2. Ruang Bersejarah

423 112 276
                                    

"Kita berteman layaknya burung bangau dengan kuda nil, saling membutuhkan antara satu sama lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita berteman layaknya burung bangau dengan kuda nil, saling membutuhkan antara satu sama lain."

~Naila Arasya Bastindria

Selamat membaca semua, semoga suka dengan cerita ini.

.
.

Koridor sekolah dipenuhi derap langkah murid SMA Nusa Indah, mereka berlari-larian bukan tanpa alasan, melainkan telah terjadi adu jotos di halaman belakang sekolah, sedangkan Naila dan kedua temannya justru asik menikmati makanan di kantin.

"Eh, kok gue lihat mereka pada lari ke halaman belakang sekolah ya?" tanya Vanda.

"Iya juga ya, ada apaan sih? Gue jadi kepo," sambung Raisa.

"Mungkin ada hantu kali," jawab Naila asal. Tentu saja hal itu mendapat jitakan dari Raisa—penakut soal makhluk halus.

Sedari tadi Naila lebih fokus pada makanannya, seolah semua orang di sekelilingnya itu hanyalah angin. Baginya, makan adalah salah satu tujuan hidupnya, ditambah nasi goreng Bu Siti yang enaknya tiada tanding.

Hanya saja Naila sempat kesal dengan sahabatnya, karena tidak jadi membelikan nasgor itu, tetapi dia akan tetap menagihnya sampai tuntas. Oh, ya dia tidak sendirian di sini, melainkan bersama kedua teman dekatnya Vanda dan Raisa, mereka bertiga satu kelas di kelas XI IPS 4. Lain dengan Gavin yang berada di kelas XI IPA 1, maklum lah otak encer.

"Nai! Lo gak ke belakang sekolah? Sahabat lo tuh lagi berantem sama Kak Agra," celetuk cewek yang menghampirinya.

"Gavin maksud lo?"

"Emang siapa lagi?"

Naila menepuk sekilas punggung cewek itu. "Oke, thanks infonya."

Naila beranjak dari duduknya, berlari menuju halaman belakang sekolahnya. Lagipula kenapa Gavin bisa berantem dengan Agra—kakak kelas sekaligus mantannya yang kemarin baru saja putus.

Ternyata benar, begitu Naila sampai di sana Gavin sudah habis babak belur dipukul Agra. Tak habis pikir dengan sahabatnya itu, melawan Agra saja kalah. Dia lantas mendekat ke arah Agra dan tanpa ragu menonjok pelipisnya.

"Sayang, kenapa kamu pukul aku?"

Naila tersenyum licik, ingin rasanya dia mengambil air got lalu menyiramkan ke wajah Agra.

"Sayang lo bilang? Eh, sadar woi! Lo gak inget kemarin gue udah minta putus? Dan lo ngapain hajar Gavin, hah! Emang dia salah apa sama lo."

"Penyebab kita putus pasti dia kan?"

Buk!

Satu pukulan kembali mendarat dari tangan Naila, kali ini bukan pelipis sasarannya, melainkan pukulan itu tepat diperut membuat Agra jatuh tersungkur.

Ganai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang