"Pagi Bu Dosen Cantik."
Vina menghentikan langkah kakinya saat melihat sosok Dewa. Bukan, ini bukan Dewa dari mitologi itu. Dewa ini mahasiswa Vina di kelas manajemen keuangan lanjutan. Pria itu berdiri di depan pintu kelas, bersandar di kusen pintu dengan tangan terlipat di depan dada.
"Pagi Dewa," sahut Vina pelan dan tegas, dia berjalan melewati Dewa.
Senyum Dewa semakin lebar, dia memperhatikan Vina yang berjalan menuju meja dosen di dalam kelas. Tidak ada yang pernah mengabaikan Dewa, hal itu hanya dilakukan oleh Vina seorang.
Semua mahasiswi di kampus memuja Dewa bak Dewa dari kisah mitologi. Bahkan, Dewa memiliki club penggemar sendiri di kampus tersebut. Wajahnya yang tampan dan memang berusia matang membuat daya Tarik tersendiri untuk para mahasiswa. Belum lagi, status Dewa yang merupakan anak konglomerat Indonesia.
Dewa dan Vina sudah saling kenal sejak beberapa tahun lalu. Saat Dewa berkuliah di sebuah perguruan tinggi negeri. Saat melihat Vina mengajar di kampusnya, Dewa langsung memanggil Vina sebagai dosen cantik. Karena kelakuan Dewa inilah Vina menjadi musuh banyak mahasiswi di kampus.
Vina merasa hari-harinya tidak pernah tenang. Selalu dibicarakan secara terang-terangan oleh mahasiswinya sendiri. Ingin marah juga tidak bisa, mereka tidak pernah berkata yang kurang ajar. Hanya mengomentari penampilan Vina.
"Dewa, kamu mau kuliah? Tutup pintunya dan duduk!" perintah Vina yang kini sudah berdiri menghadap papan tulis. Di tangan Vina terdapat sebuah buku dan spidol hitam. Kepalanya menoleh pada Dewa, sorot matanya datar.
"Kalau marah emang nambah sih tingkat kecantikannya," celetuk Dewa sembari menutup pintu kelas.
Tawa para mahasiswa terdengar menyahuti celetukan Dewa. Sementara para mahasiswi menatap Dewa kecewa. Memang tidak ada yang pernah dipuji oleh Dewa kecuali Vina. Dosen cantik itu menjadi perempuan pertama yang didekati Dewa secara terang-terangan. Tepatnya, seminggu terakhir ini.
Vina menggenggam erat spidol di tangannya. Dia merasa kesal dengan kelakuan Dewa. Jika saja Vina tidak ingat kalau Dewa adalah suaminya, dia sudah pasti akan mengusir Dewa dari kelas. Belum lagi, janji Vina pada mertuanya untuk membantu Dewa menyelesaikan kuliahnya. Vina tidak bisa mengusir Dewa dengan seenaknya.
"Dewa, buat makalah tentang industri kosmetik di Indonesia. Biar kamu tahu kalau cantik itu butuh modal," tutur Vina yang kini berbalik menatap Dewa.
Posisi Dewa masih berdiri di depan kelas, di bawah mimbar. Sementara Vina, dia ada di atas mimbar, menatap tajam Dewa. Menampilkan wajah bahwa dia tidak main-main dengan hukumannya untuk Dewa.
"Oke!" sahut Dewa santai dengan wajahnya yang menantang Vina.
"Sekarang kamu duduk, kelas akan segera saya mulai!" perintah Vina.
🌼🌼🌼
Vina menghela napasnya pelan, dia melirik ke arah jari manisnya. Ada sebuah pulpen di genggaman tangannya. Sementara di jari manisnya tersemat cincin berlian bermata satu. Satu bulan sudah Vina menikah dengan Dewa, tetapi dia masih merasa seperti bermimpi.
"Vina! Kenapa melamun?" Dian, dosen senior yang sudah berumur menegur Vina.
Pandangan mata Vina pun beralih ke arah Dian yang berdiri di depan mejanya. "Ah! Ada apa Bu Dian?" tanya Vina sembari mengulas senyum tipis di bibirnya.
"Ini Vin. Saya mau minta tukeran jadwal sama kamu, hanya untuk minggu depan di kelas manajemen B," kata Dian menjelaskan maksud kedatangannya mencari Vina.
"Boleh Bu," setuju Vina.
"Terima kasih ya, Vin." Dian tersenyum ramah pada Vina.
Sepeninggal dosen seniornya, Vina kembali memeriksa tugas mahasiswanya. Lima belas menit lagi Vina akan absen pulang dan melanjutkan kegiatan memeriksa tugas di rumah. Bukan, Vina tidak menunggu Dewa. Tetapi, Vina memang selalu pulang jam empat sore jika tidak ada kelas sore dan malam.
Dewa justru selalu pulang malam. Entah kemana Dewa pergi setelah pulang kuliah. Perilaku Dewa ini mengusik pikiran Vina. Dia menebak-nebak kemana Dewa, sempat terlintas di pikiran Vina bahwa mungkin Dewa memiliki kekasih. Walaupun pernikahan mereka tidak didasari dengan cinta, Vina tidak ingin mempermainkan pernikahan ini.
Vina dan Dewa tinggal terpisah dari kedua orang tua mereka. Mengontrak sebuah rumah tipe 36 di perumahan dekat kampus. Tidak ada yang namanya pisah kamar, yang ada hanya sikap saling diam antara Vina dan Dewa.
"Astaga!" Vina terpekik pelan saat melihat jam di layar ponselnya. Sudah lewat dari jam empat sore dan Vina sudah harus segera pulang. Dia harus membereskan rumah dan memasak makan malam.
🌼🌼🌼
"Ada-ada aja sih!" keluh Vina di depan kap mobilnya yang terbuka.
Mobil Vina tiba-tiba mati di simpang empat. Padahal, komplek perumahan tidak jauh lagi dari lokasi Vina. Mobil yang Vina kendarai merupakan mobil turunan dari almarhum ayahnya, mobil Xenia hitam.
Dari jauh Dewa mengenali sosok Vina. Dia sebenarnya hanya lewat saja, belum berniat untuk pulang. Dewa memberhentikan motor Kawasaki klx-nya di dekat posisi Vina berdiri.
"Kenapa?" tanya Dewa yang membuka kaca helm-nya.
Vina mendelik pada Dewa. "Mogok lah! Udah bisa lihat kan?" kata Vina yang emosinya benar-benar tidak stabil. Dia sedang mengalami datang bulan di hari pertama, belum lagi sifat Dewa yang selalu menyebalkan di kampus. Membuat Vina kesal saat menatap wajah tampan Dewa."
"Naik! Mobilnya tinggal aja, nanti gue urus!" perintah Dewa pada Vina.
"Serius?" tanya Vina tidak yakin. Dia agak curiga dengan Dewa, takut pria itu akan membalas dendam kepadanya. Karena, setahunya Dewa sangat menentang pernikahan mereka. Konon, jika bukan karena ancaman papanya, Dewa tidak akan mau menerima perjodohan ini.
"Iya buruan Bu Dosen," sahut Dewa yang kini mulai memamerkan senyum maut mematikannya.
Vina akhirnya percaya dengan Dewa, dia menutup kap mobilnya. Mengambil tas yang ada di dalam mobil dan terakhir mengunci mobilnya dengan benar. Vina menyerahkan kunci mobilnya kepada Dewa.
Ini pertama kalinya Vina dibonceng oleh Dewa. Dia merasa bersyukur karena hari ini mengenakan celana bahan. Tangan kanan Vina memegang bahu Dewa, dia mulai bertumpu pada pijakan boncengan motor untuk naik ke atas motor.
"Dewa!" pekik Vina kaget karena Dewa tiba-tiba mengebut, mau tidak mau Vina memegang bagian pinggir jaget Dewa. Jantungnya berdetak cepat karena takut akan segera dibawa Dewa COD dengan malaikat maut.
Diam-diam, Dewa tersenyum tipis di balik helm-nya. Dia mulai memelankan laju motornya saat masuk ke dalam komplek perumahan. Dewa dengan sengaja melewati jalan pertama, dia memilih jalan kedua yang lebih jauh ke rumah mereka. Vina tidak protes, dia diam saja, atau mungkin Vina tidak menyadari bahwa Dewa melewati jalan memutar.
"Thanks." Vina mengucapkan terima kasih saat turun dari motor.
Dewa hanya menganggukkan kepalanya, dia bahkan tidak membuka kaca helm-nya. Dewa langsung pergi lagi meninggalkan Vina yang mendengus kesal di depan rumah.
"Gue racunin juga lo lama-lama," gerutu Vina sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah.
🌼🌼🌼
Gimana? Gimana?
Dewa bener-bener idola kayaknya. Tua-tua bandel gitu guys!
Kalau merasa cerita ini nggak masuk diakal, aku minta maaf ya.
Bagi yang suka bisa lanjutkan membaca, bagi yang nggak suka bisa ditinggalkan dengan diam-diam yaaa~
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Cantik (Selesai)
ChickLitDavina Grizelle yang sering dipanggil Vina merupakan seorang dosen muda di sebuah universitas swasta. Dia mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi dan Manajemen Keuangan. Sosok Vina menjadi musuh banyak mahasiswi yang merasa kalah saing. Sementara p...