08 - Dendam tanpa akhir

1K 197 49
                                    

Gasta masih tak percaya bahwa dalang di balik semua kejadian itu adalah Tora. Setelah dipanggil ke ruang BK, Tora mengaku ia kesal kepada Gasta karena masalah taruhannya dengan lelaki itu—yang baru Gasta tahu kalau Saga pernah membuat taruhan dengan Tora, pantas selama beberapa hari ini ia tak pernah mengganggu Gasta dan justru terkesan selalu mengikuti semua perkataannya.

Tora sudah merencanakan semuanya. Ia yang membayar Geri untuk menjebak Gasta dengan melibatkan Luna. Sekarang akhirnya Gasta paham apa yang terjadi saat Saga mengambil alih tubuhnya.

Namun, yang paling mengejutkan untuk Gasta adalah ternyata Luna benar-benar berbeda dari yang lain. Gadis itu tidak pernah ikut mem-bully-nya, bahkan selama ini tanpa sepengetahuan siapa pun, Luna yang selalu diam-diam melapor ke guru jika teman-temannya yang lain sudah sangat keterlaluan mengerjai Gasta. Hal itu membuat hati Gasta menghangat, setidaknya sekarang ia tahu, sejak awal ada orang yang peduli kepadanya di sekolah ini, terlebih itu adalah gadis yang ia sukai.

Sudah satu minggu berlalu setelah kejadian itu, dan Saga benar-benar menghilang. Ia tak pernah muncul lagi. Jika Saga sudah kembali ke tempat yang seharusnya, Gasta selalu berdoa semoga tempat yang dituju Saga bisa lebih baik dari sebelumnya. Walaupun kejadian kemarin sempat membuatnya hampir jantungan, tapi ia berterima kasih kepada Saga, berkat lelaki itu ia akhirnya mendapat ketenangan di sekolah.

"Gasta!"

Gasta sudah akan membawa langkahnya menuju kantin saat suara itu tiba-tiba menepi. Ia menoleh dan menemukan Bergi yang melangkah cepat ke arahnya.

"Lo dipanggil Pak Lukman."

Semua sudah berubah, sikap Bergi kepadanya pun sudah bisa dikatakan baik. Lelaki itu tak pernah mengusiknya lagi, walaupun kadang Gasta masih merasa Bergi tak suka akan keberadaannya.

"Ruang BK?"

Bergi langsung menggeleng. "Di gudang. Tadi Pak Lukman sempat ke kelas dan ngeliat bekas bangku lo yang dicoret-coret sama anak-anak, dia minta lo ke gudang buat ngambil bangku yang lebih layak."

Gasta mengernyit, pasalnya ia sudah lama tidak menggunakan bangku itu dan hanya teronggok di sudut kelas. Tapi, kenapa tiba-tiba diminta buat mengganti?

"Nggak apa-apa, gue temenin. Gue juga sekalian mau nyari kursi yang lebih bagus, kursi gue udah goyang-goyang."

Walaupun Gasta merasa ada yang sedikit ganjil, tapi ia tak punya alasan kuat untuk mencurigai Bergi. Lagipula, Tora dan Geri masih di skors—ngomong-ngomong soal Geri, dia tak jadi dikeluarkan dari sekolah karena ibunya memohon sampai berlutut di hadapan Pak Hendro. Tora dan Geri juga sudah minta maaf kepada Gasta, dan sejauh ini semua tampak baik-baik saja.

Dengan seluruh pertimbangan, Gasta akhirnya melangkah mengikuti Bergi ke gudang sekolah yang bangunannya terletak paling belakang dan jarang dijangkau oleh siswa lain. Pintu ruangan itu terbuka sedikit lebar hingga Gasta langsung masuk begitu saja. Netra gelap miliknya menyisir sekeliling, mencari sosok Pak Lukman yang katanya menunggu di sana.

"Ber, Pak—" Ucapan Gasta tertahan saat ia menoleh dan melihat Bergi baru saja selesai menutup pintu dan menguncinya.

"Oh iya, kata Pak Lukman, lo diem dulu di sini. Main-main sama kita."

Setelah itu suara tawa langsung menggema. Gasta mengedarkan pandangannya kembali. Detak jantung lelaki itu seketika merespons brutal saat menemukan Tora, Geri, Dito, dan Alan muncul dari bangku-bangku yang menumpuk di sudut ruangan.

"Hai, Gas, apa kabar?"

Suara Tora terdengar lebih mengerikan dari yang terakhir kali Gasta ingat. Lelaki itu tak menggunakan seragam dan tampilannya sangat berantakan.

Ghost Brother [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang