BAB 10

34 5 0
                                    

Sudut Pandang ALEXANDER


Kuhela napas, merapatkan selimut ke seluruh tubuh. Sehari sudah berlalu dan masih saja terngiang di benakku ciuman Travis kemarin. Sky terus menerus menyerangku dengan berbagai pertanyaan tapi aku menolak untuk meladeninya.

Aku mendengus dengan geram saat dering ponsel berbunyi lagi untuk kesekian kalinya, di meja belajarku.

Bisa nggak sih dia berhenti menggangguku ?

Pikirku demikian sambil berguling-guling lagi diatas kasur, larut dalam kegelisahanku lagi. Dering ponsel menyala terus hingga beberapa saat hingga akhirnya berhenti. Sky akhirnya memutuskan untuk tidak menelponku lagi, akupun terlelap beberapa saat. Hingga mataku terbuka kembali karena suara gagang pintu yang sedang dibuka. Aku berusaha menutup mata lagi, pura-pura tidur, tidak ingin bicara dengan Chris. Dia pasti datang karena aku menolak panggilannya ke ponselku setelah kejadian itu.

"Alex?" suara Chris terdengar dari ruang tamu. Kutarik selimut hingga menutupi wajahku, mengabaikan panggilannya.

"Alex, aku masih bisa dengar kalau kamu belum tidur." kata Chris lagi saat gagang pintu kamarku mulai terputar penuh dan pintunya pun terbuka.

"Alex, ayolah. Apa-apaan ini? Main petak umpet?" tawa Chris saat dia menarik selimut dari atas tubuhku yang sedang meringkuk. Aku menghadap membelakanginya sambil memeluk guling. Kudengar dia menghela napas panjang di belakangku, lalu kasur terasa sedikit menurun saat dia duduk sambil membelai rambutku.

"Bicara dong. Sky menelponku terus-terusan hari ini. Katanya kamu jadi aneh waktu kamu pulang dari rumahnya." kata Chris, menyampirkan poni dari dahiku ke samping. Bibirku mengerut saat teringat dengan Travis dan ciumannya kembali, tapi aku tetap tidak mau menjawab pertanyaan Chris.

Chris memilih untuk tidak menanyaiku lagi setelahnya, dia hanya ikutan terbaring di tempat tidur dan memelukku dari belakang. Inilah sebabnya aku menyukainya, dia nggak cerewet seperti orang normal kebanyakan dan selalu memberiku ruang untuk berpikir dan menenangkan diri.

Kami tetap pada posisi yang sama selama beberapa saat. Hingga aku mulai terisak pelan. Chris mengusap-usap punggungku dan membuat suara "cup cup cup" dengan pelan hingga membuatku merasa nyaman. Isakanku berubah menjadi sebuah seduan kecil. Kepala dan mataku juga mulai sakit karena menangis terlalu lama, kubenarkan posisi tidurku di bawah pelukan Chris, tubuhku terasa sedikit kaku karena berada di posisi ini terlalu lama.

"Kamu udah siap ngomong?" tanya Chris, masih mengusap-usap punggungku untuk menenangkanku. Kuanggukkan kepala sambil memutar badan dan berhadapan dengan raut wajahnya yang penuh kekhawatiran. Aku masih diam beberapa saat, membenamkan wajah di dadanya karena rasa malu.

"Semua gara-gara Travis.... Aku nggak tau gimana jelasinnya..." suaraku terdengar sedikit bergetar. Chris pasti menyadarinya juga karena dia langsung memelukku lebih dekat. Aku hampir mearasa bersalah karena tidak membalasnya dengan perasaan mendalam.

"Ngomong aja, aku nggak akan menyalahkanmu kok." Chris berusaha menyemangati, kutarik kepalaku dari dadanya dan menatap lurus kearahnya.

"Baiklah, jadi kemarin aku berencana mau mengakhiri permainanku sama dia, kamu tahu kan hal yang biasanya aku lakukan untuk mengakhiri permainan, dengan menciumnya dan meninggalkannya begitu saja. Tapi yang terjadi justru sebaliknya." kataku sambil menyentuh bahu Chris dengan bahuku. Rasanya aku nggak sanggup melanjutkan penjelasanku lagi. Aku cuma ingin dia memelukku dan mengatakan padaku bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Sebaliknya bagaimana?" tanyanya penasaran. Aku menggelengkan kepala sambil menghela napas panjang, pada akhirnya aku memang harus menjelaskan kepadanya.

Awas Si Kutu Buku (Terjemahan Nerd Alert)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang