25 Desember 1822
Saat detik dimana kau merasa kecewa, maka setiap kata yang kau lontarkan akan terjadi. Hermione tidak main-main soal itu, hubungan pertemanannya dengan Draco kian merenggang. Apa lagi saat si pemuda pirang itu terlihat sendiri dan murung.
Memikirkan jika malam natal ini harus ia habiskan sendirian, bukan lagi di bawah pohon rindang yang sudah di penuhi salju bersama Draco. Ia berjalan menuju gereja, di setiap langkah kakinya, semua mata tertuju padanya.
Bisik-bisik mengenai perang yang dimulai sejak November lalu, dan kini Hermione hanyalah putri yang terlantar. Terlebih ini semua adalah perang saudara yang membuat Hermione ingin mengakhiri hidupnya saja. Melawan saudaranya sendiri? konyol.
Ia duduk di barisan paling depan, ia menundukan kepalanya. Selain dingin, ia merasakan kesunyian yang menusuk hingga membuatnya mengantuk, di sebrang kirinya datang seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah Draco. Ia menatap gadis itu yang menunduk, "Dia pasti kedinginan."
"Hey Collins, tolong berikan mantel ini pada Putri Hermione dan bilang lah jika mantel ini adalah milikmu. Akan ku beri kau coklat." Si adik angkatannya itu mengangguk dan berjalan menuju tempat Hermione duduk.
"Good afternoon miss!"
"Afternoon, you need some help?"
"No, I saw you were cold, so this is a coat for you."Wajah Hermione berkerut, "Kau tidak perlu repot-repot Collins." Namun ia langsung berbalik meninggalkannya. Tidak ada pilihan lain, ia pun memakai mantel itu tanpa rasa curiga.
-
Saat semuanya sudah selesai, Hermione keluar gereja sendirian. Dinginnya hari itu semakin terasa namun terbantu oleh mantel tebal ini dari Collins. Di tengah perjalanan ia melihat Draco di Honey Dukes dan memberikan Collins satu bungkus coklat.
Ia tahu semua ini tidak beres!
Hermione melepaskan mantelnya dan berjalan cepat menghampiri Draco. "Ini. Aku tidak butuh mantelmu." Si pemuda berambut pirang itu terkejut namun sedetik kemudian wajahnya menjadi dingin kembali.
"Ini milik Collins."
"Tidak, ini milikmu!"
"Argh baiklah berikan padaku!"Hermione langsung menyodorkannya mantelnya, "Tunggu, apa yang ada di tangan kirimu?" tanya Draco membuat gadis itu panik. Ia dengan cepat menarik bajunya untuk menutupi bekas luka bulan lalu.
"Biarkan aku melihatnya, Granger!"
"Bukan urusan mu, menjauh lah dariku."Hermione berbalik dan berjalan meninggalkan Draco, "Apa itu siletan dari kata Mudblood?" Ia berhenti berjalan dan berbalik arah lagi.
"Jangan sebut kata itu lagi, kau pangeran yang kejam!"
"Aku tidak kejam!" teriak Draco frustasi.
"Oh ya? tapi kau berkata jika aku seorang Mudblood yang hina."
"Dengar! aku hanya-"
"Hanya apa? tuan Malfoy yang terhormat?"Draco hanya diam tidak menjawab hingga gadis itu berjalan cepat menjauh darinya, oh tuhan bisakah ia malam ini duduk tenang tanpa gangguannya?
-
Draco sangat menyesal, apa yang diucapkannya hari itu adalah perwujudan dari emosinya yang tidak terkontrol dan ia tidak sengaja mengekspresikannya pada Hermione, sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle Lune • Dramione
Fanfiction[CHANGING PLOT] Prince Draco fell in love with an enemy he had to avoid, plus he had to become king at a young age Fairy Tale of Draco and Hermione "Did marry me truly worth started a war?" "Yes." Bloodshed, shredded poetry, the death of morning sta...