1 December 1819
Sudah hampir 4 bulan Draco bersekolah disana, ia jarang berkumpul atau bermain bersama Theo dan lebih sering menghabiskan waktunya berdua bersama Hermione karena Harry yang sudah pindah ke Vatikan dua bulan yang lalu.
Kemegahan kastil tua itu tidak menutup kemungkinan luasnya setiap koridor, ia bahkan masih sering tersesat. Sejarah bilang kastil ini dibuat oleh seorang seniman dari tanah Roma, lalu dijual dan dibeli oleh Louis Marchetti dan mengubah si kastil menjadi sekolah khusus kerajaan.
Bagaimana sekolah rakyat biasa? di dekat teater besar Verona ada sebuah sekolah dan gereja, anak-anak desa selalu menghabiskan hari-harinya disana.
Sekitar jam 2 siang, Draco berjalan keluar dari koridor. Semua orang mengalihkan pandangan padanya, kenapa? tentu karena dia Malfoy. Pangeran dari kerajaan Zeus yang terkenal sangat sarkastik namun rendah hati.
Kemurnian hati seseorang dipandang oleh sejentik darah dari leluhur kerajaan. —Malfoy, Zeus e Spada
"Draco! hey kau mau kemana?" Teriak Theo padanya lalu Draco menoleh.
"Menemui Granger." Mata Theo membola dan ia menarik sepupunya mendekat dan memegang pundaknya
"Kau waras?"
"Menurutmu?"Theo menahan napasnya, demi tuhan ia sudah berjanji pada Narcissa untuk menjauhkan Draco dari wanita atau lebih tepatnya Ares.
"Dengarkan aku bocah, si gadis Granger itu adalah Ares de Rose."
"Lalu?"
"Keluarga kerajaan sudah memperingatkan kita bukan? untuk menjauhi siapapun yang berasal dari Ares."
"Siapa peduli."
"Hey tunggu-" Theo menyerah. Draco sudah lebih dulu berjalan menuju perpustakaan sambil membawa Cup Cake. Bocah itu sangat keras kepala.
Draco hanya ingin berteman dengan seseorang yang ia pilih. Ia tidak suka di atur. Jadi biarkan bocah pirang itu memilih.
Pria kecil itu mendekatinya dan membuka kotak berisi 3 buah Cup Cake. "Dua untukku dan kau, satu lagi untuk Annaliese." ucap Hermione sambil menunjukan boneka berwujud bayi dengan gaun merah muda dan topi Floppy Straw.
"Annaliese? terlihat seperti boneka hantu bagiku." gumam Draco pelan lalu dibalas dengan tatapan tajam.
"Berada di dalam kastil tua itu sangat membosankan, aku hanya bisa bermain bersama Annaliese dan membaca buku." ia berbisik
"Really? good girl." Draco mengelus kepala gadis itu dengan lembut.
Hermione mendongak, ia tersenyum menampilkan gigi kelincinya. "Kurasa kita butuh tempat baru untuk bermain. Muak bukan melihat kastil tua yang megah namun isinya hanya kesunyian saja." Gumam Hermione disetujui oleh si rambut pirang
"Bagaimana dengan itu?" Tunjuk Draco. Hermione mendekatinya dan mereka menatap keluar jendela. Tak jauh dari sekolah atau teater, ada pohon besar yang berdiri kokoh
"Woah~ pohon itu sangat indah! apa kita harus pergi untuk melihatnya?" Tanya Hermione,
"Ya kita harus."
•
Keduanya berjalan menuju arah gereja, ternyata ini lebih jauh dari yang mereka bayangkan. "Argh aku lelah." keluh Draco.
"Sabar sedikit- Oh lihat. Itu dia!" Teriak Hermione dan Dracopun berlari menghampirinya. Pohon ini jauh lebih menakjubkan ketika dilihat dari jarak dekat.
Mereka masih diam terpana hingga Hermione mengeluarkan suara, "Kita akan menamai pohon ini menjadi.. Memoriam Tree."
Draco menatap gadis itu, "Mengapa Memoriam Tree? kenapa tidak Safest Escape."
"Karena pohon ini akan menjadi tempat dimana kenangan Hermione Granger dan sahabatnya, Draco Malfoy terbentuk dan akan terkenang." Ia dan Draco tertawa keras dan berlari untuk duduk di bawah sejuknya pohon itu.
"Draco"
"Hermione"—
Miracle LuneTo Be Continued...
Notes:
"Hai jangan lupa untuk play setiap piano music pada setiap chapternya ya."@bellepre on wattpad
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Lune • Dramione
Fanfiction[CHANGING PLOT] Prince Draco fell in love with an enemy he had to avoid, plus he had to become king at a young age Fairy Tale of Draco and Hermione "Did marry me truly worth started a war?" "Yes." Bloodshed, shredded poetry, the death of morning sta...