"Aku baik-baik saja."Seperti berjalan di atas jalan berbeton lalu menemui titik buntu, Yungi hanya bisa menghela napas atas jawaban Eunjo pagi tadi. Ia tidak memiliki respons khusus untuk mendesak lebih jauh karena beberapa alasan yang ia pendam sendiri di dalam hati. Bahkan Yungi sudah berpikir untuk menyikapi dengan—ya, sudah. Jika kau mengatakannya seperti itu, aku bisa apa?
Sayangnya, benak Yungi merasakan gelenyar aneh dan janggal. Jika membicarakan tentang insiden kulit pisang dan karma yang menimpa Eunjo, Yungi memang yakin jika sang istri tidak apa-apa karena ia yang memegang hasil pemeriksaannya. Tetapi, mengenai map yang dibawa Henlee, itu terasa berbeda. Terlebih, Henlee juga tidak seperti dokter umum biasanya. Iya, berdasarkan informasi yang ia tanyakan pada Byun, Henlee adalah seorang dokter yang sudah berteman lama dengan Eunjo.
Menyeruput kopi americanonya, Yungi menghela napasnya kembali. Hari juga sudah petang saat Yungi menoleh ke arah jendela. Membawa lamunanya untuk memeta semburat jingga yang terlukis apik pada cakrawala. Terkadang, Yungi berpikir apakah yang ia lalukan benar? Atau mungkin sebuah kesalahan fatal. Saat keadaan seakan meminta berkontradiksi dengan prinsipnya.
Kiyoko, yang sejak tadi membereskan berkas rapat, nampak memperhatikan Yungi dalam ketenangan dan diamnya, "Yungi-nim?" tanya Kiyoko sedikit ragu-ragu bersamaan menyembunyikan anak rambutnya.
Mata Yungi yang terlihat melamun, tatapannya langsung kembali ke permukaan. Yungi seketika menyadari jika Kiyoko masih berada di sini bersamanya, "Ada apa Kiyoko?" tanyanya. Apakah dia belum juga selesai merapikan dokumen hasil rapatnya?—gumam Yungi dalam benaknya.
Gadis itu tersenyum manis, "Apakah Yungi-nim membutuhkan rangkuman hasil hari ini?"
"Sebenarnya aku sudah mengingat poin pentingnya," ia menjeda beberapa detik, agaknya menimang penawaran Kiyoko dengan pertimbangan lain. Yungi lantas mengangguk, tersenyum tidak kalah ramah, "Baiklah, aku mau satu salinannya. Terima kasih."
Sebagai seseorang yang lebih menyukai sesuatu yang sederhana, Yungi jelas tidak menganggap jawabannya itu spesial. Tetapi, tentu hal itu tidak berlaku sama bagi Kiyoko. Pribadi dalam balutan kemeja kuning lembut dan rok sepanjang lutut itu seakan menunduk, berusaha menyembunyikan rasa semu yang perlahan memenuhi permukaan pipinya.
Mata sipit Yungi melirik sekilas jam tangan yang melingkar pada pergelangannya, lantas merogoh ponsel yang semenjak tadi bersemayam nyaman pada kantong celananya. Seperti yang Yungi perkirakan, ia akan pulang larut hari karena ia masih memiliki beberapa hal lain untuk di selesaikan di studio agensi setelah ini.
Kiyoko yang masih berdiri, mendapati Yungi menyematkan ponsel pintar itu pada sisi kepalanya. Hingga suara halus Yungi seakan membumbung memecah hening yang diiringi oleh desis pendingin ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowdrop ✔️
Fiksi Penggemar[Sudah terbit, tersedia di Gramedia] ❝Terus aku tidur di mana, Yung?❝ ❝Ya ditempat tidur, kenapa begitu saja masih bertanya.❝ Kisah dua manusia salju yang hidup bersama tanpa ada bumbu romansa kecuali saling sarkas satu sama lain. Pada dasarnya, Yun...