🌮 MCG 06. Bahagianya Arvita

614 37 8
                                    

Vote-nyaaa

Tandai typo

°
°
°

"Kamu mau minum apa?"

"Amer sayang..."

Vita menoleh bingung, "Amer itu apa ya?"

"Aa? Amer itu.." Dicky terlihat berpikir,  "A-mer itu minuu-- pop ice iya hooh pop ice rasa amer, naahh." Gugup Dicky.

Mata Vita langsung menatap Dicky berbinar, "Itu pop ice varian terbaru ya?!"

"Iii ya, mungkin." Jawab Dicky ragu-ragu. Ayo dic, lanjutkan bakat mengibulmu. Fighting✊🏻

Vita bertepuk tangan heboh, "Wahh!! Kalo gitu harus bilang bibi buat stok pop ice varian amer banyak-banyak. Bi! Aku----"

"Sssttt, jangaaaannn." Langsung saja tangannya membekap mulut Vita yang koar-koar.

Vita sedikit meronta-ronta karena engap membuat Dicky melepaskan bekapannya.

"Kenapa jangan?" Vita bertanya bingung.

Dicky membasahi bibir, sudah saatnya mengakhiri perdebatan, "Jangan aja pokoknya, nggak boleh. Udah gausah dibahas, bikinin apa kek, laper nih."

Sontak saja wajah Vita berubah semangat lagi mendengar Dicky ingin dibuatkan apa.

"Ayo kita memasak bersama chef Vita, yeeyy!!!"

Sambil menarik tangan Dicky menuju dapur, Dicky tertawa menatap betapa riang dan gembira pacarnya ini. Kalo suatu saat dia nyakitin, entah sengaja atau nggak.. keterlaluan parahh sih.

"Ini bikin apa?" Tanya Dicky saat melihat meja dapur sudah lengkap bahan-bahan.

"Ini bikin seblak." Jawab Vita mulai memasukkan bumbu-bumbu ke wajan.

"Gue rikues boleh nggak? Bikinin yang pedesnya level kutukan mantan dong."

Vita menyikut perut Dicky, "Ditunggu ya mas, antri soalnya!"

Mereka berdua tertawa.

"Gue mandi dulu deh ya, lengket banget." Ujar Dicky sambil mengibas-ngibaskan kerah seragamnya.

"He'em. Bajunya cari di kamar tamu aja. Kayaknya punya sepupu aku masih ada." Jawab Vita.

Dicky langsung mendongak, "Sejak kapan lo punya sepupu cowok?"

"Ya sejak lama lah. Udah sana, katanya mau mandi." Ujar Vita sambil membalikkan punggung tegap Dicky dan mendorongnya keluar pintu dapur.

🍏🍏🍏

"Bi?!"

"...."

"Biiibiii...?"

"Bi? lagi ngelamun ya?!"

"Hah--eh, oh ada apa den?!"

"Hayolo ngelamunin apa tuh, Bi?! Segala senyum-senyum gitu, serem!"

Saat Dicky hendak mandi di kamar Arvita, dia malah mendapati bibi yang lagi ngelamun di samping televisi. Mana dengan tangan yang masih megang sulak dan lagi--menyulak i.. angin?"

"Pake nyulak-in angin lagi. Lewat dikit, ndadi lagi."

"Ya nggak lah, den. Kalo tiba-tiba bibi kesurupan kan, bisa repot serumah."

Telunjuk tangan Dicky menunjuk-nunjuk udara seakan menyetujui ucapan bibi.

"Banget lah, Bi. Acara malmingan saya sama Vita nanti malah berakhir di tempat Mbah dukun lagi!"

"Aden bisa aja deh ngelawaknya. Bikin apa kalo kata anak jaman sekarang mah? Benguk-- bengak, eh bengek iya bengek!"

"Duh Bibi. Udah gaul amat bahasanya, tak cubit loh nanti ginjalmu." Tangan Dicky memperagakan seolah mencubit.

"Jangan lah den. Modal buat beli rumah nih."

Dicky yang mendengar jawaban bibi langsung tertawa terbahak-bahak memegangi perutnya.

"Dicky nanya beneran lho, Bi. Tadi ngelamun apa?"

"Bibi ngga ngelamun, den. Cuma lagi seneng aja."

"Kenapa tuh? Dipepet ama mang kebon lagi ya?" Ujar Dicky sembari menunjuk-nunjuk wajah bibi yang terlihat salting.

Bibi mengibaskan tangan seolah menyangkal. Padahal mah..."Yakali."

"Terus aposka kokondao?"

"Bibi tuh seneng, non Arvita sekarang banyak senyum. Apalagi semenjak non Arvita pacaran sama aden, kalo ke dapur mah selalu nyanyi-nyanyi bahkan teriak-teriak ngga jelas. Terus yang biasanya sedih karena ditinggal bapak dan ibu lembur kerja juga sekarang jadi jarang bahkan ngga pernah sedih soalnya katanya tiap malem ditelponin terus sama aden."

Dicky tertegun, kek seneng gitu gasi?

"Emang biasanya gimana, Bi?"

Bibi tersenyum simpul, "Non Arvita ngga pernah sebahagia ini sebelum kenal sama aden. Tiap malem sedih kalo bapak ibu jarang pulang, nggak ada yang nemenin. Saya seneng, karena sekarang ada yang nemenin non kalo mau kemana-mana, bahkan di rumah aja aden mau nemenin hampir tiap hari."

"Gitu ya, Bi."

"Yang penting aden selalu ada buat non Arvita disaat senang maupun sedih. Bikin non ketawa aja saya seneng liatnya. Itu aja yang bibi harapin."

Dicky tersenyum, "Selow aja, Bi. Vita juga ngga bakal bisa berpaling dari saya, orang cuma saya aja yang mampu nalangin segala hawa napsu makannya."

Bibi terkikik geli, "Kalo non denger, bisa bahaya nanti den."

"Sans. Dari sini ke dapur radiusnya jauh."

"Tapi hawanya kayak yang ngga enak gitu, den. Kayak--"

"DICKYYY!!! KAMU LAGI GHIBAH IN AKU YA?! KUPING AKU PANAS GATEL-GATEL NIIIHH!!"

Dicky langsung gelagapan ditempat, sedangkan bibi hanya bisa menahan ketawa.

"HAA? NGGAK SAYANG, BUKAN GUE!"

"Duh, Bi. Ternyata bener, kalo gitu saya langsung ke kamar aja ya. Takut-takut kalo saya dibuntel pake terpal."

"Iya, silahkan den."

🍐🍐🍐

"Woah! enak nih, asek gua--"

Vita langsung menggeplak tangan Dicky yang hendak menyendokkan seblak kuah pedas itu.

"Heh! Maen asal comot aja sih, ah?!"

Dicky mengusap-usap tangannya yang memerah bekas pukulan dan menatap bingung kearah Vita, "Kenape lagi?"

"Kamu agak munduran dikit dong, biar seimbang sama mangkoknya." Ujar Vita menepuk-nepuk lengan Dicky.

Prinsip dari mana lagi?

Dicky mundur sesuai arahan Vita, "Udah."

Lalu Arvita menatap pantulan keduanya di dalam kamera ponsel yang sudah terpasang di tripod depan mereka. Tentunya dengan pencahayaan dari cahaya ilahi, canda.

"Kok keknya ada yang kurang gitu. Kamu agak kesini dong, kok jauh-jauhan kayak orang musuhan gitu?!"

"Sak aloh. Nih, udah!"

"Naahh! Gini kan ✨estetik✨. Akunya cangtip, kamunya ganteng paraaahh."

Dicky mendelik sebal, "Ganteng doang jemput cewek dipanggang, tidak digoreng!"

"Kacang garuda rosta!" Vita menyahut sambil men-timer kamera ponselnya.

Lalu Dicky menjawab, "Ini telurkuu!

Mana telurmuu?"

Lha kok malah ketularan ki pie?

🥝🥝🥝

Bersambung!




My Childish Girl [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang