Juni 2020
Aku benci bulan Juni.
Tinggal beberapa hari menuju hari-h sidang skripsi dan aku mengalami stress berat.
Aku tidak bisa tidur selama berhari-hari. Aku juga bahkan tidak nafsu makan. Apapun yang aku lakukan selalu terasa salah. Bahkan, untuk sekadar menghibur diri dengan menonton drama saja aku tidak bisa fokus.
Isi kepalaku sepertinya sekarang berantakan.
"Gi, ada yang nyariin."
Aku yang tengah menatap kosong layar laptopku yang tengah memutar film Little Woman, menoleh ke arah pintu. Terdengar ketukan dari sana diiringi suara Raisa—teman satu kostanku yang sepertinya baru saja pulang dari kampus.
"Siapa?" tanyaku tidak berniat bangkit untuk membukakan pintu sedikitpun.
"Cowok yang biasa ke sini. Lupa gue namanya."
Haidan.
Aku semakin melesakkan tubuhku ke bantal yang aku jadikan sandaran lalu menghela napas panjang, "Bisa gak bilangin kalo gue lagi gak di kosan?"
"Tapi tadi gue udah bilang lo ada."
"Bilang aja, tadi pas lo mau ke kampus gue belum pergi, sekarang lo cek kamar gue, guenya nggak ada."
Raisa tidak menyahut lagi, tapi aku tahu dia melakukan apa yang aku minta karena aku bisa mendengar suara langkah yang menjauhi pintu.
Tidak lama berselang, layar ponselku menyala dan mendapati Haidan baru saja mengirimiku pesan.
Haidan Janardana: kamu ke mana?
Tapi aku memilih mematikan layar, lalu kembali menatap kosong layar laptopku.
Setelah empat hari bahkan dia baru memberi kabar. Padahal di hari yang sama ketika Haidan pergi ke rumah sakit untuk menemui Michelle yang baru saja kecelakaan, aku menanyakan kabar Michelle via chat. Bertanya apa adik tingkatku itu baik-baik saja, dan hal lainnya. Tapi tidak ada balasan sama sekali.
Haidan hanya muncul di grup jurusan untuk memberi kabar tentang kecelakaan Michelle, dan bertanya barangkali ada yang mau ikut menjenguk Michelle atau semacamnya.
Melihat itu, aku memilih membiarkan Haidan.
Terserah dia mau melakukan apa, mau mengabaikanku, mau sibuk sendiri, mau melupakanku, aku sudah tidak peduli lagi.
Yang aku pedulikan saat ini hanya sidang skripsiku yang tinggal 3 hari lagi. Aku tidak akan membiarkan pikiran tentang Haidan mendistraksiku. Aku harus fokus.
-
"Lo kenapa?"
Aku mengedikkan bahu ketika Eja menyapaku di depan ruang dosen h-1 sidang.
"Berantem sama si Idan?"
Aku mengerutkan kening sambil menatapnya, "Dia cerita sesuatu?"
"Dia nanya apa gue dapet kabar dari lo beberapa hari terakhir, ya gue jawab chattingan biasa aja sekalian nanya-nanya tentang sidang karena kita sidang bareng. Udah itu doang."
"Ck, kenapa lo jawab begitu." aku mengeluh malas, membuat Eja memasang tampang semakin penasaran.
"Ya emang harus gue jawab apa lagi??? Orang kenyataannya begitu. Lo kenapa, deh? Jujur sama gue."
"Gue lagi males aja, Ja."
"Males apaan?"
"Ya males mikirin hal yang nggak penting." sahutku kemudian sambil menyilangkan tangan di dada, "Gue nggak bales chat dia dari 2 hari yang lalu. Terus udah 2 hari juga dia ke kostan gue tapi gue nyuruh si Raisa buat ngusir dia secara halus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Hari di Bulan Juni
Short Story(COMPLETED) "Kemarin ngapain nebeng Bang Eja bukannya bareng aku?" Ada satu hari di mana aku tidak ingin bertemu lagi dengan bulan Juni. Namun, ada hari lainnya di mana bulan Juni rupanya tidak lagi seburuk tahun lalu. - 2020 © a short story by. ne...