MISTERI ITU MEMANCING AKAL

42 7 0
                                    

Hujan tidak lagi turun pagi harinya, tapi genangan air sisa hujan semalam masih mampu membuat pejalan kaki mengumpat karena terciprat. Semangat mengejar hadiah telah membuat Affan bangun lebih pagi, meski dengan mata lelah karena tidurnya yang kurang karena obrolan semalam. Ia telah mengoperasikan Laptop dan mencari hal-hal trending yang mungkin bisa ia jadikan ide dasar kontennya nanti. Banyak hal terjadi dalam waktu sehari semalam, tagar di media sosial selalu berubah setiap menitnya. Tapi ada satu tagar yang selalu ada di posisi puncak. Apalagi kalau bukan pesan Sang Utusan tentang jam 12 malam. Rasa ingin tahunya terpantik, ia lantas memfokuskan diri untuk mencari info tentang orang misterius yang membuat gempar di media sosial karena ujarannya.

Ketukan pintu yang keras membuat Affan nyaris terkejut saking konsentrasinya pada layar Laptop, lantas lelaki yang masih memakai kaos polos berwarna biru tua itu mendekat ke arah pintu dan segera mengetahui jika itu adalah Ginanjar, kawan karibnya yang telah terjun terlebih dahulu di Yourline.

Ginanjar yang punya jambang dan sedikit jenggot itu lantas menerobos dan langsung menuju meja kerja Affan setelah dipersilahkan masuk. Affan hanya bisa menghela napas sambil mengambil beberapa minuman dingin dari kulkas.

" Laptop lo ciamik juga fan, emang orang kaya beda selera." Matanya menyoroti seluruh bagian laptop seperti kucing yang baru pertama kali melihat mainan. Affan tidak menggubris dan memilih meminum minuman berperisa mangga itu.

Sambil menerima gelas plastik berisi minuman dingin tersebut, Ginanjar teringat tujuannya mengu jungi Affan. " Oh ya, konten yang mau lo buat kira-kira apa?"

" Noh, lagi aku riset, baca aja"

Ginanjar membaca tulisan digital yang terpampang disana, selang jeda beberapa menit, pria Jawa keturunan Arab itu menatap ke arah Affan dengan sedikit keraguan, dan ketidak setujuan.

" Lo yakin, mau pake konten sensitif kaya gini?"

Affan mendekat wajah ke arah Ginanjar, mengutarakan jawabannya. " Semakin kontroversial, semakin menjuallah sebuah konten, gua lihat orang-orang kayaknya bakal demen sama yang beginian. Medsos semua pada bahas ini selama tiga hari terakhir, di peringkat satu. Konten gua bisa laku keras nantinya, kan?"

" Ia sih­..." nada keraguan muncul, Ginanjar menggurat jambangnya." Cuma ini sensitif banget fan, lu kagak tahu ya, kalau semenjak Sang Utusan nge-broadcast  tulisannya, angka bunuh diri di Jakarta tiba-tiba naik drastis. Dan rata-rata kejadiannya di tengah malam."

" Lah, apa hubungannya sama dia punya tulisan dengan angka bunuh diri di Jakarta, bukannya dari dulu tinggi ya?" Affan terkejut dengan pendapat Ginanjar, menurutnya itu tak logis.

" Haish...masalahnya, ini bisa kejadiannya pas gitu. Apa lo nggak sadar kalau setiap malam selalu ada gledek gede pas jam 12 malam. Lalu paginya selalu ada penemuan mayat orang yang bunuh diri, entah itu nggantung dirinya atau ngejatohin diri dari atas gedung?" Ginanjar menyerocos hingga ada beberapa dopletnya terlempat ke wajah Affan. Sedikit risih, ia agak menjauh dari pandangan si keturunan arab itu. Menyadari ketidaknyamanan Affan, Ginanjar sedikit menjauh.

"Kalo lo kagak percaya, nih lihat sendiri." Pria berkacamata itu lalu mencari sesuatu di peramban Laptop Affan. Berita tentang kasus bunuh diri yang baru di unggah dua jam lalu. Affan lalu membacanya, tapi otaknya yang selalu logis dan ingin tahu tak bisa menerima hal ini mentah-mentah. Ia perlu penjelasan, atau malah mencari penjelasan.

" Nah, karena itu gua mau mastiin sendiri, sebenarnya ada apa di jam 12 malam itu, gua mau ngerekam sendiri dan ngasih lihat ke dunia kalau nggak ada apa-apa, kalau bisa sih ngebuktiin kalau apa yang ditakutkan sama orang-orang itu nggak nyata. Gua yakin kok, Utusan itu Cuma orang gabut yang ingin tenar aja." Jawabnya dengan mantap. Mata sipitnya menatap dalam ke arah Gin. Lelaki berpakaian kaos oblong coklat itu jelas tak menunjukkan kesepakatan.

"Kalau masalah ini, gua kagak ikutan lah Fan, sumpah gua takut, kalo kejadian apa-apa sama kita..." Guntur membuat obrolan mereka terhenti, mereka berdua sama-sama terkejut. Listrik tiba-tiba mati dan kemudian menyala kembali beberapa saat kemudian. Terdengar rintik-rintik hujan yang semakin lama semakin deras.

" Yaelah, masih pagi juga...." keluh Ginanjar.

" Hari ini, lo temenin gua ya...nginep disini. Bantuin gua bikin konten" Pinta Affan. Senyum licik terkembang. Ginanjar tahu hujan membuat dia tidak bisa berkutik, dengan intensitas sederas ini, ada kemungkinan ini akan berlangsung selama seharian. Jarak rumahnya dengan Apartemen Affan terbilang cukup jauh, dan ia malah lupa tidak membawa ponselnya. Mau tidak mau, dia harus menerima tawaran Affan untuk menginap disini.

Sial memang.

***

Malam harinya, hujan sudah mereda. Guntur yang menakutkan juga tidak lagi terdengar. Dua pria pengangguran itu kemudian membawa semua peralatan yang merek butuhkan untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi pada pukul 12 malam. Mereka membawa semua peralatan satu jam sebelum tengah malam ke rooftop apartemen.

"Cepet dikit napa dahGin, badan lo kan lebih kecil dari gue, harusnya lebih lincah!" Ucap Affan dengan sedikit membentak, hingga membuat Ginanjar kesal.

" Emang kurang ajar ya, lo ngasih gua yang berat-berat padahal badan lo lebih gede dari gua.." Sorot mata pemuda berusia 23 tahun itu mulai tidak nyaman

" Aktor tidak berkutat pada properti, yuk bisa yuk bisa." Bukannya merasa bersalah, Affan malah menggodanya hingga membuat Ginanjar ingin membanting laptop dan tripod yang membuat dirinya terbebani. Tapi melihat Affan yang mulai mengambil video, ia mengurungkan niatnya.

" Waktu sudah menunjukkan sebelas lewat dua puluh tiga, tinggal beberapa anak tangga lagi kita akan sampai ke atap gaess." Ujarnya dengan logat yang dia tiru dari salah satu Yourliner terkenal. Logat aneh itu terasa aneh dan menggelitik di telinga Ginanjar, hingga membuat syaraf tertawanya ingin lepas. Tapi ia mengurungkan niatnya ketika pintu menuju atap sudah dibuka oleh Affan. Perbedaan suhu membuat bulu kuduk mereka berdua merinding, hingga membuat Ginanjar menyesal tidak membawa jaket parka kesayangannya.

Di Balik AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang