Part 2 : "SOMEONE WHO YOU KNOW"

39 5 6
                                    

"Mimpi buruk itu menakutkan selama kau belum terbangun. Namun terbangun butuh keberanian untuk kembali menghadapi kenyataan."

***

Disa menatap sebuah cincin bertahtakan permata yang disodorkan pacar sepupunya itu padanya. Sementara semua pasang mata yang menjadi saksi hanya menatap mengerjap dengan terkesima.

"Terima! Terima! Terima!" Gauman semerta yang tak diorganisir tiba-tiba bersahut dari para pengunjung yang menyaksikan hal itu dengan spontan. Mereka tidak mengerti bahwa ada tempat yang tertukar dalam acara ini.

Disa memandang kebingungan. Pada Alva yang seolah berharap, pada Karin yang mukanya sudah memerah setengah mati menahan kesal.

Terlalu lama menunggu jawaban Disa, dan Alva sadar takkan ada jawaban. Akhirnya ia menarik tangan gadis itu pergi dari kerumunan. Alva begitu antusias, ada senyuman dalam garis bibirnya membuat Disa semakin bingung maksudnya apa.

Pada sebuah balkon sepi Alva akhirnya menghentikan langkahnya yang agak terengah-engah.

"Disa! Saya benar-benar..." Alva seperti kehabisan kata-kata. Lalu dia memeluk Disa.

Disa terperangah. Seorang laki-laki yang terlihat sungguh dingin tiba-tiba saja menangis dipelukannya?

"Saya sungguh merindukan kamu ... saya kira kamu sudah ..." lanjut Alva.

Disa tak bisa membiarkan ini. Ia ingin kembali memeluk Alva dan menenangkannya namun ini terasa tak benar.

"Maaf," ucap Disa pelan. "Saya tidak mengerti maksud anda."

Alva semerta berhenti memeluk Disa dan menatap gadis itu telak ke matanya.

"Anandisa, come on! Kamu Anandisa Wijaya 'kan?" paksa Alvaro.

Disa mengangguk. Memang benar itu namanya.

"Ya sudah! Lantas apa lagi yang perlu kau tanyakan. Say sangat bersyukur. Kamu ada disini. Menginjak bumi yang sama dengan saya." ucap Alvaro.

Disa tercenung sebentar. "Maksud Bapak apa ya? Mohon maaf Pak, saya benar-benar tidak mengerti."

Alva berdiri lalu memposisikan Disa tepat kehadapannya dimana mata mereka saling memandang bertubrukan. Mata yang semula bersinar penuh amarah dan dingin, semerta berubah menjadi pandangan penuh harap.

Ya, Disa melihat dengan jelas lelaki itu dengan tulus menatap mata Disa hangat. Namun harapan apa itu? Disa samar tak mengerti.

"Kamu gadis itu kan? Benar 'kan?" tanya Alva agak memohon. "Gadis yang ada di Villa Challet Binna sepuluh tahun silam itu kamu 'kan, Dis?"

Gadis itu menatap kedua bola mata Alvaro yang bergetar, seperti hampir ikut tenggelam dalam keputusasaan yang juga Alva siratkan dalam binar matanya. Juga memandang kerutan halus yang semula tak dapat Disa lihat. Lelaki ini berapa usianya? Pikir Disa. Lalu siapa yang ia maksud?

"Disa, jawab," harap Alva.

Disa terhenyak dari lamunannya. "Salet Bina? Apa itu Pak?" tanya Disa polos.

"Villa di Swiss. Tempat kita liburan dulu. Kamu, keluargamu, saya dan keluarga saya. Kembang api? Kamu Anandisa kan?!" jelas Alvaro agak memaksa lagi.

Disa tak tega melihat tatapan itu. Andai ia adalah gadis itu, mungkin ia rela mengungkap jati dirinya untuk menenangkan Alvaro yang tampak merana. Masalahnya gadis itu bukanlah dirinya. Jangankan mengenal tempat yang Alvaro maksud, bahkan menginjakan kaki ke luar negara ini saja Disa tak rpernah. Terlebih lagi orang tuanya sudah tiada, bagaimana bisa mereka berlibur ke Swiss?

INSTANT CINDERELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang