1.5

37.3K 10.6K 3K
                                    

sebelumnya mau bilang kalau aku sangat menghargai setiap reader yang mau mampir kesini. Aku juga memberi kebebasan buat komen untuk setiap reader nya. cuma tolong banget.......... jangan ninggalin komentar yang annoying. Aku liat work sebelah udah sampe dijadiin lapak sendiri yang bahkan udah out of topic banget dari ceritanya. Itu gak sopan. satu lagi, jangan dibiasain komen latah ya. Kasihan sama reader lain yang ngerasa keganggu waktu baca. Jadi kalo ngerasa komen kalian hilang, maaf itu karena aku hapus. Aku harap kalian mau mengerti.

Selamat membaca


° ° °

Suasana berubah menjadi hening ketika Eby mendengar perkataan terakhirku. Dari raut wajahnya tersirat bahwa ia sedikit bingung dan juga takut disaat bersamaan. 

Aku diam saja sampai tak lama kemudian, Eby tertawa hambar memecah keheningan. "Ah ya sudahlah lupakan soal itu. Mungkin aku memang salah lihat—" 

line!

ting!

Perkataan Eby terinterupsi dengan adanya bunyi notifikasi handphone yang berdering dua kali secara bersamaan.

Aku dan Eby serentak memandang satu sama lain dan beralih ke layar handphone kami masing-masing. Entah bagaimana bisa menjadi suatu kebetulan saat handphone kami sama-sama berbunyi, menandakan ada notifikasi masuk.

Dan saat itulah, mataku melotot saking terkejutnya.

Pesan matahari yang sedari tadi kutunggu itu akhirnya muncul secara tiba-tiba di notification bar.


🌞🌞:
kau sudah sampai?

🌞🌞:
kau tidak ingin ke kamar?

🌞🌞:
kau tidak penasaran lagi dengan semua yang kau pertanyakan selama ini?


You:
sebentar

You:
aku sedang berbicara dengan temanku


🌞🌞:
Kau bisa berbicara dengan Eby nanti

You:
Maaf?
kenapa kau bisa tahu aku berbicara dengan Eby?



🌞🌞:
Ya karena aku tahu

You:
Ya kau tahu darimana?

🌞:
Tidak ada yang tidak ku tahu

🌞🌞:
aku tahu semua Dery

🌞🌞:
aku tahu semua 









"Oh sial, dia lagi dia lagi!" umpat Eby pelan. Namun, suaranya masih terdengar olehku.

Aku berpaling dari layar dan beralih memandang Eby dengan raut wajahnya yang terlihat kesal. Matanya masih terpaku pada layar handphonenya. Rahangnya mengeras seolah-olah ia sedang menahan emosi yang sudah lama ia simpan. Kulihat ia juga mengepalkan tangannya.

Bot 0.2 | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang