07 - Membela diri

916 194 50
                                    

"Bu-bukan ...." Gasta menggeleng. Apa yang harus ia katakan? Bukan dia yang melakukan itu, bukan dia yang memukuli Geri.

Mata hitamnya menyorot tak percaya ke arah layar laptop. Bagaimana bisa Saga memukuli Geri separah itu? Geri bahkan seperti tak berdaya untuk melawannya. Kenap? Kenapa sampai begini?

Gasta benar-benar panik. Ia tak tahu apa-apa, tapi juga tak punya kata yang pas untuk menjelaskan semuanya.

"Kalau saya tidak melihat memar di perut anak saya. Selamanya mungkin saya tidak akan tahu kalau Geri dipukuli di sekolahnya sendiri."

Suara jengkel dari wanita yang duduk di sebelah Geri menepi. Gasta kian dirundung kecemasan, baru saja ia merasa dunia sudah berpihak kepadanya, kini takdir sialan itu kembali mempermainkan hidupnya.

"Gasta, kamu bisa jelaskan apa masalahmu dengan Geri?"

Lelaki itu mengangkat pandangan untuk membalas tatapan Pak Hendro, jelas tampak kekecewaan di sana. Selama ini Pak Hendro selalu membanggakan Gasta. Ia tidak pernah membuat masalah, lebih-lebih dengan prestasinya di sekolah. Gasta terkenal anak yang baik dan rajin. Tapi sekalinya anak itu membuat masalah, ia hampir memecahkan kepala Pak Hendro.

"Waktu itu, selesai latihan basket di lapangan indoor, Gasta menunggu saya di tangga dekat toilet. Saya tidak tahu permasalahannya. Dia langsung menyerang saya seperti orang kesetanan."

Itu Geri. Dan Gasta tak tahu apakah itu benar atau hanya karangannya semata. Gasta tak tahu kejadian pastinya, hanya Saga. Tapi, di mana lelaki itu sekarang?

"Apa benar begitu Gasta?"

Gasta meremat tangannya di atas pangkuan. Ia mencoba mengumpulkan suara di tenggorokan untuk kemudian dikeluarkan. "Bu-bukan, Pak ...." Ya, Gasta percaya, Saga tidak mungkin memukul Geri tanpa alasan. "Saya mana memungkin memukul Geri tanpa alasan."

"Lalu apa alasannya sehingga kamu memukul Geri seperti orang kehilangan akal?" Wanita di samping Geri yang kembali menyahut.

Gasta menoleh, ditatapnya Geri dan wanita itu bergantian. "Geri lebih tahu." Gasta bersumpah, jantungnya seperti mau meledak sekarang.

"Gas, lo itu harus belajar membela diri. Lo sama mereka itu sama-sama manusia, mereka nggak berhak memperlakukan lo kayak hewan. Nyokap lo aja sampai melakukan apa pun untuk membahagiakan lo, lantas siapa mereka yang seenak jidat menginjak-injak lo kayak gini?"

Suara Saga beberapa hari yang lalu mendadak tersetel dalam benaknya. Membuat nyali lelaki itu yang sempat merosot kembali menyentuh titik normal.

"Bahkan, apa yang saya lakukan hari itu tidak sebanding dengan apa yang selama ini Geri lakukan kepada saya."

Gasta seperti menemukan lagi dirinya. Ia sudah berada di ujung papan loncat sekarang, tidak ada salahnya untuk menyemplung sekalian.

"Tante bisa tanyakan sendiri bagaimana anak Tante memperlakukan saya."

Geri mengepalkan tangannya. "Gas, apa lo dendam karena gue minta bantuan buat bantu gue ngerjain tugas waktu itu? Itu pun lo yang menyanggupinya, 'kan? Tapi, kenapa sekarang lo kayak gini?"

Gasta benar-benar tak percaya kalau Geri akan membalikkan fakta seperti ini. Lelaki itu sangat pandai berakting, hingga rasanya kalau Gasta tak tahu kejadian sebenarnya ia akan percaya.

"Lalu kenapa hari itu saya menerima laporan dari Luna kalau kamu datang mengamuk ke kelas Gasta?"

Suara Pak Lukman menyelak di antara kebohongan Geri. Gasta langsung menoleh, bukan karena pembelaan yang diberikan Pak Lukman kepadanya, akan tetapi karena nama yang diseret oleh gurunya itu.

Ghost Brother [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang