Chapter 2

1.2K 256 41
                                    

"Wah!"

Kedua sudut bibirku terangkat ke atas saat melihat tatapan takjub yang muncul di wajah Pangeran Hendery begitu ia masuk ke dalam rumahku.

"Selamat datang, Pangeran." Aku mempersilahkan lelaki dengan rambut hitam kecokelatan itu untuk duduk di sebuah sofa berwarna abu-abu yang terletak di ruang tamu. "Apa Pangeran ingin minum atau makan sesuatu?"

Pangeran Hendery tampak berpikir sejenak, kemudian ia menjentikkan jarinya. "Kalau kamu tidak keberatan, boleh aku minta segelas air mineral?"

"Tentu saja boleh! Tunggu sebentar, akan aku ambilkan."

Aku segera berlari menuju dapur untuk mengambil segelas air mineral. Tanganku dengan cekatan meraih tempat penyimpanan air, menuangnya ke dalam gelas, kemudian membawanya ke hadapan Pangeran Hendery. Tak lupa, aku juga menyajikan sepotong kue cokelat dengan buah stroberi sebagai topping yang aku buat tadi siang.

"Terima kasih telah menunggu dan selamat menikmati, Pangeran," ucapku sambil meletakkan gelas berisi air mineral dan sepiring kue cokelat ke hadapan Pangeran Hendery. "Semoga Pangeran menyukainya."

"Wah, kue cokelat!" Dapat aku lihat kedua mata Pangeran Hendery yang berbinar saat melihat kue cokelat di hadapannya. "Apa kamu yang membuat kue ini?"

"Ya, betul sekali. Aku membuatnya tadi siang, sebelum aku pergi belanja bersama Thomas."

Pangeran Hendery tersenyum setelah mendengar jawaban yang keluar dari mulutku. Tangannya langsung meraih piring berisi kue buatanku, memotongnya dengan sendok, kemudian mulai menyantapnya dengan lahap.

Pandanganku tidak dapat lepas dari Pangeran Hendery yang sibuk mengunyah kue cokelat tersebut.

Jujur saja, aku masih tidak menyangka dengan kehadiran seorang anggota kerajaan di rumahku yang tidak begitu luas ini. Rasanya, ini seperti sebuah keajaiban.

Selama dua puluh tahun aku hidup, tidak pernah sekalipun aku berpikir jika aku dapat bertemu dengan Pangeran Hendery. Bagiku, Hendery Frederick Ernest Winston hanyalah sebuah nama salah seorang anggota kerajaan. Tapi nyatanya, penerus takhta Raja Adrian itu ada di hadapanku, sedang duduk manis dengan jubah hitam yang masih melekat di tubuhnya.

Meski aku senang dengan kehadiran tamu yang sangat istimewa, namun disisi lain, aku cukup penasaran dengan masalah yang terjadi di istana saat ini. Ingin sekali aku bertanya penyebab Pangeran Hendery harus keluar rumah selama beberapa hari ke depan.

"Enak sekali!"

Suara Pangeran Hendery berhasil menarikku kembali pada kenyataan. Laki-laki itu meletakkan piring yang sudah kosong itu ke atas meja, membuat mulutku menganga lebar saat mendapati kue buatanku sudah habis tak tersisa.

"Ini sangat enak!" seru Pangeran Hendery dengan senang. "Jauh lebih nikmat dari yang biasa aku makan di istana."

"Benarkah?" tanyaku, menatap Pangeran Hendery tidak percaya.

Anggukkan kepala dari Pangeran Hendery berhasil membuat sebuah senyum tercetak di bibirku. "Rasa kue buatanmu tidak terlalu manis. Aku suka."

Mendengar pujian yang keluar dari Pangeran Hendery serta senyuman manis yang muncul di wajahnya, perasaan senang seketika menyelimutiku dan membuatku ingin melompat untuk menyalurkan rasa bahagiaku.

"Terima kasih banyak untuk komentarmu, Pangeran!" Aku membungkukkan tubuhku. "Aku sangat senang karena Pangeran menyukai kue buatanku."

"Terima kasih kembali." Pangeran Hendery tertawa pelan. "Ternyata pahlawan penyelamatku sangat pandai membuat kue yang lezat. Sepertinya aku harus belajar banyak darimu."

Aku ikut tertawa. "Baik, aku akan mengajari Pangeran cara membuat kue dan masakan lainnya nanti."

Pangeran Hendery kembali memamerkan senyumannya yang begitu menawan. Aku sedikit takut jika wajahnya akan cepat mengkerut karena terlalu sering tersenyum. Selain itu, senyuman Pangeran Hendery juga sangat tidak baik untuk kesehatanku, terlebih lagi untuk jantungku yang selalu berdebar karenanya.

"Oh iya, Grace." Pangeran Hendery menoleh ke sekeliling ruang tamu, lalu netra cokelatnya kembali memandangku lurus. "Apa kamu tinggal sendiri di sini?"

"Ya," jawabku. "Tapi kadang Thomas datang menginap jika ia sedang bosan atau ingin meminta pendapat."

"Kamu tidak tinggal dengan orangtuamu?"

Aku menggeleng. "Tidak. Orangtuaku sudah pergi meninggalkanku karena kecelakaan saat perjalanan pulang ke rumah."

"Maaf..." Pangeran Hendery lantas beranjak dari sofa dan berjalan menghampiriku. "Maaf, Grace. Maaf karena aku telah menanyakan hal yang seharusnya tidak aku tanyakan."

"Tidak apa-apa, Pangeran," jawabku dan dengan cepat aku menghapus air mata yang jatuh begitu saja tanpa dapat aku tahan. "Itu adalah hal yang wajar ditanyakan. Pangeran tidak perlu minta maaf karena menanyakan hal itu."

"Aku tidak pernah tau rasanya ditinggalkan." Pangeran Hendery menarikku ke dalam pelukannya. Tangan kanannya terangkat untuk mengelus kepalaku dengan pelan. "Tapi aku tau rasanya pasti sangat menyakitkan."

aduh kok garing ya 😭

Somewhere in 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang