Prolog

860 159 53
                                    

Bismillah...
Semoga kalian suka ya....

Dua jam telah berlalu pasca peristiwa yang nyaris saja merenggut nyawa remaja laki - laki berusia lima belas tahun. Walaupun terlihat jauh lebih tenang, tetapi tatapan matanya yang kosong bersamaan dengan air mata yang terus mengaliri wajahnya mampu menunjukkan seberapa besar kejadian tersebut membuat putra dari Delta dan Shani itu terguncang.

Secara kasat mata, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi fisik Lingga. Hanya terdapat lecet di beberapa bagian tangan dan kakinya serta sedikit robek di area pelipisnya, walaupun mobil yang dikendarainya cukup ringsek karena menubruk sebuah pohon besar. Lingga juga tak kehilangan kesadarannya sama sekali. Bahkan ia masih sempat meminta bantuan warga untuk menyelamatkan seseorang di dalam mobilnya yang tak mampu langsung ke luar dari dalam mobil karena terhimpit badan mobil yang ringsek di bagian kiri karena benturan yang memang cukup keras.

Sebagai seorang ibu yang pernah kehilangan anak akibat kecelakaan, Shani tentu dilanda kekhawatiran luar biasa. Pikirannya sempat kalut saat sang suami yang notabene-nya seorang dokter memberi kabar jika putra mereka yang mereka kira akan meginap di rumah Oma dan Opanya justru berada di Rumah Sakit karena sebuah kecelakaan mobil. Tanpa berpikir panjang, Shani pun bergegas menuju Rumah Sakit milik keluarganya sekaligus tempat sang putra mendapatkan perawatan medis.

Bersyukur, kondisi Lingga terlihat baik - baik saja. Terlebih saat sang putra sudah dipindahkan ke dalam kamar perawatan. Tinggal menunggu pemeriksaan dalam saja untuk memastikan bahwa Lingga benar - benar tak mendapat luka dalam yang bisa berakibat fatal ke depannya.

Namun nyatanya, ketenangan tak bertahan lama singgah pada benak wanita yang masih tetap canti di usianya yang tak lagi muda itu. Keengganan sang putra untuk berbicara membuat dirinya kembali diliputi kekhawatiran. Secara fisik Lingga memang dapat dikatakan baik - baik saja, tetapi tidak dengan kondisi mentalnya yang menunjukkan trauma mendalam.

"Sayang, tidur ya?" bujuk Shani sambil mengusap rambut sang putra yang terlihat berantakan. "Kamu butuh istirahat loh, biar kondisi kamu cepat pulih."

Masih enggan untuk merespon dengan kata - katanya. Lingga hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban atas ucapan sang bunda yang terlihat begitu khawatir terhadapnya.

Shani menghela napas panjang. Ia kemudian menarik kursi dan meletakannya persis di hadapan Lingga yang juga sedang duduk di pinggiran brankar. Jangankan untuk terlelap, Lingga bahkan enggan untuk sekedar meluruskan kakinya.

"Bun...." Setelah terdiam cukup lama, akhirnya suara Lingga dapat kembali terdengar.

Shani yang sedang menggenggam tangan sang putra sambil memandangi luka - luka di lengan sang anak kemudian mendongak. Wanita yang telah melahirkan Lingga lima belas tahun lalu itu tampak tersenyum tipis saat tatapan sang anak tertuju pada matanya.

"Ya, Sayang?" sahut Shani sambil membelai wajah Lingga. "Ada yang sakit lagi? Bunda panggilin dokter ya, Nak?" ucapnya langsung beranjak dari tempat duduknya. Tangannya sudah bersiap menekan tombol nurse call bell, tetapi terhenti karena lengannya ditarik oleh sang putra.

"Kenapa, Nak?" tanya Shani lengkap dengan kekhawatirannya. Salah satu tangannya menarik tangan Lingga yang mencengkeram erat lengan tangannya. Kedua tangan Shani kemudian merangkum wajah sang anak yang masih terlihat pucat.

"Jangan panggil dokter, Bun. Lingga nggak apa - apa," ujar Lingga bersuara pelan.

Shani terdiam sejenak. Tak ingin kondisi mental Lingga semakin memburuk karena sebuah paksaan, Shani memilih mengangguk pelan. Berusaha menuruti keinginan anaknya dan membiarkan anaknya melanjutkan ucapannya. Shani yakin, pasti ada yang ingin disampaikan oleh putranya.

Kawin GantungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang