[4] Serendipty

59 45 121
                                    

Kita adalah sepasang yang tertawa berdua, namun jatuh cinta sendirian.

***

Ada beberapa hal yang Zanna tidak sukai di setiap hari senin pagi. Pertama, ia terjebak macet di jalan menuju sekolah; Zanna malas mendengar percakapan Ayah dan Tante Vera. Kedua, terlalu lama mendengar pecakapan Ayah dan Tante Vera bisa membuat mood Zanna berantakan, apalagi ditambah dengan suasana ramai di koridor menuju kelasnya yang identik dengan kesibukan murid-murid menyiapkan kelengkapan atribut. Ketiga, memiliki karakter penyuka ketenangan membuat Zanna kurang suka dengan kegiatan upacara bendera. Keempat, biasanya hal-hal yang mengejutkan sering terjadi di hari senin. Dan, Zanna mengalami itu pagi ini.

Zanna baru saja menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi ketika Amerta yang duduk di sebelahnya tiba-tiba mendekat dan berbisik, "Kak Felix nyariin lo, Zan. Lo ada urusan apa sama dia?"

Kedua alis Zanna saling bertaut. "Kak Felix?"

"Iya, Kak Felix." Amerta lalu memutar lehernya empat puluh lima derajat ke sebelah kiri, tepat mengarah pada seorang siswa yang sedang memainkan ponsel di kursi yang paling pojok. "Tuh, orangnya," katanya.

"Gue nggak kenal dia," ucap Zanna begitu melihat siapa yang dimaksud sahabatnya itu. "Dia ada bilang alasan kenapa nyariin gue?"

Belum saja Amerta menjawab, sosok yang disebut sebagai 'Kak Felix' itu berdiri dan menghampiri Zanna. Ia berdiri tepat di depan meja Zanna dan berkata, "Gue Felix Wirasetya, kelas XII MIPA 2."

Zanna yang kebingungan tak langsung merespons. Ia menoleh pada Amerta untuk meminta bantuan, tapi sepertinya Amerta justru terbuai dengan pesona anak laki-laki bernama Felix ini. Jangankan membantu, menoleh ke arah Zanna pun tidak. Akhirnya meskipun ragu-ragu, Zanna menanggapi juga, sambil menunjuk dirinya sendiri "Kakak ngomong sama saya?"

Anak laki-laki bernama Felix itu tersenyum tipis, membuat Amerta semakin bertingkah seperti orang gila. Felix kemudian menjawab. "Iya."

"Ada perlu apa sama saya?" tanya Zanna to the point.

Felix menarik sebuah kursi dan duduk persis berhadapan dengan Zanna. Ia terdiam sebentar, menghela nafas, menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu tersenyum kikuk. Ia melirik Amerta sebentar lalu menanggapi pertanyaan Zanna. "Lo, punya pacar?"

"Hah?"

Bersamaan dengan itu, Amerta berdiri dari kursinya. Ia menoleh ke arah Zanna sebentar sebelum akhirnya mengambil alih pertanyaan Felix dengan menjawab, "Nggak, kok, Kak. Zanna nggak ada pacar. Lebih tepatnya, Zanna belum pernah punya pacar, Kak. Dia juga punya someone special, kok. Aman pokoknya."

Zanna semakin melebarkan matanya. "Amerta, stop it! You've to-"

"Sampai ketemu di lapangan upacara, Zan." Amerta tersenyum sekilas lalu menoleh ke arah Felix dan berseru, "Zanna itu kelihatannya aja cuek, Kak, tapi aslinya dia baik, kok. Fighting!"

Setelahnya, Amerta benar-benar menghilang keluar dari kelas, menyisakan Zanna dan Felix saja di dalam sana. Zanna yang mulai merasa tidak nyaman dengan kehadiran Felix pun segera menunjukkan ekspresi wajah yang masam. Zanna harap, Felix mengerti itu lalu pergi secepatnya.

"Yang dibilang Amerta nggak perlu didengar, dia emang gitu anaknya. Nyebelin!" ujar Zanna.

"Nggak ada yang salah, kok," balas Felix. Ia lalu menambahkan. "Justru gue salut sama lo."

StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang