[Sudah terbit, tersedia di Gramedia]
❝Terus aku tidur di mana, Yung?❝
❝Ya ditempat tidur, kenapa begitu saja masih bertanya.❝
Kisah dua manusia salju yang hidup bersama tanpa ada bumbu romansa kecuali saling sarkas satu sama lain. Pada dasarnya, Yun...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Oknum yang bikin keliyengan di part kemarin wkwkwwkk Voter ke berapa nih?
Musim sudah berganti menjadi lebih hangat. Eunjo terlihat duduk santai di balik meja kerjanya, mengecek laporan keuangan kedai kopinya seperti biasa dengan secangkir latte hangat yang Byun antarkan padanya beberapa saat lalu. Semua nampak bergulir seperti biasa, matahari juga masih terbit dari timur, jarum jam juga berputar ke arah kanan. Tapi, apa yang tersaji di depan matanya sangatlah tidak biasa. Mengejutkan dan jika dilihat dari ekspresi yang Eunjo sematkan pada wajahnya, ini terlihat menyebalkan.
"Jadi kau sekarang jadi pedagang kopi?"
"Pengusaha kedai kopi modern," jeda Eunjo hanya untuk menjawab seseorang yang tengah berdiri angkuh menggunakan mantel bulu mahalnya, "Seharunya kau menyebutnya seperti itu jika kau mengaku menjadi orang pintar. Gaya menyindirmu itu kurang elegan."
Jawaban Eunjo sukses membuat Bomi merasakan amarah memenuhi dadanya. Rahangnya mengerat dan tatapannya terlihat menajam, sedangkan Eunjo terlihat begitu nyaman bersandar dengan sunggingan senyum tidak kalah angkuh. Bahkan dia tidak akan menyangkal jika sikap angkuh ini adalah keturunan.
"Baiklah pengusaha kedai kopi modern," kata Bomi tidak mau kalah sembari menapak ke arah meja Eunjo di atas sepatu tingginya, "Apakah kau sudah menghabiskan seluruh harta Ayah untuk...." Ia menjeda sembari melihat ruangan Eunjo dengan pengamatan berkeliling, "Kedai kopi modern yang...yah, standart saja."
Wah, Eunjo sampai lupa kapan terakhir kali ingin melemparkan sepatunya ke wajah orang. Ah, ya. Terakhir kali ia ingin melakukannya pada Yungi beberapa minggu lalu karena sudah membuatnya tidak bisa berjalan dengan baik selama lebih dari tiga hari. Tapi, memang berselisih dengan Kakak tertua dari keluarga Kang tidak akan pernah ada habisnya. Sejak dulu, mereka memang tidak pernah sekalipun bisa akur. Lagi pula kenapa wanita penyihir ini tiba-tiba muncul, sih?
"Kalau kau hanya ingin mengejek dan menunjukkan setelan mahalmu, lebih baik kau pulang." Kata Eunjo dengan tatapan tidak peduli.
Mata Bomi menyipit tajam, "Jaga cara bicaramu padaku."
"Jika kau tidak menjaga ucapanmu padaku, kenapa aku harus melakukan hal itu padamu?" jedanya sebelum tersenyum penuh satiris, "Menggelikan sekali."
"Aku masih tidak bisa mempercayai Ayah bisa mempertahankan dirimu sampai sejauh ini, bahkan ia bersedia menuruti apa yang kau minta padanya," kata Bomi lebih jauh lagi, "Tidakkah kau sangat keterlaluan, Jo?"
"Sejak awal, aku tidak pernah menganggap diriku orang baik. Jadi aku tidak masalah ketika orang lain memanggilku jahat. Tapi dirimu berbeda Bomi. Kau harus berhati-hati terhadap permainan yang sedang kau mulai. Kau tidak ingin citra sempurnamu itu tercoreng, bukan?"