7

2.4K 486 33
                                    

Lokasi kampus Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum tidak bisa dibilang dekat. Anak-anak Fakultas Ekonomi pun jarang ada yang repot-repot mampir ke Fakultas Hukum karena fasilitas di kampus mereka sendiri bisa dibilang sangat lengkap. Tapi mungkin ada kesempatan kalau mau mencoba bertemu dengan mahasiswa Fakultas Hukum dan membuat pertemuan itu agak tidak sengaja.

Perpustakaan Pusat. Tempatnya di samping Fakultas Hukum dan sangat mungkin didatangi semua mahasiswa. Kemungkinan bertemu pun ada. Tapi ya belum tentu juga. Bisa jadi orang yang satu ada di ujung kanan, orang lainnya di ujung kiri. Padahal sama-sama di Perpustakaan Pusat.

Namun rupanya Raleine tidak perlu repot-repot mengatur pertemuan tidak sengaja karena orang yang sejak lama dipikirkannya malah datang sendiri ke kampus abu-abu.

Raleine terdiam di depan ruangan BEM Fakultas ketika melihat siapa saja yang ada di situ. Maksud hatinya adalah menemui temannya untuk mengembalikan buku. Nyatanya, di Ruang BEM itu tidak hanya ada mahasiswa FE.

"Hai, Kak. Ketemu di sini," sapa Nathan dengan ramah. Di tangannya ada jaket kuning, jaket almamater kebanggaan mereka.

"Halo. Tumben main ke sini?" Raleine mengibaskan rambutnya seakan mengumpulkan rasa percaya dirinya.

"Mau rapat sama BEM FE," Nathan menunjuk teman-temannya yang semuanya penasaran melihat Nathan bicara dengan seorang perempuan cantik.

Raleine memandang teman-teman yang ditunjuk Nathan dan semuanya langsung salah tingkah. Raleine tersenyum dan mengangguk.

"Kak Raleine sendiri?"

"Mau balikin buku ke Joseph. Liat gak?"

"Oh Bang Joseph masih di kelas katanya. Bakal telat."

"Aku titip ke kamu boleh? Soalnya aku udah harus pulang sebenernya. Kamu bakal lama kan di sini? Joseph pasti bantu kajian juga kan?"

Nathan mengangguk, menerima buku yang disodorkan Raleine. "Iya, Bang Joseph bakal ikutan."

Joseph adalah mantan Kepala Departemen Kajian Strategis pada kepengurusan BEM tahun lalu, saat angkatan mereka belum fokus pada skripsi. Sekarang, meski semuanya mulai menyiapkan skripsi, tapi Joseph masih setia membantu para juniornya.

"Oke thanks Nat. Kalau gitu aku pulang dulu..."

Baik handphone Raleine maupun Nathan tiba-tiba bergetar. Nathan merogoh sakunya dan Raleine membalikan handphone di tangannya. Mata keduanya mendadak melebar melihat pesan yang dikirimkan. Dari Nira dan dari Gio.

"Dipta kecelakaan..." bisik Raleine tidak percaya.

"Meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit." Tambah Nathan yang juga ikut shock.

Mereka berpandangan. Nathan mengingat Dipta sebagai sosok yang ramah, pintar, berwibawa. Raleine ingat betapa adiknya sangat sayang pada pacarnya itu.

"Aku pulang. Pasti kami harus berangkat ke Bandung." Raleine langsung balik kanan dan segera berlari menuju mobilnya.

Nathan diam. Dia mungkin tidak perlu ikut ke Bandung karena secara teknis, dia tidak berhubungan langsung dengan Dipta. Walaupun dia sangat ingin menghibur Indira.

"Innalillahi," ujar Nathan kalut.

***

"Gimana ceritanya, Bu?" Nathan sampai di rumah dan langsung menemui ibunya. Bubu pasti tahu cerita kecelakaan Dipta. Nira dan Gio sudah berangkat ke Bandung tadi.

Bubu, panggilan Nira dan Nathan untuk ibu mereka, menghela napas. "Katanya di perempatan. Bagian dia memang lagi ijo, makanya dia maju. Tapi dari arah lain ada yang nerobos lampu merah. Dipta menghindar, taunya dari depan ada mobil dan... ketabrak."

Bubu tampak berat saat bercerita. Kecelakaannya begitu tragis dan pasti mengguncang perasaan orang yang mengenal Dipta. Mereka yang tidak terlalu akrab dengan Dipta dan hanya pernah bertemu beberapa kali, sangat terpukul dengan berita itu. Apa lagi keluarganya. Apa lagi Indira.

"Terus sekarang ada kabar apa lagi?"

"Tadi kakak bilang baru bakal dimakamkan besok pagi. Masih mau dibawa pulang dari rumah sakit. Dishalatin dan dilayat di rumahnya."

Bubu kemudian diam.

"Bubu sedih?" Nathan memegang tangan ibunya.

"Gak kebayang aja perasaan orang tuanya Dipta," ujar Bubu sambil memegang tangan Nathan. "Anak kebanggaan, kesayangan. Berangkat ke luar buat kuliah, dapet kabar berikutnya udah cuma nama."

Setetes air mata menetes di pipi Risa.

"Bubu takut aja kalau itu kejadian sama anak-anak Bubu," Risa tersenyum tipis menatap Nathan. "Jadi kamu hati-hati ya."

Risa mengelus rambut Nathan dan Nathan memeluk ibunya. "Iya, Bu."

Mereka berpelukan dalam diam sampai entah berapa lama.

"Padahal baru aku mau minta izin untuk ikut ke Bandung," Nathan bergumam.

"Besok kita minta Mang Udin yang antar. Kita berangkat dari subuh supaya bisa ikut makamin ya."

Nathan mengangguk.

***

Sedih :(

-Amy 

Seyakin Hati Memilih - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang