20. Pergi bertiga

3.7K 379 43
                                    

Dari sore dan malam kemarin Ana sama sekali tidak ada berbicara pada Ray. Bahkan sampai pagi ini juga seperti itu. Keduanya sudah menyelesaikan sarapan mereka. Ana berjalan duluan dan masuk ke dalam mobil sedangkan Ray menyusul dari belakang.

"Kenapa lagi? Marah?" tanya Ray yang terkesan mengejek. Membuat Ana bertambah kesal dibuatnya.

Biasa mereka akan pergi sekolah menggunakan motor, tetapi sekarang entah kenapa Ray lebih memilih menggunakan mobilnya. Sepanjang jalan tidak ada yang membuka suara, keduanya diam. Apalagi Ana yang terlihat masih kesal pada Ray, ia sama sekali tak mau menatap ke arah wajah sang pacar.

Seperti biasa, jika Ana marah seperti ini Ray akan mengenggam tangannya. Namun, Ana langsung menepis tangan Ray. Menatap ke arah sang pacar tajam. "Gak usah pegang-pegang!"

"Jangan marah, kan aku cuma nemanin dia aja." Ray tak menyerah ia kembali memegang tangan Ana yang kali ini hanya diam saja. Menerima setiap perlakuan manis dari Ray.

"Iya nggak marah, cuma kesel doang!" ujar Ana jujur. Lalu pandangannya beralih saat menyadari ini bukan tujuan ke sekolah mereka. Ana mengernyitkan dahinya bingung, saat mobil itu berhenti di depan sebuah rumah yang bisa dikatakan mewah.

"Tunggu di sini ya," ucap Ray seraya keluar dari dalam mobil. Meninggalkan Ana yang lagi-lagi hanya bisa terdiam.

"Harus banget ya masuk hari ini, nanti kalo penyakit kamu kambuh gimana. Bunda khawatir," ujar seorang wanita paruh baya yang bernama Amel, bunda dari Siska.

"Siska gak bakalan kenapa-kenapa kok. Tenang aja." Siska berusaha meyakinkan sang Bunda.

"Kalo ada apa-apa, langsung telepon aja ya," ucap Bagas, ayah Siska memperingati yang langsung diangguki oleh Siska. Kedua orang tuanya memang terlalu berlebihan jika menyangkut masalah Siska apalagi sekarang ia harus sekolah. Padahal Amel sudah berusaha membujuk anaknya agar homeschooling saja, tetapi Siska tidak mau.

"Assalamu'alaikum, selamat pagi," sapa Ray sambil menyalami kedua orang tua Siska.

"Wa'alaikumsalam," jawab keduanya kompak.

"Siska berangkat ya," pamit Siska seraya mencium pipi kedua orang tuanya. Begitu pula dengan Ray yang bersiap berlalu dari sana. Namun, Bagas menahannya.

"Om minta tolong sama kamu ya, jagain Siska di sekolah. Jangan sampai dia lupa minum obatnya juga ya," jelas Bagas yang hanya diangguki oleh Ray pertanda ia paham.

"Kami minta tolong sama kamu ya, Ray." Timpal Amel.

"Iya, bakal Ray jaga kok Siska nya. Ray pamit dulu ya, om, tan." Ray bergegas menghampiri mobilnya. 

Melihat Siska yang masih berdiam diri di luar mobil membuat Ray menatapnya heran. "Kenapa gak masuk?" tanya Ray.

"I-itu di dalam siapa?" Siska malah bertanya balik pada Ray dengan dagu yang ia arahkan pada Ana yang duduk diam.

"Pacar aku," jawabnya santai. Lalu membukakan pintu belakang untuk Siska. Tanpa menolak Siska langsung masuk dan duduk di sana. Walau pun ia merasa ditatap tajam oleh Ana.

Siska hanya menampilkan senyumannya. Saat melihat Ray, menggenggam tangan gadis itu. Seketika hatinya merasa sakit, ternyata sahabatnya sudah memiliki pacar. Ia kira Ray selamanya akan bersamanya saja, tetapi apa ia berhak melarang Ray. Sedangkan mereka hanya bersahabat saja.

Aku kira, selama ini kamu juga punya perasaan yang sama. Layaknya aku yang diam-diam mencintai kamu, Ray. Batin Siska menatap sendu ke arah Ray.

"Siska kenalin dia pacar aku, namanya Ana," ujar Ray seraya melajukan mobilnya.

Ada rasa senang yang dirasakan oleh Ana saat Ray memperkenalkannya pada Siska. Ternyata ia diakui juga sebagai pacar oleh Ray, Ana tersenyum tipis. Lalu mengulurkan tangannya pada Siska.

Terlihat Siska tampak canggung saat ini, bahkan ia hanya membalas uluran tangan Ana saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah bersalaman, keduanya kembali terdiam.

"Em ... Ray kita sekelas 'kan?" tanya Siska dengan sesekali melirik ke arah Ana yang tampak biasa saja.

Anggukan dari Ray, membuat Siska tersenyum tipis. Akhirnya hari yang ia tunggu tiba juga. Siska tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Apalagi penyakitnya yang dua bulan terakhir ini semakin parah. Membuat rasa takut itu sering menghantuinya.

Tak terasa akhirnya mereka sampai di halaman SMA Wijaya yang sudah terlihat ramai. Setelah selesai memparkirkan mobilnya, Ray turun. Lalu menarik tangan Ana agar segera memasuki koridor.

"Ray," panggil Siska pelan. Ia tidak terbiasa dengan suasana sekolah yang terbilang baru baginya.

Ray yang merasa namanya dipanggil, langsung menoleh kebelakang. Menatap Siska yang semakin terlihat pucat. Lalu pandangannya beralih pada Ana, "An, kamu ke kelas sendiri aja ya. Aku mau nemanin Siska dulu, hati-hati ya."

Setelah Ray berlalu dari hadapannya, Ana menatap sebelah tangannya yang kosong karena genggaman keduanya terlepas. Lagi-lagi Ana hanya bisa menghela napas pelan, ia kembali melangkah. Menyusuri koridor yang terlihat ramai.

Sedangkan di sisi lain. Ray menatap Siska khawatir, pasalnya perempuan itu sama sekali tidak mau diajak ke UKS. "Kamu istirahat aja, nanti pas masuk aku izinin deh," ucap Ray. Namun, Siska hanya menggeleng dan semakin menggeratkan pegangannya ditangan Ray.

"Aku mau ke kelas," jawab Siska.

Keduanya berjalan menuju kelas yang letaknya berada di lantai dua. Karena kasihan melihat Siska yang tampak kesusahan, tanpa aba-aba Ray langsung mengangkatnya.

"Ray." Siska menatap wajah Ray dari samping, lalu kembali meletakkan kepalanya dibahu Ray.

"Kenapa?" tanya Ray. Siska hanya menggeleng dan mulai memejamkan matanya.

"Kamu mau bantu aku?" Ray mengerutkan dahinya bingung saat suara Siska terdengar lebih pelan dari tadi.

Tanpa berpikir lagi, Ray langsung mengangguk yakin. "Mau, tapi bantu apa?" Pertanyaan Ray tak dijawab oleh Siska karena ia langsung terdiam saat melihat kelas yang akan ia tempati indah, ternyata seperti ini rasanya berada di kelas. Siska sangat bahagia, tak henti-hentinya senyum terbit di wajahnya.

Keduanya sudah memasuki kelas 11 IPS 3, terlihat banyak pasang mata yang menatap ke arah keduanya dengan tatapan heran.

"Woi, bawa siapa lo!" teriak Bayu saat Ray menyuruh Siska turun dan duduk di sampingnya.

"Orang," jawab Ray. "Raka, lo pindah dulu ya," tambahnya menyuruh Raka yang memang teman sebangkunya itu pindah.

Dengan malas, Raka mengambil tasnya. Lalu berjalan ke arah meja belakang, duduk tak jauh dari teman-temannya.

Bayu mengulurkan tangannya pada Siska, mengajak perempuan itu berkenalan. "Hai cantik, kenalin gue Bayu. Nama lo siapa?"

Baru saja Siska ingin mengulurkan tangannya, berkenalan dengan laki-laki yang bernama Bayu itu, tetapi sudah digantikan oleh tangan Ray. Bahkan Ray juga memperkenalkan nama ia pada Bayu.

"Gak usah modus lo," ejek Deka seraya tertawa melihat Bayu yang mendengus.

"Gue bilangin ke Ana kalo lo selingkuh baru tau rasa, Ray!" Ancamnya sama sekali tak membuat Ray takut. Apalagi Ana sudah berkenalan dengan Siska duluan.
___

See you♡

RAYNA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang