*
*
*
*
*
*
*Disini lah aku sekarang, berdiri membelakangi jurang dengan tangan terikat, menunggu eksekusi ku sambil memandang kosong ke depan. Mungkin kematian ku memang bayaran yang tepat atas masalah yang ku timbulkan tapi aku tidak rela.
Aku tidak rela mati saat dia menang. Dia yang telah melakukan kudeta dan merebut tahta di kerajaan ku. Dia yang bermulut manis menipuku dan mengkhianati ku. Dia yang sekarang sedang di singgasana menyaksikan eksekusi dengan wajah dinginnya. Aku tidak mau mati sebelum bisa balas dendam. Tapi aku tak berdaya sekarang, aku hanya bisa meratapi kemalangan ini.
"Baiklah, eksekusi mati pada para pemberontak akan dimulai. Para hadirin, harap perhatikan dan tanamkanlah dalam pikiran kalian. Hal seperti inilah yang akan kalian dapatkan jika membelot. Karena itu pertimbangankanlah setiap tindakan kalian matang-matang sebelum menyesal."ucap salah satu jenderal kudeta yang memimpin eksekusi.
Aku mendengus dalam hati. Pemberontak? Begitu kah julukan kami sekarang? Padahal jelas merekalah para pemberontak itu. Pikirkan lagi tindakan? Ya, seharusnya aku melakukannya dulu sebelum malapetaka ini terjadi.
Ada delapan orang yang dieksekusi, sisa dari pendukung ku yang sekarang terpaksa meregang nyawa karena aku. Kami dieksekusi dengan cara dipanah tepat di jantung dan dibiarkan jatuh ke jurang dibelakang kami.
Eksekusi dimulai, aku memejamkan mataku kuat-kuat. Tidak sanggup melihatnya. Aku berusaha menahan air mataku agar tidak jatuh. Sangat tidak etis jika aku menangis ketika pengikut ku bertahan sampai sekarang dan akhirnya mati terhormat sebagai pejuang. Aku tidak boleh menangis, betapapun sakitnya hatiku.
Eksekusi berjalan dengan cepat dan tibalah giliran orang di sampingku yang akan mati. Aku membuka mataku dan berpandangan dengannya yang juga sedang memandangi ku. Mataku mulai berlinang.
"Maafkan aku, Ino. Maafkan aku yang membuatmu mengalami semua hal ini. Aku tidak bermaksud..."
Ratapan ku dipotongnya. "Sudahlah, Sakura. Semuanya telah terjadi. Jangan menyalahkan diri sendiri. Aku lah yang memilih ada disini bersamamu. Aku akan menerima konsekuensi apapun. Aku siap."
Sang gadis berambut pirang panjang itu kemudian tersenyum sedih. "Lagipula tidak ada lagi yang bisa menahan ku disini kan? Hidupku tanpa dia terasa mati. Jadi, apa bedanya? Setidaknya mungkin Kami-sama akan mempertemukan aku dengannya diakhirat nanti. Ku harap."
Tepat setelah Ino mengucapkannya, panah telah bersarang di dadanya. Dia tersentak lalu semuanya seakan berlangsung lambat. Aku melihatnya memejamkan mata menahan sakit dan kemudian tidak bisa lagi menopang tubuhnya dan terjatuh ke jurang.
Aku tidak bisa lagi menahan air mata, aku terisak. Akibat kesalahan ku semuanya mati, semuanya menderita, semuanya hancur. Aku sangat menyesal, aku sangat jahat. Aku pantas dihukum mati dan dengan lapang dada rela dimasukkan ke neraka setelahnya sebagai wujud penebusan dosa. Aku adalah orang yang berdosa yang pantas menerimanya.
Aku sibuk menangis ketika tiba-tiba seseorang memegang daguku dan menengadahkan kepalaku. Aku bertatapan dengannya, dengan si bajingan itu. Dia tersenyum sinis.
"Nah, Tuan Putri Sakura. Kau adalah orang terakhir yang akan mati. Bagaimana rasanya? Kau menikmati kegiatan ini?"tanyanya ringan tanpa rasa bersalah sedikit pun.
Aku mengepalkan tangan dan menyentakkan kepalaku agar pegangannya terlepas.
"Jangan sentuh aku, brengsek!!"bentak ku. Dia tidak melakukannya dan malah meremas kuat daguku. Senyuman melebar.
"Memangnya kau siapa sehingga berani memerintah ku, Tuan Putri? Kau bukan siapa-siapa lagi, hanyalah seorang pembelot lemah."ejeknya. Dia terdiam sesaat, tatapannya berubah serius dan senyumannya menghilang. "Aku akan menawarkannya sekali lagi. Berhentilah memberontak dan menikahlah denganku maka aku akan mengampuni mu."
"Aku tidak mau! Aku tidak sudi menikah denganmu. Lebih baik aku mati daripada harus bersama denganmu!"jawabku kasar. Benar, mana mau aku. Dia pikir aku bodoh, aku tau maksudnya. Dia ingin mempermainkan ku lebih lama lagi dan membunuhku secara perlahan. Dia ingin aku menderita sebanyak mungkin. Aku tau aku tidak akan sanggup menghadapi hal itu. Aku tidak ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya. Aku tidak mau.
Tatapannya mengeras dan dia kembali tersenyum mengejek. "Baiklah jika itu yang kau inginkan, Putri. Aku akan mengabulkan permintaan mu secepatnya."
Aku menatap matanya tajam. "Aku benci padamu, aku sangat membencimu. Aku harap suatu saat nanti kau akan merasakan penderitaan yang lebih sakit dariku, bajingan."ucapku dengan bersungguh-sungguh dan penuh emosi. Aku dapat melihat ada ekspresi aneh yang melintas di wajahnya yang menghilang sebelum aku tau artinya. Tanpa mengatakan apapun dia melepaskanku dan berbalik.
"Seorang putra yang terlahir dari keluarga bajingan tentunya akan menjadi bajingan juga. Sama seperti orang tuamu. Memang buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya."sinisku.
Laki-laki itu menghentikan langkahnya lalu kembali menghadapku.
"Jangan sekali-kali kau menghina Ayah dan Ibuku!!"geramnya dengan tatapan gelap sambil menunjuk ku tepat di depan hidungku.
Aku tersenyum miring. "Kau salah, aku sama sekali tidak menghina mereka. Aku hanya mengatakan fakta. Ah, jangan lupakan kakakmu yang mati mengenaskan itu."
Dengan cepat, laki-laki itu menarik pedangnya dan mengarahkannya ke leherku.
"Diam!!! Kau yang hidup enak di dalam istana tau apa?! Kau hanya duduk manis dan manggut-manggut menerima semua pelayanan tanpa tau apa yang terjadi di luar istana. Kau tidak berhak berkata buruk terhadap keluargaku!"bentaknya.
Aku tertawa mengejek. "Baiklah, mari kita berbicara tentang pengkhianatan keluarga mu yang berujung pada pemusnahan ...."
Tanpa membiarkanku menyelesaikan kalimatku, laki-laki itu menusukkan pedangnya menembus perutku. Aku tersetak karena sakit yang luar biasa. Aku terbatuk dan mengeluarkan darah yang mengenai wajah dan pakaiannya.
"Sudah ku peringatkan kau. Jangan menghina keluargaku, Sakura!"
Aku menatap matanya yang membara seperti api. Matanya penuh kegelapan, amarah dan dendam. Mungkin itulah tatapan seorang iblis. Dan aku tersenyum pada sang iblis.
Aku menyandarkan kepalaku di dadanya dan sambil menahan sakit mulai berkata lirih, "Tujuanmu sudah tercapai. Kau telah membalaskan semua dendam dan menghukum semua orang yang bersalah dalam kehancuran keluargamu. Akhirnya kau bisa meneruskan hidupmu tanpa beban lagi. Selanjutnya, hiduplah dengan bebas tanpa kepura-puraan. Jadilah raja yang baik untuk kerajaan ini dan berbahagialah."
Dengan semua kekuataanku yang tersisa, aku berusaha berdiri tegak dan menatap matanya. Air mataku jatuh perlahan karena kesakitan dan kesedihan. Sedangkan dia menatapku dengan tatapan kosong.
"Gomen ne." Ucapanku itu membuat mata laki-laki itu terbelalak. Senyumku makin lebar, aku berusaha menyampaikan perasanku yang sebenarnya padanya dengan kata-kata terakhir ini.
"Ashiteru, Sasuke kun."
Setelah mengatakannya, aku tidak bisa lagi menahan rasa sakitku dan kurasakan kekuatan meninggalkan ku. Dengan pasrah, kubiarkan tubuhku jatuh ke belakang, ke dalam jurang yang dalam.
'Sayonara, Sasuke kun'
.
.
.
.
.Bersambung.
PS.
Klo ada typo, mohon dikoreksi🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Reinkarnasi
FanfictionSakura seharusnya telah mati dieksekusi saat itu. Tetapi dia malah terbangun di sebuah ruangan putih aneh. Semua orang yang seharusnya juga sudah mati hidup kembali. Tetapi anehnya mereka mengenalnya bukan sebagai Putri Sakura tapi seorang gadis bia...