1.8

35.4K 9.4K 3.5K
                                    

BUG!


"AWW..."

Aku mengaduh kesakitan ketika merasakan tubuhku jatuh dan terhempas ke lantai. Siku dan lututku terbentur ke permukaan lantai yang dingin. Aku terbangun dalam keadaan baju tidur yang basah oleh keringat dengan kondisi sudah tidak berada di atas tempat tidur lagi.

Napasku tersengal sengal. 

Dengan cepat aku merangkak dan menyalakan lampu tidur kamar. Mataku bergerak kesana kemari mengawasi sekitar. Aku memegang kepalaku yang terasa sangat sakit. Tubuhku panas dingin.

Mimpi apa itu tadi?

Aku bermimpi Eby datang kerumahku meminta pertolongan. Meskipun itu tadi mimpi, rasanya terlalu nyata untuk dibilang begitu. Rasanya Eby benar-benar datang ke rumahku, hadir di depan pintu, dan tatapan yang diberikan begitu nyata. Tatapan memohon, berharap, namun pasrah disaat bersamaan.

Pandanganku berputar-putar. Baru kali ini aku merasakan pusing yang amat sangat luar biasa disertai rasa mual. Kucoba mengatur napasku yang masih tersengal-sengal. Tapi rasa takutku terus menjalar.

 Aku melirik ke arah jam. Sekarang menunjukkan pukul setengah dua belas malam. 

Aku memutuskan berjalan kecil di kamar sembari menenangkan pikiranku. Tak henti-hentinya aku meremas piyamaku sebab diriku yang terlalu cemas. 

Malam itu aku mengetahui seberapa sulitnya aku untuk menenangkan pikiranku sendiri. Banyak skenario skenario kecil tidak logis yang muncul di otakku terus terusan. Kekhawatiran, kecemasan, emosi, semua kurasakan pada malam itu. 

pasti kambuh lagi, batinku dalam hati.

Sembari menahan rasa sakit di kepalaku, aku melangkah menuju nakas lalu membuka lacinya. Kucari benda itu dan ketika aku menemukannya, aku segera  mengambilnya. Itu adalah obat penenang bertuliskan "ansiolitik" , tujuannya untuk meredakan kecemasan, juga dapat menjadi obat tidur.

Biasanya aku mengonsumsi itu satu atau dua pil namun kali ini tanpa ragu aku langsung mengambil tiga pil dan menelannya secara bersamaan. Tenggorokanku rasanya sakit. 

Buru-buru aku meraih segelas air putih diatas meja yang memang selalu kusediakan setiap mau tidur, lalu meneguknya hingga tandas. 

Lama-lama, aku merasakan air mata mulai mengalir di pipiku. Aku bersender di tempat tidur.  Kepalaku menengadah ke atas. Membiarkan diriku sampai aku benar-benar tenang. 

Kau tau? Aku benci mengidap penyakit OCD.

Aku benci kalau penyakit itu sudah kambuh. Itu sebabnya aku tidak suka memikirkan hal hal yang sudah terlalu jauh bagiku.  Semua kuanggap lelucon karena aku tidak suka berpikir terlalu berat. Aku takut cemas. Aku takut gelisah. Dan itu rasanya sungguh menyiksa.

Kemudian aku berpaling, memandang tirai jendela. Aku beranjak dari tempat tidur dan berjalan pelan. Kubuka sedikit tirai untuk mengintip kamar Eby yang ada di seberang. 

Lampunya mati. Eby pasti sudah tidur dengan lelap. Walau kau tahu, kebiasaan buruknya, ia selalu lupa mengunci jendela kamarnya. 

Aku kembali melangkah ke tempat tidur. Tak sengaja mataku tertuju pada apa yang diatas nakas selain gelas yang sudah tidak berisi air. Pandanganku jatuh kepada kotak hitam itu.

Aku mengambilnya. Entah hal apa yang mendorongku sehingga saat itu, aku menunda untuk melanjutkan tidurku lagi dan memilih untuk kembali membaca catatan itu. 

Halaman demi halaman kutelusuri. Telunjukku bergerak di atas kertas dengan mulutku yang bergumam sendiri membaca setiap kalimatnya. Kucoba resapi setiap perkara yang ditulis di kertas ini. 

Bot 0.2 | Haechan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang