[5.] Kita Sama, Atau Hanya Aku?

193 43 0
                                    

Welcome and thank you for joining me to the new story About Us.

Don't forget to tap the star (⭐) before or after you read this chapter.

Now let's start!

“Kenapa aku dipanggil om ya? Harusnya kan, kakak sama kayak kamu.” aku agak tak terima terus terang saja, dia bisa dipanggil kakak sedangkan aku om. Aku.. terlihat tua.

Kamu terkekeh ringan, Zia ada di gendonganmu. Telah tertidur dengan lelapnya dengan tangan yang memeluk pinggangmu dan bersandar dengan nyamannya di dadamu. Sungguh pemandangan yang lucu.

“Terlanjur Woo, hehe,” ungkapmu dengan ekspresi canda. Ah, sudahkah aku bilang bahwa senyummu itu sangat adiktif?

“Omong-omong, rumahmu di cluster apa?”

Aku menggumam sekilas, “Cluster Wood Land.”

Wajahmu terlihat sedikit murung, sepertinya jawabanku tak seperti apa yang kamu harapkan. “Yah, aku cluster Green Hill. Jauh banget Woo, dari aku.”

Setelahnya aku mendengar kak Johnny mendecak, “Kalau jauh juga kenapa? Ketahuan mau sering main ke rumahnya ya kamu? Ganjen.”

“Ih, nggak gitu Pria Tua! Kalau pun iya, kamu ngebolehin kan Woo? Dan itu bukan berarti aku ganjen kan Woo? Ayo jawab!”

“Dih, maksa banget suruh jawab.”

“Pria Tua, udah ya. Nyupir aja sana”

Kak Johhny terlihat mengejek dari spion atas, yang tentu berhasil membuatmu kesal bukan main. Lucu sekali, aku jadi kembali berpikir, apa iya kalian baru bertemu baru-baru ini? Bagiku, kalian bahkan seperti tak pernah berpisah begitu lama.

“Jungwoo, kamu blok apa?”

“Oh, blok WV nomor 5,” jelasku pada kak Johnny yang bertanya. Dia mengangguk dan tak lama rumahku pun sudah terlihat.

Mobil terhenti tepat di depan latar rumah, lantas kamu berseru, “Wah, bagus juga di sini. Mau pindah boleh nggak?”

“Kalau mau pindah, bayar sendiri. Tuh kan, ketahuan emang kamu mah, naksir Jungwoo. Pengen deket-deket terus.”

Plak!

“Yah Kak! Jangan kenceng-kenceng dong, nanti Jungwoo jauhin aku karena malu ntar.”

Rasanya aku hendak melebur, tapi aku segera tertawa. “Engga bakal kok, lagian naksir kan manusiawi. Kita nggak bisa ngatur perasaan orang.”

Karena nyatanya, akupun begitu.

Kamu selama beberapa detik menatapku dengan tatapan kagum, keadaan dalam mobil menjadi hening seketika. Di tambah, Zia yang tak terusik sama sekali dengan semua kegiatanmu. Tetap nyenyak dalam tidurnya.

“Emang kamu tuh, lebih bijak dari si Pria Tua,” sarkasmu.

Kamu memang lucu.

“Bisa tolong jangan panggil kakakmu begitu? Aku masih cukup muda.” kak Johnny dengan rasa kesalnya yang tertahan tak mampu membuatmu menahan tawa.

“Yang penting aku masih lebih muda dari Kakak.”

Kak Johnny berdecak, lantas beliau tersenyum dan menghadapku. “Tolong jaga diri kalau ketemu adikku ya, jangan diambil hati kalau dia ngomong kasar ke kamu,” ungkapnya. Aku mengangguk dan tersenyum.

“Kalau gitu, makasih udah diantar kak Johnny. Aku masuk dulu, hati-hati di jalan.”

Kak Johnny mengangguk, kamu tersenyum lebar dan melambai padaku saat aku telah turun dan mobilmu mulai melaju. Namun, setelah beberapa meter menjauh dari pekarangan rumahku, mobilmu terhenti. Detik setelahnya aku melihatmu keluar dan berlari menghampiriku yang masih di depan rumah menatapmu bingung.

“Hah! Ya ampun, kayaknya aku harus olahraga. Capek banget lari segitu doang,” kamu terengah namun senyum lebarmu terpatri.

“Jungwoo,”

“Ya?”

“Minta nomormu!” senyum mengembang serta sorot mata berbinarmu membuatku tahu, bahwa kita memang diberikan kesempatan.

“Udah aku hubungin. Nanti simpan ya. Daah Jungwoo!”

Tapi.. apa kamu berpikir seperti yang aku pikirkan?

---

To be continued.

Tuesday, 17 november 2020

regard, Day
26 december 2020

[3] Asphyxia • K. JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang