[9.] Harapan Yang Tumbuh

166 40 0
                                    

Welcome and thank you for joining me to the new story About Us.

Don't forget to tap the star (⭐) before or after you read this chapter.

Now let's start!

Kak Johnny tak mungkin aku hubungi—karena menyimpan nomornya pun, tidak. Sedangkan kamu, tak pernah membalas pesanku.

Sudah tiga hari berlalu, kamu menghilang. Lenyap dari hidupku. Ketika aku bahkan telah mengerti apa yang aku rasakan padamu. Kamu memilih pergi tanpa ucapan selamat tinggal.

Saat hujan deras terakhir kalinya aku bersamamu, menjadi satu peristiwa menyenangkan yang bisa kita lalui bersama juga awal mula kita berpisah dengan cara menyebalkan seperti ini. Aku tak suka.

Meskipun seberapa sering dan rajinnya aku berkunjung ke rumahmu atau tempat penitipan anak yanh biasa Zia dititipkan pun, kamu tidak ada. Kak Johnny, aku bahkan tidak tahu banyak tentang dia. Aku tidak punya kesempatan untuk tahu di mana kakimu sekarang berpijak.

Aku kehilangan kamu.

Helaanku terdengar putus asa. Kembali pulang adalah hal yang aku lakukan saat ini. Sia-sia. Berkali-kali pun aku tahu kamu tak akan datang, aku tetap menunggu. Aku merindukanmu.

Sangat.. merindukanmu.

Informasi dari Kampus tidak membantu. Sudah enam bulan berlalu, dan kamu tak kunjung menampakkan bayangmu di mataku. Seperti tak pernah ada, harapanku semakin lama semakin layu.

Aku lelah.


Rasanya nggak adil. Kamu yang buat kita ketemu tapi kamu juga yang buat kita menjauh.

Hingga sampai pada ujung semesterku. Tugas akhir sedikitnya mengalihkan pikiranku akan terus mencarimu dan mengharapkan segala kemungkinan yang ada untuk kamu yang tiba-tiba datang dan menyapa dengan senyummu yang indah.

Ah, memikirkannya saja membuatku gila. Aku tersenyum miris, menyebalkan rasanya ketika tahu bahwa perlahan kejiwaanmu mulai terenggut karena satu orang perempuan yang nyatanya tak pernah bisa lepas dari otak dan hatimu.

Aku.. sudah lama terikat sebegitu kuat.

Aku harap kamu segera datang.























Dan ketika itu akhirnya kabar pun datang. Bukan darimu, melainkan dari seseorang yang begitu aku kenal.

“Surat buat kamu, udah lumayan lama sih, kita nggak pernah ketemu makanya telat, maaf ya? Dia nggak cerita gimana bisa kalian kenal, tapi surat itu aku dapat di alamat rumah baru aku sama Yuta.”

Setelah sebelumnya terkejut akan siapa yang mengirimiku sepucuk surat, sekarang berganti aku yang menatap gadis di depanku ini tak percaya. “Kalian udah nikah? Kok tinggal bareng? Jadi udah nggak sama orang tuanya lagi?!”

Gadis di depanku itu memutar bola matanya malas, lalu menggeleng. “Bukan nikah, cuma kamu tahu Yuta sendiri gimana. Dan kamu orang pertama yang tahu ini. Lalu.. untuk cewek itu, kamu jangan pernah bahas di depan Yuta ya? Dia sensitif.”

Aku tak bertanya kenapa, karena ada hal yang lebih ingin aku ketahui dibanding alasan dari temanku Yuta. “Gimana bisa dia tahu kamu, Ahn?”

Helaannya mengudara, “Ceritanya panjang. Aku nggak bakal cerita di sini, karena Yuta mungkin cari aku sekarang. Kapan-kapan ya, Jungwoo, aku mau nemuin Yuta. Kayaknya dia udah jemput.”

Aku hanya mengangguk paham dan mengucapkan terima kasih. Gadis itu kembali masuk ke arah gedung kerjanya, dan aku tetap terdiam di bangku Halte yang kosong. Jantungku berdebar cepat, melihat bahwa ada tulisan tanganmu di atas kertas yang tengah aku pegang ini. Yang artinya, perasaanmu pun ikut terdampar di setiap rangkain kata yang nantinya aku baca.

Hari itu, tepat ketika semua perjalanan akademikku hampir usai, kamu hadir membawa kabar. Yang aku selalu harapnya akan baik. Dan kita mungkin, diberikan kesempatan untuk memulainya lagi dari awal.

Aku membuka perlahan amplop cokelat susu dan mengeluarkan secarik kertas putih bergaris di dalamnya. Aku membacanya perlahan, dengan senyum yang semakin lama semakin terkembang apik ketika membaca satu demi satu kata yang tercantum rapi di sana.

Kamu bilang,

Hai, apa kabar?

---

To be continued.

Saturday, 12 december 2020

(+) besok adalah akhir, jadi sampai jumpa untuk last chapternya besok ya! <3

regard, Day
30 december 2020

[3] Asphyxia • K. JungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang