Seluruh siswa yang menyaksikan kejadian di selasar siang itu dibuat terkejut saat Gasta tiba-tiba bangun lalu memungut bola yang menggelinding tak jauh dari tubuhnya. Lebih-lebih saat lelaki itu membawa langkahnya menuju lapangan dan menyodorkan benda bercorak hitam-putih itu kepada Tora.
Lantas, tawa remeh Tora menyambutnya, sorot mata lelaki itu menatap rendah ke arah Gasta. "Lihat guys, temen kita berbaik hati ngambilin bola yang keluar dari lapangan. Kasih penghargaan nggak, nih?"
"Kasih dong, Tor, apalagi ini Gasta, temen kita yang paling baik." Santo mendekat dan merangkul Tora. Lelaki dengan seragam yang dikeluarkan dari celana itu ikut menatap Gasta.
"Oke, lo boleh ikut main sama kita." Tora memutuskan. Ia kemudian mengulurkan tangan hendak mengambil bola dari Gasta, akan tetapi lelaki itu menjauhkannya dari jangkauan Tora.
Santo dan beberapa orang yang menyaksikan itu sedikit terkejut dengan apa yang dilakukan Gasta, terlebih lelaki itu menarik tipis kedua sudut bibirnya sebelum membuka suara.
"Tadi lo sengaja nimpuk gue pake ini?" Gasta mengangkat bola sepak di tangannya.
Tora yang sedikit kesal dengan sikap Gasta langsung menatap lelaki itu tajam. "Kalo iya kenapa? Mau marah?"
Gasta balas menatap Tora sengit sebelum bebalik dan melangkah menjauh dari tempat itu.
Tora langsung tertawa. "Nah, bener. Sana pergi, netek ke emak lo."
Namun, setelah kalimat itu, Tora dikejutkan oleh bola yang melayang cepat ke arahnya dan mendarat tepat di kening lelaki itu. Ia langsung termundur beberapa langkah dengan sensasi pening yang menghantam seketika.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terkejut bukan main. Mereka tak menyangka Gasta akan melempar bola sekeras itu ke arah Tora.
Tangan Gasta mengepal, raut wajahnya seketika mengeras, netra yang biasanya terlihat teduh itu berubah tajam. "Sakit, 'kan? Tapi, ini belum seberapa, Tora."
Tora menatap Gasta sengit, rahangnya mengeras. Ia langsung melangkah dan meraih kerah seragam Gasta. "Bangsat, berani lo sama gue?"
Gasta mengangkat sebelah alisnya. Kini, lelaki itu yang menatap remeh ke arah Tora yang tampak berapi-api. "Santai, men." Ia meraih kedua tangan Tora di kerahnya lalu merematnya kuat hingga membuat lelaki itu sedikit meringis dan melepas cengkeramannya. "Masa gitu aja langsung terbakar? Padahal yang tadi itu nggak ada apa-apanya lho dari apa yang lo lakuin selama ini ke gue."
Tora benar-benar dibuat heran melihat Gasta yang tiba-tiba berani melawannya seperti ini. Bukan hanya Tora, tapi hampir seluruh orang yang melihat kejadian itu dibuat tak bisa berkata-kata.
Gasta tertawa karena Tora tak kunjung membalas ucapannya. Ia kemudian melangkah meninggalkan lelaki itu untuk mengambil bola di dekat gawang. "Tadi lo bilang mau kasih gue penghargaan, 'kan? Oke, gue terima." Gasta kembali membawa langkahnya ke tengah lapangan. "Tapi, kalo cuma main biasa nggak seru, gimana kalo kita taruhan?"
Gasta melirik Santo yang masih tercengang menatapnya. "Itu, sih, kalo lo berani." Ia kemudian memantulkan bola ke paving block sebelum menangkapnya kembali.
"Oke." Tora akhirnya memberi tanggapan, lelaki itu melangkah mendekat dan berdiri tepat di depan Gasta. "Apa taruhannya?"
"Tor, lo nggak perlu buang-buang tenaga buat ngeladenin sampah kayak gini."
Itu suara Bergi, dan tentu saja menyulut emosi Gasta hingga tanpa aba ia berbalik dan melempar lelaki itu dengan bola. Bahu kanannya menjadi pendaratan sempurna untuk benda seberat 410 gram itu. Lagi-lagi tindakan Gasta yang di luar prediksi membuat seisi lapangan menjadi senyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost Brother [TERBIT]
Teen FictionBenua Gastara menganggap hidupnya sudah tak berarti apa-apa. Langkah yang ia bawa tak lagi mempunyai tujuan pasti. Gasta masih hidup dan bernapas di bumi, tapi merasa seperti orang mati. Sampai akhirnya takdir mempertemukannya dengan sosok yang tak...