satu tarikan napas aku bertanya, “Kamu nggak lagi sakit kan?”

Pandangan dengan mimik wajah yang seolah terkesan itu membuatku gugup entah kenapa. Senyuman miring serta suara dengusan napasmu yang terdengar, tak membuatku paham apa yang terjadi.

Dan kamu menggeleng. “Lalu?” sahutku.

Senyuman tipis terpatri, aku menatapmu dengan perasaan was-was. Aku khawatir.

“Ngantuk.”

Hanya itu jawabanmu. Yang sayangnya, tak membuatku puas lantas percaya. Tapi aku bukan siapa-siapa yang bisa menanyakan hal sebegitu jauhnya jika kamu bahkan tak mengizinkan aku masuk lebih dalam di lingkungan hidupmu.

Aku hanya orang baru yang hadir, dan tak seharusnya aku ingin tahu lebih jauh tentangmu kecuali kamu sendiri yang bercerita. Aku tak mau menjadi bebanmu ketika aku memaksamu untuk bercerita.

Hanya cukup ada. Aku rasa lebih dari cukup.

“Awas aja kalau ternyata sakit. Nggak aku bolehin masuk kuliah terus ketemu aku nanti.” agak kekanakan mungkin, tapi aku bersyukur senyummu kembali hadir. Gelakan tawa ringanmu membuatku menoleh.

Senyum kecilku mengembang melihatmu yang masih tertawa dengan girangnya. Hingga air mata pun meluruh ke pipi, yang kemudian isakanmu terdengar.

Mataku membola, melihatmu justru tiba-tiba menangis dengan tanganmu yang tengah menghapus bulir-bulir yang jatuh dari mata.

“Hiks, Jungwoo. Jangan gitu, sendirian itu nggak enak. Aku nggak suka, hiks.” isakan tangis itu membuatku secara reflek membawamu dalam dekapanku. Berniat untuk meredakan apa yang menyebabkanmu seperti ini. Apa salahku.. atau ah, aku tidak mengerti.

Isakanmu yang masih terdengar tak mampu membuatku berpikir jernih. Hanya mampu menepuk punggungmu pelan, dengan sahutan yang aku buat selembut mungkin untuk masuk ke dalam gendang telingamu. Napasmu tersendat di setiap isakan yang berusaha kamu tahan.

Cukup membuatku sakit.

Yang sayangnya, tak bisa aku ungkapkan dengan pertanyaan ‘mengapa?’. Aku takut itu akan membuat tangismu kembali. “Sstt.. i'm here. Kamu nggak akan aku tinggal. Aku cuma bercanda, kamu bisa temuin aku kapanpun, aku selalu sambut kamu sama pelukan hangatku. Udah ya...”

Jujur, aku ingin tahu. Semuanya. Hidupmu sebelum dan setelah aku datang, bagaimana perasaanmu ketika itu. Namun sekali lagi, untuk saat ini kurasa selalu ada didekatmu itu yang utama.

“Maaf Jungwoo.”

Aku tersenyum, mengusap lembut rambutmu yang tergerai. “Ngga apa-apa, aku nggak bakal tanya kamu kenapa. Kalau emang kamu belum mau bicara.”

No, i meani'm sorry, Jungwoo.”

Alisku bertaut tak paham. Apa maksudmu? Haruskah permintaan maafmu harus diulang dua kali hanya karena menangis tiba-tiba di depanku? Kenapa?

“Kamu harus pulang Jungwoo. Busnya udah datang.”

Senyum paksaanmu yang terukir, membuat hatiku tak nyaman.

Aku yang tak mengerti, atau kamu yang tak jujur? Tolong jangan jadikan aku yang takut kamu pergi.

Jangan.

---

To be continued.

Thursday, 10 december 2020

—regard, Day
29 december 2020

[3] Asphyxia • K. JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang