02

434 49 4
                                    

Dear Readers, Happy Reading 💕

Pov : Jisoo

Setelah bertemu sosok itu di ruang bayi. Aku mengalami demam tinggi. Jero bercerita kalau aku terus mengigau sambil berkata, 'di mana anakku?'

Aku tersadar keesokan harinya. Matahari belum terlalu tinggi. Cahaya remang menembus tirai menyinari Jero yang tertidur di sofa.

Aku melihat ranjang bayi sudah ada di sampingku. Betapa senangnya aku melihat bayiku di sana. Anak lelaki tampan, dengan hidung mancung sepertiku. Segera ku gendong dan ku timang anakku dengan perasaan bahagia.

"Anak gantengnya bunda sudah di sini. Kamu kemana saja nak? Bunda cari-cari kamu." Kataku.

Jero terbangun. Lalu melihatku terpaku.

"Jer, lihat anak kita. Ganteng sekali kayak kamu. Kita namai dia Yeji ya Jer. Yeji sayang~ itu ayah nak, panggil ayah. Ayah... Sini lihat aku."

Jero menghampiriku, kemudian dia memelukku dari belakang. Hangat sekali. Lalu terdengar suara dia menangis haru.

"Anak yang aku perjuangkan Jer, lihat wajah lucunya, bagaimana bisa aku korbankan dia demi kamu dan keluargamu? Lihat wajah lugu tak berdosa anak kita" Kataku pada Jero, mengenang betapa pahitnya perjalananku memperjuangkan Yeji dalam rahimku.

"Aku rela menanggung malu, aku rela menahan perasaanku akan sikap Mama. Tapi aku tidak akan sanggup jika harus kehilangan kamu dan Yeji." Kataku. Tak terasa aku pun mulai menangis.

"Aku sayang kamu Jisoo. Maafkan aku. Sekali lagi maafkan aku sudah menyakitimu." Kata Jero seraya mengecup keningku.

"Aku juga minta maaf Jer. Sudah kita jangan menangis. Nanti anak kita sedih lihat ayah bundanya. Lihat Jer, Yeji juga punya tanda lahir seperti kamu."

Kami bertiga berpelukan hangat pagi itu. Keluarga kecilku, semoga Tuhan beri keselamatan pada kami. Doaku dalam hati.

.
.
.
.

Siang hari, Dokter berkunjung. Aku menjalani pemeriksaan. Kemungkinan hari ini aku akan pulang. Aku harus menunggu sampai semua keperluan beres. Ku lihat Jero sibuk konsultasi dengan dokter sehingga dia belum sempat menggendong Yeji.

"Hari ini kamu boleh pulang, tapi nanti masih harus menjalani beberapa pemeriksaan. Tidak apa-apa kan?" Tanya Jero.

"Tidak apa Jer, Aku lebih baik di rumah. Lagi pula, Yeji bisa bertemu dengan Oma, Opa dan tantenya. Pasti mereka senang" Kataku.

Sebenarnya selama aku dirawat hanya Yeri~ adik iparku, yang menjenguk. Aku tak berani menanyakan kepada Jero mengapa Oma dan Opa nya Yeji tak datang.

Akhirnya pukul 07.00 malam aku baru meninggalkan Rumah Sakit. Jero berjalan di sampingku sambil membawa tas sedangkan aku menggendong Yeji. Saat melewati ruang bayi aku teringat kejadian malam itu.

Aku ingat bayi yang dibiarkan menangis sendirian. Ku dapati bayi yang sempat ku susui itu masih di sana sendirian. Akupun kesal terhadap para suster yang sama sekali tidak terlihat berjaga.

"Jer aku nggak mau dirawat di sini lagi. Pelayanannya jelek sekali. Masa suster jaga tak pernah kelihatan." gerutuku sambil terus berjalan.

Pelayanan RS ini buruk dan agak sulit mengurus administrasi kepulangan. Aku sempat melihat Jero berdebat dengan salah satu dokter. Sudah begitu RS ini baunya aneh.

Sepanjang lorong sampai pintu luar aku mencium bau yang aneh. Bau amis yang bercampur wangi bunga yang membuat mual. Tetapi Jero terlihat tak terganggu dengan bau itu.

Where Is My Baby? (Horror Short Story) || Jensoo  ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang