Chapter 6

352 34 1
                                    

Malam ini kota Yilling terasa lebih indah di pandang , namun ntah kenapa angin malam tersebut terasa tidak cocok untuk tubuh Wei Wuxian saat ini.

Ia lupa menutup jendela apartemen miliknya , merapatkan selimut ia meringkuk giginya terasa gemeletuk mengingat demam yang ia derita belum benar-benar pulih.

Pintu apartemen terbuka menampilkan Luo Binghe  yang mengangkat sebelah alisnya . Sore tadi ia mendapatkan telpon dari teman bar-bar nya ini . Meminta di jemput di apartemen milik Lan Wangji.

Kenapa Wei Wuxian ada disana? Kata para kru dan staff , anak itu sedang holiday?
Tak banyak tanya Luo Binghe langsung menjemput Wei Wuxian yang saat ia temui berwajah pucat serta ber pipi bengkak.

Apa Lan Wangji dan si Wei ini habis baku hantam atau bagaimana? Tapi itu semua di berikan klarifikasi oleh Xie Lian . Luo Binghe bukan tipe orang yang ingin tahu urusan orang lain . Ia mendengarkan semua cerita dari Xie Lian selama di mobil . Sempat terkejut memang tapi ia tak ingin bertanya banyak kecuali Wei Wuxian sendiri yang ingin bercerita.

"Kenapa jendelanya tidaj kau tutup,bodoh."

Luo Binghe berjalan kearah jendela dan menutupnya . Lalu menghampiri Wei Wuxian yang meringkuk seperti ulat.

"Kemana kakak Lian?" Tanya Wei Wuxian dengan suara parau.

"Pergi keluar , katanya ada urusan . Motormu akan diambil oleh manejer ku . Tenang saja malam ini akan sampai kok."

"Oh, maaf merepotkan."

Binghe mengacak Surai hitam pekat itu membuat rambut yang awalnya berantakan menjadi lebih berantakan lagi. Sekilas masih terasa panas tubuh Wei Wuxian , ia sadar kalau teman bar-bar nya ini masih sakit tapi tetap saja menyebalkan.

"Geser."

Wei Wuxian menggeser tubuhnya sedikit memberi ruang pada Binghe , mereka berdua berbaring di tempat yang sama . Bukan hal baru mereka melakukan ini , kalau orang lain melihatnya mereka akan berpikir mereka sepasang kekasih atau pikiran liar lainnya.

Bukan.

Mereka bukan sepasang kekasih , sejak dulu memang Binghe dan Wei Wuxian biasa berbagi tempat tidur .
Binghe sudah menganggap Wei Wuxian seperti adiknya sendiri , memang mereka sering bertengkar tapi hal itu tidak pernah merusak hubungan mereka.

Binghi menjadikan satu tangannya sebagau bantal tangan yang lain bermain ponsel. Sedangkan Wei Wuxian masih pada posisinya tidur meringkuk namun kini lebih merapatkan diri pada Binghe.

"Kau tidak takut tertular?"

"Katakan itu pada dirimu sendiri, kau lupa? Kau bahkan pernah memeluku tidur saat aku demam tinggi."

"He... Itukan karena kita memesan hotel yang sama dulu ."

"Sudahlah . Pipimu sudah kau olesi obat?"

"Hum! Kakak Lian yang melakukannya tadi . Aku juga sudah minum obatku."

"Tidurlah. Besok pagi aku ada pemotretan."

Tanpa aba-aba lagi Wei Wuxian langsung merangkul tubuh Binghe , memeluknya dengan pelan. Lalu tertidur .

Binghe meliriknya lalu tersenyum , kembali melihat ponsel . Sempat berpikir juga.  Mengingat perkataan Xie Lian tadi.
Jiang Cheng? Tidak di ragukan lagi pemuda itu sudah lama memiliki perasaan pada Wei Wuxian memang tapi kenapa sampai liar begitu? Binghe juga pernah menyukai orang tapi tidak seliar itu .
Malah mungkin ia senang kalau orang itu marah atau menyiksanya seperti hal yang menyenangkan katakan saja dirinya masokis.

Saat menjemput Wei Wuxian tadi Wajah Lan Wangji juga rasanya agak aneh . Datar seperti biasa namun Binghe sadar ada sedikit raut kesal yang tak begitu ketara . Tapi ya sudahlah , Binghe menaruh ponselnya lalu menutup mata . Membuang semua pertanyaan dalam pikiran yang saat ini ingin sekali di tanyakan .

Tetao saja , ia akan teguh jika Wei Wuxian tidak bercerita maka ia takan bertanya lebih atau mengurusi masalah ini seperti orang sok tahu.

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Suara shower menggema dalam kamar mandi , tetesan air mulai membasahi tubuh putih porselen milik Lan Wangji .
Tangan kekar miliknya menggosok seluruh tubuh membilas dari sisa sabun yang melekat disana.

Mematikan kran air , lalu mengeringkan diri dengan handuk dan berjalan keluar.

"Wangji , besok jadwal mu agak padat . Istirahat lah lebih awal."

"Ya."

"Tadi manajer Luo Binghe datang . Ia mengambil motor adik Wei ."

Wangji menatap kakaknya sebentar , ah ia ingat kejadian siang tadi . Keributan di apartemen miliknya . Lalu Wei Wuxian yang meminta untuk pulang ke apartemen miliknya sendiri . Tidak mau banyak merepotkan kedua Lan tersebut.

Ingin rasanya Wangji bicara kalau ia bisa tinggal lebih lama , namun amat berat mengutarakan kalimat tersebut . Sore tadi Luo Binghe datang menjemput Wei Wuxian , Wangji tidak pernah terkejut melihat mereka selalu bersama .

Banyak yang memberi gosip miring . Tapi Wangju kenal Binghe sejak lama , pemuda dengan tanda lahir di dahinya itu selalu menggandeng perempuan manapun, ntah sudah di tiduri apa belum . Hubungan Binghe dan Wei Wuxian sebatas teman , memang amat dekat tapi Wangji tahu kalau tatapan Binghe adalah tatapan kakak pada adiknya , jadi semua isu miring tentang Binghe bisa ia tepis.

"Wangji?"

"Maaf aku melamun."

"Istirahatlah ... Hari ini cukup melelahkan ."

"Hm.."

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Sudah satu minggu berlalu, waktu cuti milik Wei Wuxian pun juga akan berakhir . Hari ini ia tengah duduk berjemur di pantai . Setelah beberapa waktu lalu ia berbaring saja . Saat tubuhnya sembuh ia meminta atau lebih tepatnya memaksa Xie Lian mengajaknya kepantai .

Xie Lian duduk di sebelahkanya dengan payung besar yang meneduhkan dirinya sembari meminum jus buah .

"Kalau kau berjemur lama kau akan hitam."

"Aku memang mau hitam , agar terlihat maskulin."

"Kau tahu , kau akan ada kontrak film lain. Jangan membuat aku mengurusimu dengan kulit gelapmu nanti."

"Kakak Lian , tidak bisakah aku senang? Oiya apa , kudengar film kita kali ini akan melakukan shooting di pegunungan , ya kan?"

"Ya, dan kau harus bertemu si brengsek itu."

"Ayolah , kita ini harus proporsional . Kau tahu urusanku di lokasi syuting dengan Jiang Cheng adalah pekerjaan , kalau di luar biarlah kalau kami bermusuhan .  Yang terpenting orang lain tidak tahu . "

Xie Lian hanya meliriknya sekilas , ia merasa sebal dengan sutradara film kali ini . Lagi pula kenapa juga Wei Wuxian harus satu film lagi dengan Jiang Cheng? Apa tidak ada aktor lain atau bagaimana . Ingin rasanya Xie Lian menolak tawaran tersebut namun tidak baik menolak perkejaan .

"Kakak Lian , tidak baik kalau berpikir jelek terus . Kita harus positif saja ."

Xie Lian menghela napas, adiknya ini memang terlalu baik . Berapa kalipun di sakiti ia tetap saja tidak pernah ingin membenci atau menjauhin orang karena itulah yang memebuat dirinya sering kali di manfaatkan orang lain.

Wei Wuxian memang mengatakan kalau ia kesal dan marah dengan tindakan Jiang Cheng , tapi ia sudah melupakan semua itu . Ia bilang kalau keluarga Jiang Cheng itu sangat baik , susah sekali membenci orang yang telah banyak membantu dirinya saat masa-masa sulit.

Ia tak ingin jika nantinya mereka jadi musuh mungkin nanti akan ada kesempatan dimana dirinya kembali di pertemukan dengan Jiang Cheng lalu meluruskan segalanya .

Merapikan segala masalah walaupun tidak ada kemungkinan ia dan Jiang Cheng akan seakrab dulu tidak apa. Asalkan segala urusannya telah selesai , tidak masalah jika nanti akan ada tembok besar antara mereka.

Yah... Tidak jadi masalah

🌸🌸🌸🌸🌸😊😊😊😊😊🌸🌸🌸🌸

BEST SCENE (SLOW UPDATE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang