four

14 4 0
                                    

Biasanya, tempat bimbingan belajar itu diisi oleh orang-orang yang ambisius atas cita-citanya, seperti Shane. Namun, beberapa orang justru ikut bimbingan belajar hanya karena dipaksa orang tuanya. Rian adalah salah satu dari beberapa orang itu.

Rian berulang kali memberontak agar tidak didaftarkan ke bimbingan belajar mana pun. Rian yakin dirinya mampu belajar sendiri, tapi orang tuanya ragu.

Nilai Rian tidak pernah lebih dari 85, dan itu membuat Mama Papa tidak yakin Rian mampu masuk PTN jika hanya mengandalkan dirinya sendiri. Jadi, di sinilah Rian sekarang.

Dia masih ingat betapa kesalnya dia saat hari pertama masuk les. Dia bahkan cabut tiga hari berturut-turut, tapi ketahuan Mama.

Dia tak pernah suka berada di sini sampai Shane tiba-tiba masuk ke kelas C untuk meminjam spidol biru. Itu kelasnya Rian.

"Makasih ya Ri," Shane menyodorkan helm, "maaf, karena gue lo jadi ga pake helm."

Rian senyum semringah, "Gapapa Shane."

Shane mengangguk paham. Dia berniat melangkah meninggalkan Rian di parkiran, tapi tiba-tiba cowok ini memanggilnya.

"Shane!"

Yang dipanggil menoleh, "Hah?"

Rian turun dari motornya lalu berlari kecil menghampiri Shane, "Tunggu dong!"

Shane tersenyum. Tangan Rian baru saja hendak merangkul pundak Shane, tapi perempuan itu mempercepat langkahnya. Rian mematung. Dia lupa bahwa Shane punya pacar.

Shane yang sadar perlakuan Rian semakin merasa tidak enak karena melanggar omongan Sean.

Ini termasuk selingkuh ga sih?

Shane buru-buru menggeleng, menyangkal pikiran negatifnya. Dia semakin mempercepat langkahnya, takut Rian semakin menjadi.

Namun Rian masih mematung, berangan-angan andai dia bisa merangkul Shane tadi. Ah, Rian ini kenapa sih? Baru pergi bareng ke les saja angan-angannya sudah ke mana-mana.

Dia melanjutkan langkahnya sebelum terlambat masuk kelas. Saat hampir berpapasan dengan Shane, dia melambat sebentar, lalu memilih untuk melewati Shane.

Shane menghela napasnya lega, untung Rian tidak mengulang lagi perlakuannya tadi. Namun, sepertinya ada perasaan tak enak dalam hati Shane. Gue keterlaluan ga ya?

Pikirannya terus menghantui sampai Shane duduk di kelas. Baru kali ini dia memikirkan perasaan orang lain selain Sean. Ini sebuah kemajuan kah?

•••

Sean baru saja selesai rapat OSIS. Matanya reflek melirik ke arloji lalu mengaduh, sadar kalau dia membuat Shane menunggu lama sekali.

Sean berlari kecil menuju kelasnya, di mana ia menyuruh Shane menunggu di situ.

Karena mau ke kelas 11 IPA 2, maka otomatis akan melewati kelas 11 IPA 4 dulu kalau dari ruang OSIS.

Alih-alih melanjutkan perjalanannya, Sean tampak lebih penasaran dengan isi kelas keempat itu. Ralat, lebih penasaran dengan keberadaan Jean.

Langkahnya terhenti, dia langsung mengintip lewat jendela. Ah, sepertinya Jean sudah pulang.

Namun, Sean belum yakin. Dia kembali mengecek keberadaan Jean dengan cara membuka pintu kelas itu tanpa ijin. Suasana kelas tampak langsung senyap sepersekian detik, semuanya memandang Sean.

"Ada Jean ga?" tanyanya pada sekumpulan cewek yang lagi berfoto ria di meja ujung dekat pintu kelas.

"Kayaknya Jean udah pulang deh..." jawab salah satu cewek dengan bibir paling merah di antara semuanya.

EverlastingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang