Takdir yang melayang

4 0 0
                                        

Aku melihatnya lagi. Seorang lelaki cukup berumur dengan pakaian compang-camping persis *maaf seperti seorang yang gila.
Tapi ku lihat hari ini ia berbeda bukan dari pakaiannya, tapi apa yang ia bawa di tangannya.
Beberapa balon anak-anak yang lengkap dengan tali panjangnya.

Awalnya aku sedikit kaget dan terperangah.
Dalam hati kok bisa ya??

Pikiran-pikiran dan pertanyaan memenuhi otakku saat itu.

---

Hari ini rencananya aku akan berkunjung ke rumah saudara. Membawa serta anak-anak ku dan beberapa bungkus makanan.
Makanan tadi adalah sebagian makanan yang memang sengaja aku bagikan secara gratis.

Dan kebetulan lagi masih ada sisa beberapa bungkus.

Saat menyusuri sepanjang jalan raya, mataku tak henti mengamati setiap orang di pinggiran.

Lelaki itu muncul lagi kali ini membawa balon anak-anak agak lebih banyak.

Aku menepi segera.
Dan memanggilnya untuk membeli balon berbentuk pesawat.

Lelaki itu berhenti tanpa kata segera membelitkan tali panjang di balon yang aku beli.

"Berapa pak?" aku bertanya. Mataku tak luput memperhatikan penampilan lelaki itu, masih sama seperti kemarin.

"Lima belas ribu ,Bu" jawabnya fasih tanpa melihat wajahku.

Aku merogoh uang yang memang sudah di siapkan dari balik tas.

Sesaat uang ku serahkan, sebungkus makanan aku berikan juga untuknya.

"Ini pak, makanan untuk bapak" ujarku memberikan sebungkus makanan yang sudah terbungkus rapi dalam plastik hitam.

"Tak usah Bu. Terimakasih" lelaki itu menolaknya dan segera berlalu memunggungi ku.

Aku terdiam sesaat.
Lelaki itu menolak makanan yang akan aku beri.

'MasyaAllah' aku membatin bertasbih merasa takjub akan sikap lelaki itu.

Bagaimana tidak. Sebagian orang bahkan rela mengantri untuk mendapatkan makanan gratis. Padahal mungkin sebagian orang itu masih mampu untuk beli makanan sendiri.
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah...

Tapi lelaki itu tidak. Ia berjualan. Mungkin sebagian orang menganggapnya orang gila yang tak di pedulikan.
Tapi di balik itu semua. Ia bahkan menampar keras aku atau mungkin sebagian orang lainnya, kalau rejeki tak akan salah sasaran.
Dan sesuai porsinya.

Mungkin lelaki itu tak terlalu pusing memikirkan hari esok. Di jalaninya saja hari ini.
Hari ini adalah hari ini.
Besok ya besok.

Karena masih ada Tuhan akan menggariskan takdir kita untuk besok atau besoknya lagi.
Yang jelas, jangan merisaukan hari esok. Sementara hari ini saja kita belum tuntas menjalaninya.
🤗🤗😊😊

🍃🍃🍃

RD251120 5.48 BPP

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang