Part 17

32.9K 2.6K 227
                                    

Aku bergeming dengan perasaan berkecamuk tak karuan mendengar pernyataan yang baru saja terdengar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku bergeming dengan perasaan berkecamuk tak karuan mendengar pernyataan yang baru saja terdengar. Luka kehilangan ini begitu terasa, ketakutan telah berganti dengan kesedihan yang amat mendalam. Titipan yang sang pencipta hadirkan di rahimnya kembali diambil.

Dia sudah mengurungkan niat kejinya, dia sudah memutuskan mengakhiri pekerjaannya sementara untuk fokus pada janin dalam kandungannya. Namun tidak dengan takdirnya, disaat sang ibu sudah menerima dengan tulusnya, janin itu berakhir pergi meninggalkan tempatnya.

Kulangkahkan kaki menuju satu ruangan penyekat di sana, membuka tirai kuning dengan perlahan. Hingga mataku menemukan kondisinya.

Dia terbaring dengan netra terbuka, tatapannya kosong seakan tidak mempercayai apa yang terjadi padanya. 

Beberapa detik kemudian kepalanya menoleh menyadari kedatanganku. Bibirnya bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Aku ... tidak meminum obat itu." Suaranya parau nyaris tertahan, "Aku tidak minum 'kan? Lalu kenapa bisa ... aku." Dirinya meracau dengan kelopak mata terbendung.

Aku memegang punggung tangannya seraya menggeleng pelan, "Kamu sudah melakukan yang terbaik, Kak."

"Aku mengurungkannya, aku sudah menginginkannya, aku ingin memberitahu suamiku mengenai kehadirannya. Aku benar-benar tidak meminumnya, Kayla. Aku ... aku bahkan tidak ...." Satu tetes air matanya terjatuh membuat hatiku luruh, "Aku ingin memberitahu Mama, aku sudah berubah pikiran ...."

Tidak ada yang bisa kukatakan padanya selain memberikan gelengan kepala.

"Dia pergi ...." lirihnya dengan mata terpejam kuat, "Karena ucapanku. Dia pergi karena aku mengatakan tidak mengharapkannya. Karena aku ... karena ulahku."

Setetes air mataku yang ikut jatuh kuhapus dengan cepatnya. Aku tidak boleh menunjukkan kesedihan dihadapannya, aku hanya boleh menguatkannya.

"Bukan salahmu, Kak. Dia tahu kamu sudah menginginkannya." Aku menunduk sebentar, "Kamu sudah melakukan yang terbaik. Ibu ... hebat."

Punggung tangannya tertancap infus kini bergerak menutupi setengah wajahnya, rasa penyesalan masih terlihat jelas di sana. Aku pernah mendengar bahwa setiap luka dan kesedihan akan berhadiah pada waktunya. Air mata tidak selamanya menjadi porsi, akan berputar menjadi kebahagiaan. Dan aku hanya menunggu kapan hari itu tiba, dimana hadiahnya akan diberikan sesuai putaran takdir.

"Kayla ...."

"Iya."

"Kamu mau membantuku, kan?"

Aku mengangguk pelan, "Pasti."

Dia menarik napas dalam-dalam dengan aura kesedihan yang masih tampak, "Berjanjilah merahasiakan hal ini. Cukup aku dan kamu yang tahu."

Mutiara Dalam CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang