five

18 3 0
                                    

Shane mengetuk pintu kelasnya lalu tersenyum kecil ketika Kak Arty, tentor matematika di sini, bertanya apakah urusannya sudah selesai. Sejujurnya, Shane juga tidak tahu pasti jawabannya. Dia juga bingung apakah sudah usai atau masih bisa ia lanjut.

Dia mencoba perhatian dengan penjelasan tentang materi trigonometri itu, tapi pikirannya bukan di sini sekarang.

Apakah Sean sungguh-sungguh dengan ucapannya tadi? Atau Sean hanya marah saja? Apa Sean menggertaknya saja tadi? Apakah Shane begitu berlaku salah sehingga Sean berani mengucap putus?

"Shane?" panggil Kak Arty sekali lagi. Shane mendelik, "Hah?"

"Berapa derajat sudut di C?" tanya Kak Arty singkat.

Shane panik. Aduh, sudut apaan?

"Shane?" Suara Kak Arty terdengar lebih tegas. Alisnya terangkat sebelah, lalu berdecak ketika Shane menggeleng.

"Oke, perhatiin ya semuanya, terutama Shane!" Shane merasa malu diperlakukan seperti itu. Dia mencoba fokus sekali lagi.

Kali ini dia mampu mendengar suara Kak Arty, tapi Shane tidak bisa menangkap apa yang sedang Kak Arty jelaskan sekarang. Sepertinya pikiran Shane bukan lagi miliknya. Jadi Shane memilih untuk pura-pura mengerti saja lalu berharap waktu cepat berjalan.

Pikirannya dipenuhi soal Sean. Apakah Sean begini? Apakah Sean begitu? Bahkan Shane tidak berpikir bagaimana perasaannya sekarang. Tak ada pertanyaan tentang Shane. Apakah Shane baik-baik saja setelah bercekcok hebat dengan Sean?

"Shane?"

"Eh, iya Kak!"

"Go out from my class, now!"

Shane kacau.

•••

Jean melirik ke arah ponselnya yang bergetar di meja. Ini sudah kesekian kali dan dirinya enggan menjawab telepon dari siapa pun. Terakhir kali dirinya menjawab panggilan hari ini adalah dari Mama. Dan itu tak berjalan baik.

"Halo, Ma?" Jean lagi rebahan di kasur. Di tangannya ada remote TV, pertanda perempuan ini baru saja menjeda serial Netflix yang ditontonnya.

"Halo, Na. Ini Mama." Jean memutar bola matanya, dia sudah tahu ini Mama. Jean tak memberi jawaban apa pun setelahnya.

"Uangmu masih ada?" tanya Mama buru-buru. Terdengar hiruk-pikuk dari teleponnya.

"Masih, kenapa Ma?"

"Mama bakal transfer uang sampai satu semester kedepan, sekalian uang sekolah kamu, uang sewa apartemen kamu, semuanya Mama transfer, oke?" Jean berdecih mendengar ucapan Mamanya dari sana. Bahkan tak ada pertanyaan apakah Jean baik-baik saja tanpa orang tua di sini.

"Na?" Mama memanggil Jean dengan nama kecilnya, Nana, diambil dari Davina.

"Mama ngapain nelpon?" tanya Jean sarkastis. "Mama ga mau tau kabar Jean gimana kan?"

Tak ada jawaban, hanya terdengar suara klakson dan lainnya dari seberang sana.

"Jadi Mama ngapain nelpon? Cuma buat bilang itu doang?"

"Mama transfer sepuluh menit lagi, setelah ini, jangan ganggu Mama kecuali uang kamu habis. Mama sib—"

Tut.
Jean sudah tahu lanjutannya apa, jadi dia memutuskan panggilan itu sepihak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EverlastingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang