10. Menunggu

12.9K 2.3K 704
                                    

Lira menatap Aldi tajam. Saat ini mereka lagi kumpul untuk makan malam bersama. Wanita itu beralih menatap dua gadis di depan yang nampak tengah menikmati makanan yang tersaji.

"Mas, sampai kapan Sonia dapet barang bekas Zoya? Masa dari Handpone, selimut, bantal dan kamar bekas Zoya mulu. Kamu inisiatif dikit kek beliin yang baru," ujar Lira membuka percakapan. Memecah keheningan yang melanda di sana.

"Tante aja doyan barang bekas kok. Dapet suami bekas Mamaku tuh," timpal Zoya dengan tampang tak berdosa yang sontak membuat Aldi tersedak makanannya.

"Mas, anak kamu gak pernah diajarin sopan santun, ya? Mulutnya kayak enggak pernah disekolahin!" geram Lira menatap Zoya seperti akan membakar hidup-hidup anak itu.

Aldi membanting sendok ke lantai membuat beberapa orang terkejut terkecuali Zoya yang memasang ekspresi biasa saja dan hanya fokus menyantap makanannya.

"Aku udah ngasih uang bulanan lebih buat kamu dan itu semua lebih dari cukup buat belanjain keperluan Sonia sekaligus. Masalah kecil kayak gini kamu besarin apalagi di depan anak-anak. Seharusnya kamu malu, Lira!" Aldi sedikit meninggikan nada suara.

Lira memegang kuat sendoknya hingga tangannya kesakitan. Selalu saja. Aldi tak pernah bisa tegas pada Zoya sekalipun anak itu salah.

"Oke aku minta maaf karena gak seharusnya mempermasalahkan hal sepele kayak gini," ucap Lira membuat Zoya melirik jengkel. "Tapi, aku gak terima anak kamu ngejek aku doyan barang bekas, Mas. Seenggaknya beri peringatan buat dia dan ajarin dia buat hormatin aku."

"Sayang ... minta maaf sama Mama Lira," titah Aldi menatap putrinya.

Zoya melihat ke arah Lira lalu memasang senyum semanis mungkin. "Maafin aku, Tante."

Baik Aldi maupun Lira sama-sama tersenyum tetapi senyum itu hanya bertahan sesaat ketika Zoya melanjutkan.

"Maafin aku, untuk fakta yang aku ungkapkan kalau Tante emang suka barang bekas," lanjut Zoya lalu bangkit dan berjalan pergi dari sana.

Lira tertawa pahit. "Lihat? Anak kesayangan kamu itu harus belajar banyak soal tata krama sama Sonia anakku."

*

Di taman dekat rumah, di bawah sinar bintang yang bertabur di langit malam Zoya terduduk di bangku sembari tak berhenti mengirimi Yoora pesan. "Mama, aku kangen."

Anak itu mencoba menelpon tetapi sama seperti malam-malam sebelumnya, baik pesan maupun telpon miliknya tak pernah ada yang dibalas. Gadis itu menunduk dengan tubuh gemetar.

"Tapi Mama gak pernah ngabarin aku bahkan saat aku nelpon dia, Mama selalu rijek," lirihnya dengan air mata tak terbendung.

Tiba-tiba sseseorang datang menyelimuti tubuh Zoya dengan jaket lalu berjongkok di depan gadis itu dengan tangan terulur menghapus air matanya.

"Sekalipun kamu masih tetep cantik pas nangis tetep aja aku gak suka liat air mata kamu," ucap Ray mengusap pipi kanan Zoya. "Kenapa hm?"

"Mamaku," jawab Zoya pelan. "Aku kangen dia, Ray. Kangen banget."

Ray menatap dalam mata Zoya. "Besok aku temenin ke restorannya. Gimana?"

REDUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang