PIKIRAN ADALAH LABIRIN, MISTERI ADALAH UJUNGNYA

23 8 2
                                    

Pukul sepuluh lebih delapan pagi, Ia sudah berada di bank terdekat untuk melakukan pencarian. Rasanya sudah sangat lama ia tidak memegang uang banyak, semenjak tabungannya habis terkuras untuk memenuhi biaya hidup selama ia tidak mendapat penghasilan apapun. Hari ini, setelah mengurusi syarat administrasi yang lumayan rumit akhirnya kerja keras dari video pembuktiannya telah terbalas. Hari ini, ia ingin merasakan tidur nyenyak tanpa memikirkan tagihan-tagihan yang sempat mustahil terbayarkan. Saat ia keluar dari bank, dengan kartu debit baru berisi semua kerja kerasnya. Langit tiba-tiba begitu cerah. Tak terlihat awan setitik pun di langit, dan matahari bebas menerjang permukaan tanpa halangan, padahal sebelumnya awan mendung seperti tak memberi celah setitik cahaya matahari untuk lolos. Yang lebih anehnya lagi, tiba-tiba semua orang seperti mengenal dia. Memberi salam dan memberi senyuman terbaik, padahal semuanya tidak pernah ia kenal sedikitpun. Merasa ada sesuatu yang janggal, Affan kemudian pergi dari kerumunan menuju ke barat, entah mengapa pikirannya menyuruhnya pergi ke barat. Ia kemudian duduk di suatu bangku taman dan menghela napas lega karena sepi dari orang lewat.

Pada kenapa sih orang-orang, kok senyum-senyum aneh gitu. Pikirnya. Ia kemudian membuka gawainya dan mendapati pesan dari nomor tidak terkenal. Pesan yang sama yang pernah ia dapatkan dari surel beralamatkan XXX. Setelah itu, ia menyadari sesuatu saat ia hendak menaruk ranselnya.

Sebuah bangku taman...

Ia menduduki bangku taman, dengan warna yang sama seperti di lukisan anehnya. Mungkin ini kebetulan, tapi bagaimana dengan tempat sampah merahnya, lalu dengan pohon pakis anehnya?. Perut Affan yang belum terisi apapun mendadak seperti dikerumuni ribuan kupu-kupu. Ia beranjak dari tempat duduk aneh itu dan melihat bahwa ada wc dengan warna krem yang mirip dengan yang dilukisan. Rasa aneh semakin menjadi-jadi, orang-orang mulai menatapnya, tersenyum dengan aneh dan mengucapkan satu kalimat yang sama, anehnya...mereka memiliki nada yang sama.

" Malam ini...Malam ini....Malam ini...."

Napas Affan terasa berat, kakinya mendadak dingin dan orientasinya tiba-tiba berubah. ia lantas mengambil tasa ranselnya dan merasakan bahwa kedua tangannya bergetar hebat. Ia mendadak ketakutan dan tiba-tiba ada sesorang yang memeluknya. Membuatnya menjerit sejadi-jadinya.

" Tenang-tenang fan, ini gua Ginanjar!"

Affan terkejut saat melihat wajah kawannya yang separuh Arab itu menatapnya balik, sempat beberapa saat ia kebingungan dan saat orientasinya kembali. Ia bisa melihat semuanya dengan normal.

" Lu kenapa fan, kesambet apa lu? Lu minum alkohol ya? Wah bukan gitu caranya merayakan keberhasilan bro..." Ginanjar menepuk pundak Affan.

Lelaki itu kemudian menampik tanganya " Ngaco lu, gua Cuma kaget lihat bangku taman yang..." Saat ia menghadap ke belakang, ia tidak menemukan apapun. Bangku, tempat sampah merah atau wc berwarna krem. Semuanya seperti menghilang begitu saja.

" Kalo lu nggak mabok, nggak mungkin lu berdiri ngadep tu pohon pakis terus muter-muter ampe bego disana. sumpah freak banget lo, gua anterin pulang ya, takut syaraf lu kena" Pria berambut kucir itu lalu merangkul kawannya.

Lalu suara ringkihan aneh terdengar ditelinga Affan... ia terkejut dan nyaris membuat Ginanjar terjungkal.

"So-sorry Gin, gua mau pulang sendiri aja, makasih yaa..." Ujarnya terburu-buru, lalu ia segera meninggalkan Ginanjar yang belum sempat mengumpat karena tindakan si pria oriental yang buatnya tepental.

Affan mengunci Apartemennya, menutup semua jendela dan mneyalakan lampu. Padahal itu baru jam 12 malam. Ia mencoba tidur dan berharap semua ini adalah mimpi. Entah mengapa ia merasa dinding dan lantai seperti mengamatinya. Suara AC seperti membisikan geraman makhluk kelaparan. Ia tak berani membuka selimutnya sedikitpun. Ia mematikan ponselnya dan tidak menghiraukan panggilan Ginanjar. Ia tidak mengindahkan rasa laparnya dan memilih untuk tidur. Sempat ia memanggil nama Ayahnya, tapi itu tidak mungkin karena Ayahnya telah meninggal tiga bulan lalu. Baru kali ini, tiba-tiba ia merasa takut sendirian, benar-benar takut. Sampai rasa takutnya tersebut terbawa dalam mimpinya.

Affan terbangun ketika ponselnya tiba-tiba berdering, dan seseorang dengan nomor kosong memberikannya pesan dengan huruf besar bertuliskan MALAM INI.... Keringatnya dinginnya mulai merembes, bagaimana tidak, ponsel itu sudah seharusnya mati sebelum ia tertidur. tiba-tiba, ia merasakan bisikan...terdengar jelas ke telinganya. Seperti ada seseorang disampingnya yang mengatakan " Makan besar"

Sontak hal itu membuat Affan ketakutan dan membuatnya brlari dari kamarnya menuju ke ruang tamu. Ia berkeringat dingin, jantungnya memompa seperti tak terkendali dan kakinya sedikit es. Sampai tiba-tiba ia mendengar suara seseorang mengetuk-ketuk pintu Apartemennya.

" Oi Fan, lo nggak kenapa-napa kan? Gua telpon kagak bales-bales lo." Napasnya melega....orang yang mengetuk-ketuk pintu Apartemen itu adalah si Ginanjar.

Affan membuka pintu, menampilkan wajahnya yang kusut dan ramput lurus yang berantakan. Ginanjar menatapnya bingung, " Lo kenapa fan? Kagak ada yang salah sama elo kan? Kagak ada yang neror elu?"

" Kagak-kagak, gua baik-baik aja. Eh btw gimana video elu?"

Mereka kemudian duduk di ruang tamu, Ginanjar masih menunjukkan wajah khawatir yang sangat, lalu dia menyentuh dahi Affan seakan-akan ada yang salah dengan otaknya. Tangan berurat itu langsung dia tangkis sebelum menyentuh kulit putihnya.

Gua kagak apa apa Gin, suer, Cuma tadi lelah aja, sorry banget tadi gua ngedepak elu. Rasanya lagi kagak jelas hari ini, tapi tenang semuanya udah aman kok." Ujarnya untuk membuat suasana lebih tenang. Affan memberi dua gelas air putih untuk mereka berdua.

" Syukurlah kalo gitu, sumpah gua takut lo kenapa-kenapa...hari ini aja lo kaya gini." Ia lantas menenggak air itu sampai abis.

" Gua cuma mau tau keadaa lu, gau mau langsung cabut aja ya...hari ini emak gua mau ngajak ke rumah bibi gua, dia baru lahiran." Ujar Ginanjar, ia mengambil jaket kulitnya lalu bergegas pergi.

Affan kemudian berbalik di sebalik pintu, menyenderkan bahunya pada daun pintu dan menghela napas dengan sangat lega. Hari ini benar-benar membuatnya gila.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang