Chapter 6

236 46 7
                                    

"Hendery?"

Aku terkejut saat aku kembali ke dalam rumah dan tidak mendapati seorangpun di dalam. Aku mencari ke seluruh ruangan yang ada di rumahku, tetapi hasilnya tetap nihil.

Hendery tidak ada di rumahku.

Pikiranku mulai berkelana, apa Hendery sedang berjalan-jalan ke luar? Atau sudah tiba waktunya untuk ia kembali ke istana?

Tok tok tok.

Suara pintu yang diketuk membuatku menoleh. Kedua mataku membelalak saat mendapati Hendery yang tengah berdiri di depan pintu rumahku dengan senyum menawan di wajahnya.

"Hendery!" Dengan terburu-buru, aku menghampiri pemuda dengan jubah hitam itu. Memandangnya dari atas sampai bawah, memastikan kalau tidak ada satupun bagian tubuhnya yang terluka. "Aku mencarimu sejak tadi. Apa kamu baik-baik saja?"

"Maaf, aku tidak berpamitan lebih dulu," kata Hendery. "Aku baik-baik saja. Hanya merasa sedikit lelah karena perjalanan ke kota yang cukup jauh."

"Kamu pergi ke kota?"

"Ya." Pemuda itu mengangguk. "Aku pergi ke kota untuk melihat-lihat kegiatan jual beli secara langsung. Dan kamu tau? Salah satu pedagang di sana sempat menanyakan identitasku."

Mulutku menganga mendengar cerita Hendery. Jantungku perlahan berdegup kencang, takut jika orang-orang akan atau bahkan telah mengetahui dan bertemu anggota kerajaan yang dirahasiakan sejak dua puluh tahun yang lalu itu.

Aku lantas menghela nafas lega setelah ucapan Hendery, "Aku memperkenalkan diri sebagai seorang pemuda dari negeri seberang yang sedang berjalan-jalan ke kota ini."

"Lalu, apa respon pedagang itu?"

"Dia hanya tersenyum dan menceritakan alasannya bertanya. Katanya, wajahku begitu tampan. Bahkan ia sempat ingin menjodohkanku dengan anak perempuannya," cerita Hendery sambil tertawa pelan. "Tapi aku menolak, karena aku sudah mempunyai seseorang yang aku sukai."

'Pangeran Hendery menyukaimu.'

Ucapan Kathy kembali terngiang di kepalaku sesaat setelah aku mendengar ucapan Hendery. Aku tak merespon perkataannya selama beberapa saat. Kedua mataku mengamati lelaki yang berdiri di hadapanku dalam diam.

Seperti anggota kerajaan pada umumnya, Hendery benar-benar mempesona. Wajahnya yang begitu menawan dilengkapi dengan lesung pipi yang selalu muncul disaat ia tersenyum. Rambutnya yang terlihat begitu halus dan kulitnya yang sehat.

Pemuda di hadapanku itu sangat sempurna. Sangat tidak mungkin jika aku adalah gadis yang disukainya.

"Astaga, aku hampir saja lupa."

Suara khas Hendery berhasil membuyarkan pikiranku. Laki-laki dengan rambut coklat itu mengeluarkan setangkai mawar putih dari dalam jubahnya, lalu memberikannya padaku. "Selamat ulang tahun."

Mulutku menganga saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Hendery. Selama beberapa detik, aku hanya terdiam. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, aku sama sekali tidak ingat jika hari ini adalah hari ulang tahunku.

"Kathy memberitahukan hal ini padaku," ucap Hendery sebelum aku sempat membuka mulut untuk bertanya. "Ternyata kita hanya berbeda tiga hari."

Untuk kesekian kalinya, aku kembali terkejut dengan fakta bahwa aku dan pemuda itu lahir dibulan yang sama. "Apa kamu lahir pada tanggal 22? Atau tanggal 28?"

"Tanggal 28," jawab Hendery disertai kekehan pelan, lalu menepuk-nepuk puncak kepalaku. "Sekali lagi, selamat ulang tahun, Grace. Aku berharap, semua mimpi dan keinginanmu dapat terwujud di tahun ini."

"Terima kasih banyak, Hendery," responku. "Aku juga berharap semua keinginanmu dapat terkabul."

Ekspresi Hendery seketika berubah seratus delapan puluh derajat. Senyum manis yang sejak tadi tercetak di bibirnya kini menghilang, berganti dengan ekspresi sedih yang membuatku panik. Apa ada yang salah dari perkataanku?

"Sebenarnya, ada satu keinginanku yang mungkin tidak dapat terwujud," ujar Hendery dengan nada lirih. Kedua matanya memandangku dengan tatapan berkaca-kaca. "Sekeras apapun usahaku untuk meraihnya, keinginanku itu mungkin hanya berakhir menjadi angan-anganku saja."

Dahiku mengkerut, tidak mengerti ucapan Hendery. Namun, aku memilih untuk tidak bertanya.

Tangis pemuda itu pecah seketika. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupku, seseorang menangis tepat di hadapanku. Cukup lama aku terdiam mengamati, sebelum akhirnya aku mengambil langkah maju untuk mendekati Hendery yang sedang menunduk, dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.

"Maaf.." Aku berkata sebelum memeluknya. Mengelus punggung laki-laki itu dengan lembut. Jika saja aku mempunyai tiga permintaan seperti dalam cerita yang sering aku dengar, aku akan menggunakan permintaan pertamaku untuk menghilangkan kesedihan dalam hidup Hendery, dan permintaan kedua untuk membuat Hendery selalu hidup dalam kebahagiaan.

Hendery adalah lelaki yang baik hati, dan kesedihan tidak pantas singgah dalam hidupnya.

Selama beberapa menit, aku dan Hendery tetap dalam posisi seperti ini. Sampai akhirnya, ia melepaskan pelukan kami. Mengusap air mata di wajahnya, lalu netra coklat gelapnya memandangku nanar.

"Grace." panggil Hendery. Aku tersenyum sebagai balasan. Tanganku terangkat untuk menghapus sisa-sisa air mata di matanya. "Bisakah kamu berjanji padaku untuk terus bahagia?"

Kalimat selanjutnya yang keluar dari mulut Hendery sukses membuat sejuta tanda tanya muncul di kepalaku.

"Meski aku tak lagi tinggal di sisimu?"

halo semua, selamat malam ⭐️

Somewhere in 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang