Mystice silvam

129 30 6
                                    

Cakrawala telah bertukar menjadi gelap.
Suara lolongan anjing terdengar bersahut-sahutan tak jauh dirumahku.

Jeno, Johnny serta Yangyang sudah tidur meski sekarang masih pukul 8 malam membuatku dan Yuta merasa suntuk.

"Bang?" panggilku, mencoba membuat Yuta mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang tengah dia genggam.

Sang pemuda Nakamoto menoleh,
"Kenape?" sahutnya tak sabaran.

"Bosen gue, jalan keluar yuk? Cari makan kek atau ngapain aja yang bikin bosen gue ini ilang."

Yuta mengusap dagu dengan jari telunjuk dan tengahnya, nampak menimbang sembari memandangku.

"Boleh juga. Ke toko barang antik gimana? Ada yang mau gue beli soalnya." kata Yuta.

"Hayu ajalah, yang penting bosen gue ilang. Jangan beli barang yang aneh-aneh lagi deh, Bang. Ngeri gue," aku mewanti-wanti.

Yuta terkekeh, "Kagak. Udah mending lu ganti baju sana jangan pake baju macem gembel begitu."

"Heh! Ngadi-ngadi, gue ini ganteng setiap saat sejak lahir!" kataku sedikit menyombongkan diri.

Bukan tanpa alasan.
Sejak dulu orang-orang selalu mengatakan aku ini tampan, jadi ya beginilah hasilnya.
Rasa percaya diriku jadi tinggi.

Yuta mendengus, melayangkan tatapan malas padaku kemudian,
"Serah. Gue mau ambil jaket dulu."

Pria itu lantas beringsut meninggalkanku ke kamar tempatnya menyimpan pakaian.
Tidak mau membuang waktu, aku lalu meninggalkan ruang tamu menuju kamar guna berganti pakaian.

Agaknya Yuta benar, dengan tubuh yang hanya dibalut celana boxer kusut siapapun pasti berpikir aku belum mandi.

✖️✖️✖️

Mobilku melaju dengan kecepatan stabil membelah jalanan utama kota Seoul yang padat —seolah tidak pernah tidur.

Aku mengendarai mobil sesuai dengan panduan dari GPS yang disetel Yuta guna menuntunku menuju toko barang antik langganan Yuta.

Selera Yuta memang terbilang unik, disaat orang lain senang belanja barang-barang mewah atau bermerek, pria asal Osaka itu lebih senang membeli barang antik.

"Tokonya dimana sih? Kok perasaan gue kayak gak nyampe-nyampe?"
rutukku masih dengan mata yang fokus pada jalanan yang mulai berlubang.

Pemandangan gedung-gedung tinggi pencakar langit pun lama-kelamaan menghilang, berganti dengan pepohonan yang terbilang rimbun disisi kiri dan kanan mobil sedanku.

Tiba-tiba perasaan tidak nyaman menyergapku.
Bulu romaku juga terlihat berdiri.
Aku menggelengkan kepalaku, mencoba tetap fokus pada jalanan dan menghilangkan segala pikiran negatif yang menghampiriku.

"Lu kenapa dah kek orang mabok? Itu tokonya di pengkolan depan."
dengan tidak sabaran, Yuta mengacungkan telunjuknya kearah depan, memintaku menghentikan mobil beberapa saat kemudian.

Melihat tingkah Yuta, aku hanya mendecak.
Kenapa dia garang sekali? Sebelas duabelas dengan pacarku saat sedang datang bulan.
Patut banyak yang takut berurusan dengan seorang Nakamoto Yuta yang telah berjalan mendahuluiku tersebut.

Aku melangkah pelan sambil memerhatikan keadaan sekitar.
Ah, aku baru tahu kalau di Seoul masih ada hutan begini, kukira semua lahan di Seoul sudah beralih fungsi menjadi lahan pemukiman atau gedung industri.

[✔️] The Game ; Xiao DejunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang