16 October 1822
Oh, Oktober. Tahun 1822 adalah yang penuh kejutan menurut Hermione, ia duduk meringkuk di kamarnya, sesekali menatap ke luar jendela. Musim gugur.
Ia terjatuh dalam keheningan, entah apa yang dilakukan putri itu ia hanya memasang wajah sedihnya, perasaannya campur aduk.
Pintu kamarnya perlahan terbuka menampilkan ibunya, wajahnya sangat serius dan ia hanya berkata "Come." Karena diluputi rasa penasaran dan ketakutan akhirnya Hermione mengikutinya.
Langkah kakinya tertuju pada ruang makan, dan begitu terkejutnya saat melihat anggota keluarga dari Zeus e Spada dan Draco ada disana. Duduk tenang menatap kehadirannya.
Ia menelan ludahnya kasar, ada apa ini? Hermione duduk di sebelah ayahnya, sesekali menengok ke arah Draco yang memalingkan arah hingga ayahnya membuka suara,
"Sebelum rapat di mulai, tujuan dari kami mengundang salah satu Sacred Kingdom adalah membantu kami untuk melawan para sekutu dari Skotlandia yang telah merebut kekuasaan kerajaan kami di Roma. Kami sudah-"
Tok
Semua mata tertuju pada Raja Lucius yang tersenyum kecil, "Bukan kah kau bilang itu adalah kerajaan kalian? bukan sebuah kewajiban kami untuk turut serta melawan Skotlandia."
"Maksudku, kerajaan kita." Sambung ayahnya.
"Kalian bahkan tidak termasuk 28 Kerajaan Suci!"
"Ku mohon tolong lah kami, Ares adalah anak kandung dari Zeus!"
"SEBELUM PERANG SERIBU TAHUN!"Suasana menegang, ibunya berusaha menenangkan ayahnya yang ikut tersulut emosi. Ia juga dapat melihat kilatan sedih di mata ayahnya. Draco hanya diam, wajahnya sangat ketakutan.
"Ini alasannya, kalian lemah, selalu mencari alasan memulai peperangan! tidak ada yang perlu di banggakan dari dewa pertumpahan darah." Lanjut Lucius dengan wajah yang memerah, selanjutnya hal yang tak disangka-sangka muncul
"Prove it if we are weak." Mata silver Draco membola mendengar ucapan yang keluar dari mulut Hermione.
Putri termuda di sana dengan santainya meluncurkan pertanyaan dengan dagu yang terangkat kepada ayahnya.
"Kalian adalah alasan dari kesengsaraan rakyat dan selalu membawa hasil yang sia-sia sehabis berperang."
"Oh ya? lalu siapakah yang berhasil mengembalikan kepemilikan tanah raja yang terhormat Malfoy 200 tahun yang lalu? itu kami! kami berusaha mengembalikan seluruh keadilan dengan rasa hormat dan kami menggunakan kebijakan daripada kepintaran."
"Wit beyond measure is man's greatest treasure."
Keadaan ruang makan menjadi sunyi, Raja Lucius beserta keluarganya terdiam atas pernyataan Putri Hermione.
Hatinya berdegup dengan kencang, keringatnya tidak berhenti keluar. Diam-diam ayahnya tersenyum kecil pada Hermione, gadis kecilnya sudah menjadi wanita yang berani.
"Sekali lagi kami tidak bisa membantu kalian, masih terlalu banyak masalah di luar sana yang membutuhkan kami. Waktu rapat habis, kami harus pergi." Ucap Ratu Narcissa sambil berdiri, mereka berjalan keluar dari ruang makan kerajaan.
Hermione menatap Draco sedih, pria pirang itu tidak mau menatapnya. Ternyata rapat hari ini sangat sia-sia, kami hanya mengeluarkan tenaga untuk pendapat yang tidak akan pernah mereka dengar.
Gadis Brunette itu pergi keluar dan mengejar Draco sebelum pria itu benar-benar meninggalkan kerajaannya.
"Draco wait!" Si pirang dengan wajah dinginnya berbalik arah, terlihat tidak senang melihat gadis di depannya.
Alis Draco naik bingung, "Mengapa kalian tidak ingin membantu kami?" Tanya gadis itu pasrah. "Menurutku kalian sudah terlalu hebat, dan aku yakin kau bisa melakukannya. Good luck." Draco berbalik dan meninggalkannya
"Apa? tunggu dulu!" Hermione mendekatinya, napasnya tersenggal-senggal. "Tapi- Tapi kita keluarga!"
"Kita adalah musuh, Granger!"
"Omong kosong, buktinya kita berteman!"Draco tidak mendengarkannya, ia memilih berjalan lagi, "Kau.. kau darah murni yang keji!" teriak Hermione membuat si pirang itu berbalik arah lagi, wajahnya memerah karena marah.
"Oh ya? maka kau tidak lebih dari seorang darah lumpur pengkhianat!"
Mata coklat Hermione membola, itu adalah kalimat terkasar yang pernah ia dapatkan dan itu berasal dari Draco, sahabatnya. Seseorang yang sudah ia percayai yang tiba-tiba berubah sikap tanpa sebab yang jelas.
"I'm a what?!"
"A Mudblood."
"From now please just stay away from me!"Hermione berlari masuk ke dalam kastil meninggalkan Draco yang diam termenung, apa yang baru saja ia katakan?
Sial! mengapa ia tidak bisa mengontrol emosinya, Draco berteriak kencang, menjatuhkan dirinya ke tanah kosong itu. Menyesali kebodohan yang sudah terlanjur terjadi. Harusnya ia tidak menggubrisnya, mengapa ia harus mengatakan itu padanya, mengapa ia sangat bodoh? Ia membenci dirinya sendiri.
"Kemurnian hati seseorang dipandang oleh sejentik darah dari leluhur kerajaan."
"Aku tidak punya hati."
"Kau.. kau darah murni yang keji!"
"Oh shut up."
"From now please just stay away from me!"
"SHUT UP!"
Draco tersadar dari amarahnya dan perlahan berdiri. Baju dan rambutnya yang biasanya rapi kini kusut, ia meninggalkan tanah Ares dengan perasaan yang campur aduk.
-
Sementara itu Hermione duduk meringkuk sambil memegang silet, air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Bibirnya terbuka dan bergetar, perlahan ia menggoreskan silet itu ke tangan kirinya,
Membuat suatu kata yang sangat ia takuti, yang sangat ia benci.
Mudblood
Teriakannya bahkan lebih terasa pedih daripada darahnya yang mengalir deras.
"Oh ya? maka kau tidak lebih dari seorang darah lumpur pengkhianat!"
"Aku tahu Draco, aku tahu."
—
Miracle LuneTo be continued...
@bellepre on wattpad
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Lune • Dramione
Fanfiction[CHANGING PLOT] Prince Draco fell in love with an enemy he had to avoid, plus he had to become king at a young age Fairy Tale of Draco and Hermione "Did marry me truly worth started a war?" "Yes." Bloodshed, shredded poetry, the death of morning sta...