🐍3

177K 3.3K 85
                                    

Happy Reading!

"Argghhh sakitt."Rintih Hanum saat perutnya mulai kontraksi. Sudah dua jam ia menahan sakit dan tak satupun ada yang peduli. Para pelayan yang biasa datang mengantar makanan atau hanya sekedar melihat keadaannya juga tidak ada.

"Sudah bukaan berapa?"
Hanum mendengus sebal. Sudah dua jam ia merintih kesakitan dan selama itu juga pria itu memperhatikan dirinya tanpa niat menolong sama sekali. Yang dilakukan pria itu hanya bertanya sudah bukaan berapa? Padahal Hanum sendiri tidak tahu apapun.

"Berhentilah bertanya dan hahh tolong aku hiks ini sakit." Rintih Hanum tertahan saat rasa sakitnya semakin besar.

"Sivraj, kau bisa memanggilku Siv."
Bukannya menolong, pria itu malah menyebutkan namanya membuat Hanum ingin mencakar wajah sok tampan pria itu.

"Hikkk argh" Rintih Hanum keras. Sekarang ia sedang berbaring dengan perut besar yang bergejolak seakan sesuatu yang ada di dalam perutnya ingin keluar secara paksa.

Karena rasa sakit yang tak tertahan lagi, Hanum merenggangkan kedua kakinya bersiap mengejan. Bagaimanapun caranya ia harus mengeluarkan sesuatu yang bersarang di perutnya itu.

"Enghhhhhh"

"Apa yang kau lakukan hah? Belum saatnya kau melahirkan." Bentak Siv lalu berjalan mendekati Hanum.

"Sakit!" Teriak Hanum saat jari Siv memasuki bagian bawah tubuhnya.

"Lihat! Baru bukaan tujuh. Masih ada sisa 3 bukaan lagi baru kau bisa mengejan" Ucap Siv datar membuat Hanum meremas alas tidurnya dengan erat. Rasa sakitnya tidak tertahan namun ia tidak boleh mengejan.

Melihat wajah menderita Hanum membuat Siv tersenyum tipis.

"Sekarang kau merasakannya kan? Istriku mati karena melahirkan anak untukku dan kau malah membunuh anakku dengan sadis." Ucap Siv datar membuat Hanum terbelalak. Ia memang membunuh seekor ular, tapi itu tidak sengaja, benar-benar tidak sengaja.

Napas Hanum mulai tidak beraturan karena rasa mulas di perutnya.

"Sekarang rasakan hukumanmu. Kau harus melahirkan seratus keturunanku dalam waktu satu tahun." Ucap Siv lalu mengangkat tangannya, kemudian.

Plakkk

"Argh Sakitttt!" Teriak Hanum saat telapak tangan besar Siv memukul perut besarnya. Bukan hanya pukulan Siv tapi gerakan kuat juga ditimbulkan oleh sesuatu yang berdiam di dalam perutnya.

"Tolonggg hiks" Tangis Hanum malah membuat Siv tertawa keras.

"Baiklah. Aku akan menolongmu." Ucap Siv lalu menarik kedua lengan Hanum kemudian mengikatnya dengan tali yang menggantung tepat di atas kepala Hanum.

Gerakan Siv sangat cepat hingga tanpa perlawanan apapun, kedua tangan serta kaki Hanum sudah terikat dengan kuat. Kedua kakinya bahkan terbuka lebar.

"Ahh.."Desah Hanum saat Siv menyentuh area sensetifnya.

“Sedikit lagi.” Ucap Siv membuat Hanum yang masih merasakan mulas di perutnya berteriak.

“Tolong hiks rasanya sangat sakit.” teriak Hanum memohon namun Siv hanya menatap datar ke arah Hanum.

“Ini adalah sesuatu yang harus kau rasakan dan kau lalui setiap melahirkan keturunanku.” Ucap Siv lalu kembali memeriksa bukaan Hanum.

Karena bukaan Hanum sudah lengkap, Siv langsung memanggil tabib dan pelayannya yang sedari tadi menunggu di luar pintu.

“Bantu dia melahirkan!” titah Siv lalu menaiki tempat tidur, Siv melepas ikatan tangan dan kaki Hanum.

“Arghhhh” teriak Hanum membuat Siv terdiam lalu secara spontan menggenggam jemari Hanum.

Hanum yang merasa ada pegangan untuk menyalurkan rasa sakitnya pun langsung mengumpulkan tenaga dan mengejan sekuat  mungkin.

“Enghhhhhhhh” teriak Hanum panjang namun tak ada tanda-tanda bayinya akan lahir.

Siv menatap tabib lalu mengangguk.
Siv bersiap mendorong perut Hanum dari atas dan_

“Argghh” tubuh Hanum menggelinjang seiring rasa sakit yang ia rasakan. Tekanan Siv pada perutnya dan juga rasa mulas kontraksi membuat urat-urat leher Hanum mencuat kepermukaan. Bahwa mata Hanum hampir melompat keluar dengan mulut yang terbuka karena rasa sakit yang tak bisa ia teriakan.

Siv semakin menekan, menekan dan menekan, hingga.

Plung_

Benda bulat dan besar itu keluar beriringan saat Siv menarik tangannya dari perut Hanum.
Siv tersenyum cerah lalu bergerak mengambil telur besar berisi keturunannya itu dari tangan tabib.

“Selamat yang mulia.” ucap tabib dan para pelayan.

Siv membalut telur itu dengan kain berwarna putih lalu meletakkannya di samping tubuh Hanum yang sudah tak sadarkan diri.

Siv berjalan keluar dengan telur berisi anak-anaknya meninggalkan Hanum yang diurus oleh tabib dan para pelayannya. Siv berjalan dengan penuh Wibaya menuju kamar pribadinya. Ia harus membersihkan diri untuk menyaksikan keturunannya yang akan menetas sebentar lagi. Rasanya Siv sangat bahagia sampai ia sudah menyiapkan rencana untuk menghamili Hanum sesegera mungkin setelah tubuh wanita itu pulih.

-Bersambung-

HANUM PREGNANCY ( Terjebak Di Dunia Ular)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang