Pov. Rani
Aku pulang ke rumah sudah hampir pukul 20.00.
Mereka ngumpul mau makan malam."Wah, pas banget nih," ujar ku sambil menyerahkan kantong ayam penyet.
"Tumben sampai malem, Ran,"sapa Mbak Lusi.
"Mumpung ada tawaran lembur Mbak, aku ambil saja, biar bulan depan nambah gaji ku," jawabku sambil berjalan ke kamar lalu ke kamar mandi.
Setelah mandi ikutan makan bersama."Aku habis gajian tadi, jadi sekalian beli ayam di depan pabrik sambil nunggu angkot," ujar ku sambil membuka kantong ayam penyet.
"Sisi, sini makan sama Bulik,"ajak ku pada putri sulung mbak Lusi.
Anak berumur 6 tahun tersebut segera mendekat. Aku mulai menyuapinya. Sesekali aku ingin menggantikan peran mas Budi kakak ipar ku.
"Tidak diantar Anto lagi, sekarang?"selidik Mbak Lusi.
"Aku sudah putuskan mau putus saja sama Anto, Mbak," jawabku sambil menyuap nasi ayam.
"Nah, gitu, mencari jodoh jangan yang statusnya duda kalau bisa,"jawab Mbak Lusi semangat ikut senang dengan keputusanku.
"Maaf, ya, Dik, aku sepertinya pernah melihat temanmu itu berdua dengan perempuan, membawa mobil ketika di pom bensin,"tambah Mas Budi.
"Benar, Mas, aku juga melihat tadi, dia berdua dengan perempuan di tempat aku beli ayam penyet,"ujar ku santai.
"Hai, kamu memergoki dia berdua?"tanya Mbak Lusi tak percaya.
"Iya, Mbak, tapi karena rasa curiga ku sudah lama, dia mulai aneh dan berubah, maka aku tidak kaget. Pasti dia mencari mangsa baru," jawabku santai.
"Mangsa baru? Maksudmu, Dik?" tanya Mas Budi bingung.
"Ya, yang bisa dimintain duitnya, minta dipinjami dulu tapi tak dibayar, lupa gak bawa dompet dan masih banyak lagi alasan," terang ku yang tiba-tiba mengalir begitu saja.
"Jadi selama ini, Anto selalu pinjam uang kamu, Ran," Mbak Lusi melotot tak percaya.
Aku cuma mengangguk."Waduh ganteng-ganteng tukang morotin perempuan. Tidak punya harga diri," jengkel Mbak Lusi mendengar laporan ku.
"Sudahlah, aku sudah ikhlas, kok. Kalau dipikir bikin sakit hati. Aku sudah melupakan," kataku sok bijak.
Karena hal itu lebih baik dari pada pada aku menyesali dan meratapi nasibku.
Yang penting aku berjanji akan melupakan laki-laki itu dan tidak mudah tergoda lagi. Dan akan lebih berhati-hati bertemu dengan laki-laki yang menawarkan cinta.****
Malam mulai merambat, merangkak menjadi sunyi. Pukul 22.00 aku masuk ke kamar dan ketika hendak merebahkan diri di kasur, ponselku berdering. Telepon dari Anto.
"Ran, maafkan Mas, ya. Akhir-akhir ini Mas melupakanmu, aku sibuk dengan wanita lain pilihan orang tua yang bakal mengurus anakku,"gombal Anto penuh kebohongan.
"Tidak usah bertele-tele, Mas, banyak alasan. Oke, kita sekarang putus saja," jawabku ketus.
"Kenapa Ran, kamu gak percaya lagi padaku?" gombal receh nya masih terus merayu.
"Putus, titik," jawabku padanya. Lalu aku matikan ponsel. Aku tidak mau banyak kebohongan lagi yang dikarang.
Jelas-jelas dia selingkuh nyuapin perempuan, makan dengan penuh cinta kok, masih mau mengelak, dasar pemain, tukang mempermainkan perempuan. Suatu hari kena batunya, loh.
Aku mencoba meredakan emosi, aku tenang, harus ikhlas. Hanya dengan begitu bisa segera tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Hasrat
Teen FictionNiat hati Rani ingin segera menghapus status jomblonya kandas sudah. Anto yang dicintai ternyata ketauan telah menyandang status duda. Bagaimana sikap keluarga Rani menanggapi masalah ini? Anto ternyata tak lebih dari laki-laki yang memanfaatkan u...