Tangan wanita hamil itu memangku dagu, netranya menatap lurus ke luar jendela. Kepergian sang mate beberapa waktu lalu membuat rasa semangat menghilang, gairah hidup yang dirasakan dalam tiga hari belakangan menguap ke udara.
Pintu kamar sengaja dikunci agar tidak ada yang masuk, ia tak mau diganggu terlebih dahulu. Kehadiran Aldrick benar-benar mengubah hidupnya, padahal dahulu sendiri sudah menjadi teman bagi wanita itu.
"Memuakkan," desis Jessy.
Hidup di rumah ini seperti di penjara, warna yang ditangkap indera penglihatan semuanya putih. Jessy merasa terlalu monoton, tetapi diubah pun tidak bisa. Pada dasarnya, tempat ini sangat suci. Warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian, sehingga untuk diganti corak lain tidak cocok.
"Kapan ini akan berakhir?"
Sudah lama dirinya tak menghirup udara luar, bahkan untuk sekadar berkeliling di sekitar rumah ini tidak pernah dilakukan. Ada saja halangan, entah harus latihan atau para binatang yang sengaja mencegah.
Rasa rindu dengan dunia mortal juga mulai tak terbendung, Jessy benar-benar ingin kembali pada masa sebebas dulu. Namun, ia juga tak menyesalinya. Bertemu dengan Aldrick, bisa merasakan bagaimana menjadi wanita hamil, dan selalu dikelilingi oleh keluarga adalah hal paling membahagiakan.
Sebisa mungkin Jessy akan berusaha tidak membuat orang yang disayangi merasa kecewa, meskipun batinnya tersiksa. Ia yakin, suatu saat nanti pasti akan ada waktu di mana dirinya sudah bisa berkeliaran bebas seperti dahulu.
"Jessy!"
Ketukan dari pintu disertai panggilan nama membuat lamunan Jessy langsung buyar, ia segera membuka pintu agar sang mommy bisa masuk. Niat untuk keluar dari kamar sama sekali tidak terlintas di benaknya, untuk saat ini biarlah dirinya tetap berada di ruangan pribadi itu.
"Mom, ada apa?" tanya Jessy setelah menutup pintu kamar. Bella duduk di tepi ranjang, diikuti Jessy yang penasaran dengan alasan mommy-nya repot-repot masuk ke sini.
"Kau tidak memikirkan kejadian kemarin, kan?" tanya Bella tanpa menjawab pertanyaan dari Jessy.
Sebenarnya, Bella cukup khawatir dengan kandungan Jessy. Wanita itu tidak boleh banyak pikiran, apalagi Aldrick tidak berada di sini. Ia yakin jika anaknya merasa kesepian meski banyak orang yang tinggal di rumah ini, apalagi mate-nya pernah ke sini dibawa oleh Moon Godness.
Gelengan dari kepala Jessy sudah menjawab pertanyaan dari Bella, hanya saja wanita tiga anak itu tidak mempercayainya. Pasti ada yang disembunyikan.
"Bolehkah hari ini aku tidak latihan?" tanya Jessy, tatapan yang dilemparkannya penuh harap. Ia ingin istirahat sejenak, merelaksan pikiran agar bisa tenang seperti biasanya.
"Baiklah, tidak apa-apa. Mommy harap besok kau sudah siap untuk beraktivitas," jawab Bella.
"Ya, semoga saja."
Tangan Bella menepuk bahu Jessy pelan, memberi semangat lewat sentuhan fisik. Wanita itu tahu jika kondisi anaknya tidak baik-baik saja sekarang, banyak hal yang dipikirkan dan menjadi tanggungan di umur yang masih muda.
Selepas kepergian Bella, Jessy merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Pikiran wanita itu melayang pada kejadian beberapa hari yang lalu, petunjuk yang diberikan masih tidak jelas.
Dari semua orang yang dekat dengannya selama ini, tak ada hal mencurigakan. Namun, Jessy tentu tidak boleh percaya begitu saja. Pasti ada sesuatu tersembunyi dibalik topeng-topeng wajah tersebut, pengkhianat paling dicari.
Ketukan di jendela membuat Jessy menoleh tanpa menggerakkan anggota tubuh yang lain, di sana seekor harimau putih sedang menunggu. Dengan sangat terpaksa, ia bergerak untuk membukakan akses masuk itu.
"Ada apa? Aku sedang tidak ingin diganggu sekarang." Jessy kembali membaringkan tubuhnya tanpa peduli keberadaan harimau putih, ia yakin jika binatang tersebut tidak akan berani macam-macam.
"Perang akan datang dua purnama dari sekarang," lapornya.
Sontak Jessy mendudukkan tubuhnya dengan tegap ketika mendengar ucapan sang harimau, mata wanita itu melotot, begitu pula dengan mulut yang terbuka lebar.
"Jangan bercanda! Bahkan, aku belum siap untuk berperang. Apalagi dengan kondisiku sedang hamil seperti ini," balas Jessy.
"Bola kristal di wilayah kami sudah memberikan tanda-tanda, perkiraannya tidak pernah meleset sama sekali."
Pikiran Jessy semakin campur aduk, rasanya terlalu berat untuk bertempur dalam waktu dekat. Apalagi kondisi pack banyak yang hancur dan perlu diperbaiki, beberapa warga juga ikut mengalami kerugian. Mendengar perang akan berlangsung dua bulan mendatang, bisa dipastikan tidak ramai warior dan penduduk berpartisipasi.
Ia juga tidak bisa mengandalan para hewan untuk turun ke medan meski kekuatan mereka cukup besar, kepunahan binatang di hutan putih lebih memiliki risiko cukup besar daripada kehilangan pengikut pack. Meminta bantuan pada Aldrick pun rasanya percuma, tidak semua dari mereka mau ikut campur urusan werewolf.
Walaupun mereka memiliki Karin, tapi gadis itu tidak bisa diandalkan. Ia hanya bergerak jika mau dan mendesak saja, tak bisa diperintah bahkan oleh Nio sekalipun. Jessy takut pihak lawan kembali memanggil iblis seperti perang di zaman orang tuanya.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Jessy.
"Persiapkan dirimu dan orang di sekitarmu. Kami akan menyelidiki siapa musuhmu kali ini, semoga saja bola kristal memberikan petunjuk lagi. Dengan begitu, kau bisa mencari titik kelemahannya," jawab harimau putih itu.
Keterdiaman Jessy membuat harimau putih tersebut langsung keluar tanpa pamit, masih banyak hal yang harus diurus dan berhubungan dengan perang nanti.
Sepeninggalan harimau putih, seekor kera masuk dan langsung duduk sambil membuka makanan kesukaannya. Hewan itu membawa pisang dan memberikan langsung tepat di depan mulut Jessy.
"Queen!" panggilnya.
Suara asing yang masuk di pendengarannya membuat Jessy tersadar dari lamunan panjang, ia terlonjak kaget melihat seekor kera putih memberikan pisang. Selama tinggal di sini, baru sekarang wanita itu melihat hewan tersebut dari jarak dekat.
Setahu Jessy, kera putih tidak suka bergaul dengan hewan lain. Mereka hanya berkumpul dengan kawanannya saja, bahkan sangat jarang menampakkan diri.
"Ada apa?" tanya Jessy sembari mengambil pisang yang sudah dibukakan untuknya.
"Perang itu sangat membahayakan, seluruh dunia immortal kemungkinan bisa hancur. Entah pihak kita atau pihak mereka yang menang, semua membawa kehancuran dan penderitaan. Hanya mereka yang terkuat bisa bertahan," ucap kera putih tersebut.
"Apa maksudmu?"
"Hutan putih akan rusak dan hilang. Kau pasti tahu akibatnya, kan? Kami sudah memutuskan untuk mengakhiri kutukan dunia ini, para binatang sudah memutuskan beberapa hari yang lalu. Kita akan mati, Queen. Semua akan musnah saat itu tiba."
Keduanya terdiam dan tenggelam dalam pikiran masing-masing, posisi mereka serba salah. Menang dan kalah memiliki dampak yang sama, kehancuran akan terjadi.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Jessy pasrah.
"Menang. Setidaknya dengan itu anakmu tidak ikut hancur, ia termasuk orang terkuat."
*****
Halo🤣🤣
Intinya, jangan percaya apa yang aku ketik!
Kalau sifatnya udah PHP, pasti dalam keadaan apa pun suka PHP-in orang lain.
Cowok aja aku PHP-in, apalagi kalian🤣
Maaf yak😁
Oh, ya, kemungkinan cerita ini akan tamat dalam 10 part ke depan. Bisa jadi lebih, tergantung mood-ku.
Siap berpisah dengan Jessy dan Aldrick?
Ah, padahal momen mereka masih dikit🙃
Aku udah siapin cerita anak mereka, tapi gak di publish di sini. Ceritanya bakal di update di apk sebelah.
Udah, gitu aja.
See you👋
KAMU SEDANG MEMBACA
The Queen [END]
Hombres Lobo(Sequel I'm Back) Terlahir dari King Of Werewolf dan Queen Witch tidak membuat Jessy Wilkinson betah berada di pack. Ia lebih menyukai hidup di dunia manusia, hidup bebas tanpa ada aturan apa pun. Walaupun begitu, Xander tetap mengawasi pergerakan a...