prolog

272 38 21
                                    

*bayangin sendiri gedenya gimana kalo kecilnya gitu ☝️

🧁

Jam weker berwarna pink itu berbunyi tepat menunjukkan pukul 06.00, gadis itu mengusap cairan bening yang menempel dipipinya, sedikit meliukkan badan, lalu kembali merebahkan dirinya.

Menurutnya, kalau masih mengantuk, kenapa harus susah susah membuat mata terjaga padahal masih bisa tidur nyenyak.

Tapi, angannya tidak seindah realita. Selang setengah jam kemudian, pintu kamarnya di buka menggunakan kunci serep.

Seorang lelaki dengan seragam sekolahnya kini berdecak tidak habis pikir. "Ck, Ndi, bangun oi"

"Engh.." gadis itu semakin menarik selimutnya. Tidak habis akal, lelaki tadi tersenyum jahil lalu mendekatkan mulutnya ke telinga sang adik.

"NDI, PAPA TAU LO LAGI SUKA SAMA COWO!"

Seketika bola mata nya terbuka lebar, dan langsung bangun. "APA?!"

Lelaki itu tertawa terbahak-bahak melihat adiknya begitu panik. Sadar sedang dikerjai, gadis itu melempar bantal namun meleset, lelaki itu berhenti di ambang pintu.

"Kalo Lo masih mau tidur, beneran gue bilangin ke papa."

"RAJENNNN!!!!!!!!!!!!!"

Terjadilah aksi kejar kejaran, sampai di meja makan gadis itu tidak segan mencubit tubuh kakaknya, membuat ketiga orang yang ada disana menggelengkan kepala.

"Rajen, Indira.. pagi pagi kok berantem...terus, pusing mama liatnya."

Indira menghentikan aksinya, namun Rajendra memasang tampang tersakiti. "Ga tau nih ma, Indi mukulin Rajen ma, padahal kan Rajen niatnya baik, bangunin dia biar ga telat, iya kan Gy?" Rajen mengedipkan sebelah matanya pada Argyandra.

Argy tidak merespon apapun, malah memalingkan muka dan meminum susunya dengan tenang.

"Tuh, Argy aja ga belain Lo, wlee" Indira memeletkan lidahnya, mengejek Rajen.

"Sudah sudah, memang kamu diapain sama Rajen?" Tanya papanya.

Indira langsung menatapnya dengan semangat. "Masa tadi Rajen bangunin Indi sambil teriak di telinga Indi pa, kan Indi jantungan pa!"

"Rajen..." Papanya menatap Rajen dengan pandangan menyelidiki. Rajen langsung menggeleng.

"Bukan karena teriakan Rajen pa, tapi yang Rajen teriakin tadi yang bikin Indi kesel." Rajen menaikturunkan alisnya dihadapan Indira, membuat Indira semakin naik pitam, takut takut mulut Rajen tidak ada rem nya.

"Emang kamu teriakin apa?" Tanya mamanya.

"Oh tadi Rajen bil--mpph" belum sempat menyelesaikan perkataannya, tangan Indira dengan sigap menutup mulut ember kembarannya ini.

"Engga pa engga, cuma rahasia anak muda, biasa kok pa.. Rajen aja yang suka melebihkan." Ucap Indira sambil tersenyum manis kepada kedua orang tuanya. Lalu beralih menatap Rajen lagi sambil melotot. "Inget yah Rajen, Allah ga suka hamba-Nya melebih lebihkan sesuatu, oke?"

Rajen melepaskan tangan Indira lalu tersenyum jahil. "Inget yah Indira, Allah ga suka kita mendekati zina, pacaran itu zina, oke?"

"Indira.." dengan kaku, Indira menoleh kepada papanya.

"Eng-engga pa.. cu-cuma de-deket.." ucapnya perlahan.

"Besok kamu ikut papa ke pondok." Ujar papanya, seketika membuat mata Indira terbelalak. Rajen yang melihat itu tertawa puas.

"Ta- tapi pa?"

"Papa ga nawarin, jadi ga ada penolakan." Ujar papanya kembali melanjutkan sarapannya.

"Gara gara Lo!" Indira menunjuk Rajen dengan kesal.

"Salah Lo sih tidur ngebo." Rajen berjalan dengan santai dan duduk di sebelah Argy.

"Pa, ma, Argy berangkat." Argy berdiri, memakai tas nya juga mengambil kunci motornya.

"Rajen juga pa, ma."

"LOH? KOK GUE DITUNGGAL."

Argy menghentikan langkahnya, tanpa ekspresi menoleh pada Indira. "Lima menit, atau pergi sendiri."

Dengan langkah seribu, Indira memasuki kamarnya, mencuci wajahnya sambil terus mengumpati kedua kembarannya. Yang satu dingin, yang satu menyebalkan. Menyikat gigi, memakai seragam, asal mengambil buku, dan yang paling utama ialah menyemprot begitu banyak parfum ke tubuhnya.

Indira datang tepat lima menit kemudian, Argy dan Rajen sudah duduk di motor mereka masing-masing, Indira memandang Rajen dengan kesal lalu memilih duduk di jok motor Argy.

"Awas Lo!" Ujarnya pada Rajen yang membuat Rajen tertawa geli, menjahili Indira memang sudah jadi vitaminnya setiap pagi.

🧁

"Woahh.. itu tuh kak Argy."

"Rajen sama Argy kaya pinang dibelah duda."

"Dibelah dua goblok."

"Ih ganteng banget."

"Enak bener jadi Indira, dikawal dua cowo ganteng gitu."

"Iya ya, tapi kenapa si Indira ga mirip sama kembarannya?"

"Si Argy calon laki gue pokoknya."

"Gue Rajen aja ah."

Telinga Indira rasanya panas, ini hari pertama mereka masuk sekolah setelah pembagian raport dua minggu lalu. Beginilah rasanya jadi Indira yang punya dua kembaran.

Argyandra, Rajendra, dan Indira.

Argy dengan segala prestasi akademiknya, Rajen dengan segala prestasi non-akademiknya, dan Indira dengan segala ke-bobrokannya.

Kalau kata Indira. "Namanya juga keluar terakhiran, yah cuma dapet sisaan doang gue mah."

Sifa tertawa mendengar ucapan Indira saat keduanya duduk di kelas. "Bener hahahah!"

"Yah Lo liat aja sendiri. Kembaran gue pada ganteng, pinter, punya bakat. Lah gue? Dekil gini, selalu jadi peringkat terakhir."

"Itu karena Lo nya pemalas!"

"Kok Lo malah belain mereka sih? Bukannya belain gue juga, nih liat, baru aja pdkt sama anak kelas sebelah, udah hekang dia."

"Ndi, Abang Abang lo gitu karena mereka sayang sama Lo lah.."

Indira menekuk wajahnya dan memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. Untunglah Indira tidak satu kelas dengan kedua kembarannya. Kalau satu kelas, entahlah, Indira tidak akan menjamin kelas itu aman damai tentram.

Annoying.






N e x t ->
Jangan lupa votment.

Hallo! Cerita ini terinspirasi ketika komentar gue di akun tik tok nya @kepoluuu69.
Gue ga tahu cerita asli si kembar tiga, gue cuma pinjem nama kembar cowonya HEHEH. Izin tah 🤍

Annoying TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang