BAB 6~ wajah Jesi hancur

62 10 0
                                    

Aku tidak mampir kemana - mana, perasaanku sedang tidak tenang sekarang ini. Yang paling kupikirkan adalah Jason. Aku membuka beranda tiktok dan sebagian besar konten yang muncul adalah foto kami, fotoku dan Jason. Berbagai macam komentar kubaca dengan sabar. Sebagian besar isinya POTEK, MUNDUR, dan segala macam kata kekecewaan lainnya. Sedihnya aku ketika membaca kalimat - kalimat kebencian untukku, walaupun tidak banyak tapi kalimatnya sungguh jahat. "Ih masaiya ceweknya Jason? Kok pendek dekil gitu." "Aku sih lebih suka Jason sama si ***." banyak juga yang membanding - bandingkanku dengan seleb tiktok yang membuatku langsung mengecek akun gadis itu, memang cantik sih.

Sampai jam 6 sore belum ada kabar apa pun dari Jason. Ingin sekali aku menghubunginya duluan tapi aku terlalu gengsi untuk memulai. Harusnya dia duluan lah dia kan cowok! Setiap menit aku mengecek handphone dengan harap - harap cemas, sungguh menyebalkan!

Sudah tidak tahan lagi, aku tidak bisa hanya diam saja menunggu kabar dari orang yang tidak peka. Kuputuskan untuk menelepon Jason. Telepon pertama tidak ada respon darinya. Telepon kedua akhirnya diangkat juga.

"Iya Jes?" Jason yang entah dimana tempatnya dia menerima telepon menjawab dengan nada biasa saja. Berbeda dengan perasaanku yang sangat khawatir dan menggebu - gebu ingin mendengar kabar darinya.

"Santai banget, heboh tuh di tiktok." kubalas dengan jutek.

"Hahaha... Udah biasa kali Jes yang begituan, jangan diambil hati." jawabnya.

"Dari tadi kemana aja, kok nggak ngabarin?" tanyaku dengan nada yang sangat kesal.

"Kamu siapaku kok minta dikabarin?" satu kalimat dari mulut Jason sukses membuatku ingin menampar pipinya. Nadanya sangat serius, tidak dibubuhi tawa berarti dia serius.

"Hmm... Okei." sudah cukup kecewaku hari ini, lebih baik kumatikan teleponnya sebelum Jason menyakitiku lebih lagi. Kalau dipikir - pikir memang aku bukan siapa - siapanya Jason, tapi kenapa aku marah?

Dengan bodohnya aku sekali lagi berfikir bahwa Jason mengirimiku pesan dan bilang bahwa tadi itu hanya bercanda, nyatanya tidak ada. Ada apa denganku? Kenapa aku terlalu percaya diri menganggap Jason menempatkanku pada ruang spesial di hatinya setelah hal - hal manis yang ia lakukan.

Masih terpuruk dengan keadaan, di dalam kamarku yang rasanya sangat panas walaupun kipas angin sudah kunyalakan. Kupandangi motif polkadot selimutku yang membuatku semakin pusing. Kualihkan pandanganku pada, entahlah aku seperti hanya melihat wajah Jason dimanapun pandanganku ku arahkan.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Sebentar kubayangkan bahwa itu Jason, namun langsung aku menyangkalnya karna jelas bukan Jason. Dengan malas aku membukanya. Seorang laki - laki yang membelakangi pintu namun sudah bisa kutebak dari postur tubuhnya.

"Hai ko," Kusapa Ko Evan. Walaupun aku sedang marah, tapi aku tahu betul siapa yang layak kumarahi, dan itu Jason bukan Ko Evan.

"Hai, boleh masuk nggak?" tanya Ko Evan. Menyadari perubahan wajahku yang seketika tersenyum miring dan mengerutkan dahi, Ko Evan melanjutkan pembicaraannya. "Soalnya aku takut ada paparazzi." masuk akal juga alasannya. Baiklah kupersilahkan Ko Evan masuk ke kamarku dan kupersilahkan ia duduk di kursi yang biasa kugunakan untuk duduk saat merias diri, lalu aku duduk di ranjangku.

"Aku tahu kamu lagi sedih, omongan Jason jangan dimasukin hati ya." kalimat pembelaan standar yang tidak bisa memuaskan kekesalanku. "Tadi tuh ada Clara, mantannya Jason, dan ternyata mereka udah balikan dari sebulan yang lalu."

Aku menyipitkan mata, "Ko Evan baru tahu?"

Ko Evan menganggukan kepala, "Kalau tahu Jason udah punya pacar nggak mungkin aku nggak bilang ke kamu."

Masuk akal. Ko Evan yang tahu aku sempat dan mungkin masih menyukai Jason tidak mungkin membiarkanku memupuk rasa lagi ketika Jason sudah punya pacar.

"Aku tahu pasti kamu masih suka sama Jason," karena terlalu muak mendengar nama Jason Jason dan Jason lagi akhirnya kupotong kalimat Ko Evan.

"Udahlah ko nggak usah dibahas, lagi pula itu cuma masa lalu. Sekarang aku nggak ada rasa sama Jason." kataku.

"Beneran?"

"Hmm..."

"Terus kenapa murung?" FIX KO EVAN PERAMAL!

"Siapa sih yang murung, aku cuma capek aja ko, ngantuk." alibiku.

"Yaudah deh biar nggak sedih aku punya sesuatu buat kamu. Tapi tutup mata dulu." kata Ko Evan.

Dengan sangat malas aku menurutinya, kututup mataku. Samar - samar aku melihatnya membuka jaket. Jelas ada sesuatu yang mendekat di wajahku, tapi entah apa itu. "Udah belum?" karena mulai gelisah aku menanyainya. Tapi dia hanya menjawab, "Sabar."

"Udah, buka mata coba."

Pandanganku masih buram, semenit berikutnya aku melihat Ko Evan menyodorkan sebuah botol didepan wajahku. Aku membaca tulisan yang ada di botol itu. "Ini tuh serum wajah," kata Ko Evan menjelaskan.

"Kenapa gitu ngasih serum?"

"Aku ngerti pasti kamu lagi insecure baca komentar - komentar di tiktok. Semoga serum ini bisa bikin kamu nggak insecure lagi ya." Ko Evan menjelaskan maksudnya.

Aku mengambil botol serum pencerah wajah dari tangan Ko Evan. Dengan mood yang mulai membaik aku tersenyum. "Makasih ya, ko. Baik banget sih!"

"Emang kalau jadi temen cewek Jason pasti dihujat ya?" tanyaku.

"Mmm... Biasanya sih pasti ada aja yang ngehujat. Udah jangan dipikirin. Mending kamu deket sama aku aja." Ko Evan pasti sedang menggodaku.

"Apaan sih ko bisa aja."

"Bisa?"

Aku melongo. "Hah?" aku tidak paham maksud Ko Evan.

"Bisa nggak pakai serumnya?" mendengarnya membuatku menghela nafas panjang. Aku kira apa.

"Ohh... Bisa kok." Aku mengambil face toner dan kapas, mengaplikasikannya ke wajahku sebelum menggunakan serum pemberian Ko Evan. Cowok disebelahku hanya memandangiku membuatku salah tingkah.

Aku menengok dan cepat - cepat Ko Evan mengalihkan pandangannya. Aku tertawa kecil. "Yaudah deh kalau kamu udah tau cara pakainya aku mau pulang dulu ya, baybay." Ko Evan pamit pulang, ia cepat - cepat meninggalkan kamarku dan menutup pintu dengan mandiri. Aku tahu dia sedang salting.

***

Hari sabtu paling kelabu terlalui berganti minggu pagi yang dingin. Namun ada rasa panas di wajahku, hanya bagian wajahku. Sejujurnya aku terbangun karena ada sensasi panas dan gatal di wajahku, ini baru jam 3 pagi.

Satu jam berlalu, rasanya semakin gatal. Apakah ada semut di wajahku, aku sangat penasaran. Aku turun dari ranjang berjalan gontai menuju kaca riasku. Mataku terbelalak melihat ruam merah yang merata di wajahku, rasanya semakin gatal ketika aku melihatnya di kaca. Aku sangat terkejut, sedih, dan mengingat kembali apa yang menyebabkan ruam - ruam merah. Mungkinkah serum dari Ko Evan?

Gatalnya semakin mejadi, aku hanya bisa menangis kebingungan. Siapa yang bisa kumintai tolong di jam segini? Aku hanya bisa memikirkan Ko Evan dan Jason. Tapi Jason mungkin saja tidak peduli!

"Ko, tolong aku wajahku merah - merah gatel banget ini!"

Desember 13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang