6. Keinginan

1.3K 134 5
                                    

Warning typo!

"bunda~ ayah mana sih?? " lihatlah, ini masih pukul 5 dini hari, tapi si bungsu -siapa lagi kalau bukan Rega- sudah merengek manja pada sang bunda. Maklum, semalam bunda Rita menemani Rega hingga tertidur dan ia memutuskan tidur disamping Rega.

"ayah lagi mandi sayang, kamu udah enakan? " jawabnya halus.

Rega mengangguk dengan murung. Ayahnya itu lama sekali, kan Rega pengen cepet cepet keluar kamar, pengen menghirup udara segar dipagi hari, dan sayangnya itu semua harus atas ijin Arga selaku kepala keluarga.

"ishhh, ayah lama bunda~ Rega pengen keluar.. Hiks" nah kan, Rega udah mulai nangis.

Cklek

"kenapa nangis heum? " suara agak berat itu mengalihkan pandangan Ragil yang masih menangis.

Satu detik

Dua detik

Tiga detik

Grep

"hiks, abang kenapa hiks nggak bilang kalo mau pu-lang, "

Geraldino Putra Mahardika, putra kedua bapak Arga yang awet muda (walau sebenernya ngga muda amad), Gerald tersenyum, ia menggendong adiknya dan mencium kedua pipi gembur Rega.

"kejutan!! " ucap Arga dengan ceria yang dibalas tatapan datar oleh Rega, Geral, dan Rita.

"eh, udah terlambat ya? Adek kenapa kok nangis? "

Masih nanya!

"hiks hiks huaaaaa, abang" Gerald membawa Rega keluar untuk bersiap sarapan, sedangkan Rita berjalan ke arah Arga dan memukulnya pelan.

"kamu sih, kelamaan"

●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●●_●

"bunda, adek makan nasi goreng aja ya? " cicit Rega, memohon pada Rita agar diperbolehkan. Setelah disodorkan semangkuk bubur tadi, perutnya kembali bergejolak. Ia tak suka bubur.

Rita menghela nafas. Sebenarnya ia ingin menolak, tapi urung karena tak tega melihat tatapan memelas bungsunya. Sungguh, terlihat sangat menggemaskan.

"yaudah boleh" senyuman Rega terbit begitu saja dibarengi dengan tatapan berbinar bahagia, membuat siapa saja ikut tersenyum.

"tapi janji gak boleh makan eskrim dua bulan. " wajah yang tadinya ceria langsung kembali ke raut awal. Raut memohon.

"sebulan deh bun"

"oke, tiga bulan. " Rega mengerucutkan bibirnya. Kam Rega minta dispensasi. Kok malah ditambah?? Baiklah. Daripada sekarang harus menahan mual dan pasti kalau nanti muntah Rega akan di infus, lebih baik ia setuju dengan penawaran awal bunda.

"ishh, yaudah deh dua bulan."

Rita tersenyum, ia segera mengambilkan seporsi nasi goreng dan membawanya ke samping Rega. Wanita memang selalu menang.

"bunda suapin ya? Aaa"

Setelah menyelesaikan sarapannya Rega melompat ke pangkuan Arga. Kepala keluarga itupun langsung menggendong putranya ke ruang keluarga untuk menonton tv bersama.
Jika kalian bertanya dimana yang lain, Ragil sudah berangkat sekolah, Gara harus ke kantor karena ada jadwal meeting pagi ini, begitu juga Gerald. Dan Arga, pagi ini free. Dia bisa masuk siang.

Sebenarnya, kali ini Rega mau bermanja dengan ayahnya karena suatu keinginan. Kalo enggak mah ya ogah. Rega kan masih ngambek gara-gara tadi pagi. Rega yang sedari tadi curi curi pandang pada ayahnya itu mulai mengutarakan keinginannya.

"ayah.. "

"heum? "

"adek boleh minta sesuatu gak? " tatapan Arga langsung beralih kebawah, alias ke Rega yang lagi rebahan dipangkuan ayahnya.

"mau apa? Hm? " Rega langsung menyodorkan jari kelingking kanannya didepan sang ayah.

"janji boleh ya? "

Arga menaikkan salah satu alisnya, tumben sekali Rega kayak gini? Waduh, biasanya sih kalo udah kayak gini mintanya suka aneh aneh.

"ayah janji turutin, tapi nggak boleh yang aneh aneh"

Rega mengerucutkam bibirnya. Kalo gini sih alamat ngga dibolehin.

"ihh, ayah jahat" Rega sudah bersiap pergi dari pangkuan ayahnya karena ngambek, tapi langsung ditangkap kembali oleh Arga.

"emang apa sih? Adek pengen apa coba? " tanyanya yang diakhiri kecupan sayang di dahi Rega.

"janji jangan marah? " lagi lagi Rega mengodorkan kelingkingnya dan langsung dibalas oleh ayahnya.

"iyaa.. "

"adek pengen.. "

"sekolah yah"

Wajah Rega tampak murung dari sebelumnya. Bahkan ia tak berani menatap kedua mata ayahnya.

"kan adek udah sekolah.."

Memang sih Rega selama ini sekolah, tapi homeschooling. Terkadang, Rega yang melihat kak Ragil dan teman temannya merasa iri. Rega juga ingin mempunyai teman, tapi seluruh keluarganya tak mengizinkannya bersekolah umum. Tidak sama sekali.

Arga sebenarnya tak tega melihat wajah murung putra bungsunya, tapi ia tak punya pilihan lain. Musuh bisnisnya begitu banyak, jika Rega bersekolah umum pasti akan membahayakan dirinya sendiri.

"adek, adek tau kan? Ayah gak ngizinin adek sekolah umum karena apa? Ayah gak mau adek kenapa-napa"

Rega tetap bergeming. Tatapannya lurus ke acara tv, tapi pikirannya menuju ke jawaban ayahnya barusan yang sebenarnya klise. Dari dulu selalu seperti itu.

"adek mau kemana? " tanya Arga yang melihat bungsunya bangkit dan berjalan menuju lantai 2

"ke kamar ayah, bentar lagi kan gurunya datang" jawabnya tanpa gairah sama sekali bahkan terkesan sedih.

Arga tersenyum tipis. Arga tak ingin Rega bersedih, tapi ia juga tak ingin Rega dalam bahaya atau bahkan terluka. Jadi.. Keputusannya sudah benar bukan?

๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏๏_๏

Regal |HIATUS|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang